Kamis, 26 November 2009

Jejak-Jejak Iblis


"Maka setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya untuk menampakkan aurat keduanya yang tertutup kepada keduanya, dan setan berkata: 'Tuhanmu tidak melarangmu dari mendekati pohon itu melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)'. Dia bersumpah kepada keduanya, 'Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.' Dia membujuk keduanya dengan tipu daya...." (Al-A'raf: 20--22).

Adam dan Hawa tinggal di surga. Iblis iri dibuatnya. Ia menyimpan dendam kesumat terhadap keduanya. Iblis pun berjanji akan mendongkel mereka dari surga. Tidak hanya itu, iblis juga berjanji menggelincirkan anak cucu Adam sampai kiamat. Demi ambisinya, iblis bahkan meminta dispensasi kepada Allah untuk bisa hidup sampai akhir zaman. Ia pun mencari celah untuk menggoda Adam dan Hawa. Celah itu akhirnya ia temukan. Iblis membujuk keduanya agar mendekati pohon larangan. Pohon yang Allah melarang keduanya untuk mendekati dan memakan buahnya. Keduanya tertipu, mereka mendekati dan memakan buahnya. Iblis tertawa terbahak. Akhirnya, mereka semua dikeluarkan dari surga.

Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya untuk menampakkan aurat keduanya yang tertutup kepada keduanya.... Setan tahu jika keduanya mendekati pohon larangan, aurat mereka akan tampak, karena mendekatinya adalah larangan dan melanggar larangan adalah maksiyat kepada Allah. Fawaswasa lahuma? (Iblis kemudian membisiki keduanya). Waswasah adalah bisikan hati dan suara yang pelan. Artinya, iblis melakukannya secara halus, melalui bisikan hati, dan kadang tidak terdeteksi.

Setan berkata, "Tuhanmu tidak melarangmu dari mendekati pohon itu, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal di surga."

Pintu tipu daya terbesar adalah ketika iblis berhasil mengidentifikasi keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di surga. Demikian dikatakan oleh Ibnu Qoyyim. Keinginan?, itulah yang banyak menjadi pintu tipu daya setan. Seperti maklum, setan menggoda Anak Adam melalui aliran darah. Ia mencapai nafsu manusia dengan merasuk dan menanyainya, termasuk menanyai apa yang disukai dan apa yang tak disukai; apa yang diingini dan apa yang tak diingini. Anak Adam banyak terperdaya melalui pintu ini.

Setelah iblis berhasil mengendus keinginan moyang kita, ia menerapkan politik berikutnya. Apa itu? ia berkedok menjadi penasihat bagi keduanya. Tidak tanggung-tanggung, untuk meyakinkan Adam dan Hawa, ia harus bersumpah dengan nama Allah. Untaian kalimatnya pun dibuat simpatik, Waqaasamahumaa innii lakumaa la-minan-naasihiin (Dia bersumpah kepada keduanya, 'Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasehat kepada kalian berdua....').

Sebuah ungkapan yang membuai, Ada penegasan dengan sumpah (waqaasamahumaa) , ada penegasan dengan kata sesungguhnya (inni), unsur objek dikedepankan dari subjek (lakumaa sebelum naasihin) yang mengandung makna pengkhususan, sehingga ayat tersebut bisa bermakna, "Nasihatku kuberikan khusus untuk kalian berdua, dan manfaatnya kembali kepada kalian berdua, bukan kepadaku."

Pekerjaan menasihati juga diungkapkan dengan isim fa'il yang menunjukkan sifat, dan bukan fi'il yang menunjukkan kejadian yang baru terjadi, sehingga ia dapat dimaknai: memberikan nasihat adalah sifat, watak, dan profesiku, bukan hal yang bersifat insiden.

Iblis juga menggambarkan dirinya sebagai salah satu dari banyak penasihat (laminan-naasihin), dengan begitu seolah dia berkata, "Banyak orang menasihatimu dalam hal ini, sedangkan aku hanya salah seorang dari mereka." Ini serupa dengan ungkapan, "Semua orang sependapat denganku dalam masalah ini, dan aku hanyalah salah seorang yang menyuruhmu berbuat begitu."

Singkatnya, iblis menggunakan politik meyakinkan, membesarkan hati, dan memberikan solusi untuk sebuah tindakan membohongi, menipu, dan memperdaya. Untuk meyakinkan, ia tampil sebagai pemberi nasihat atau konsultan profesional, yang pendapatnya diklaim mewakili pendapat kebanyakan. Bahkan, untuk menipu Adam dan Hawa, Iblis perlu menjuluki pohon larangan dengan pohon kekekalan, seperti dalam firman Allah, "Setan berkata: 'Wahai Adam, maukah kutunjukkan kepadamu pohon kekekalan (syajaratul khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa'?" (Thaha: 120).

Politik Iblis banyak ditiru pengikut-pengikutnya. Termasuk pengikutnya dari golongan manusia. Ada politik "penghalusan" semacam di atas. Kemungkaran banyak dijuluki dengan nama cantik. Judi dinamakan adu ketangkasan. Dahulu, judi bahkan dinamakan sumbangan dana sosial; pelacur dijuluki wanita idaman; riba disebut bunga; pengingkaran terhadap ayat dinamakan kontekstualisasi; penyelewengan Alquran diklaim membumikan Alquran; pembantaian penduduk sipil disebut penegakan demokrasi. Memerangi Islam disebut memerangi teroris, dan seterusnya.

Mendompleng keinginan orang juga lazim digunakan para pengikut setan. Jika mereka bermaksud mempengaruhi orang, agar maksud jahatnya terwujud, mereka memulai menyinggung keinginan, kemauan, dan kebutuhan orang yang dipengaruhi, seperti keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di surga. Kadang "singgungan" itu berupa rangsangan untuk menuju keinginan, kadang keinginan itu sendiri yang dipenuhi sebagai semacam "suapan". Betapa banyak misionaris yang membujuk umat Islam dengan kedok bantuan-bantuan kemanusiaan, terutama saat mereka tertimpa musibah atau terdesak kebutuhan. Juga betapa sering bangsa Barat memperalat pemerintahan negeri-negeri Islam untuk memerangi orang Islam dengan iming-iming yang menggiurkan atau yang lazim disebut dengan politik stick and carrot.

Sebagaimana iblis berkedok menjadi penasihat profesional, para pengikutnya di era modern juga demikian. Penasihat yang memberikan arahan dan solusi. Jika iblis melegalisasi profesionalismenya dengan sumpah atas nama Allah, dan dengan penguatan-penguatan lain, para penasihat modern tampil dengan performa yang meyakinkah, kredibel, bonafid, dan sejenisnya karena sebelumnya memang telah diopinikan demikian. Maka, ketika sebuah negara sakit, mereka tampil menjadi dokter. Orang sakit tentu susah dan kurang etis jika membantah sang dokter, tak peduli diagnosanya keliru, juga tak peduli obat yang diberikan racun sekalipun. Betapa banyak negeri yang sami'na waata'na didikte oleh lembaga semacam IMF dengan dalih penyelamatan, meskipun sesungguhnya penjerumusan.

Jika setan suka mengatasnamakan orang banyak (sesungguhnya aku salah satu pemberi nasihat), setan modern demikian juga. Untuk menjustifikasi kemauannya, ia perlu menyatakan bahwa ia didukung oleh banyak pihak. Meski kadang dukungan tersebut lebih bersifat klaim, misalanya penganugerahan nobel perdamaian dan sejenisnya. Bukankah pada era modern opini media massa yang membentuk fakta dan bukan fakta yang membentuk opini? Contoh menarik dewasa ini adalah daftar kelompok teroris versi PBB yang diklaim atas masukan banyak negara, seolah daftar tersebut mewakili aspirasi mayoritas penduduk dunia.

Akhirnya, marilah kita berlindung kepada Allah dari tipu daya setan, seperti diajarkan Allah dalam Alquran, "Katakanlah: 'Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahaan bisikan setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari golongan jin dan manusia'." (An-Naas: 1--6). (Abu Zahrah).

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Surga itu Tidak Gratis


"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: 'Bilakah datangnya pertolongan Allah.' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat." (Al-Baqarah: 214).

Khabbab bin Arat ra, berteriak lantang: "Memang, ia (Muhammad) adalah utusan Allah kepada kita, untuk membebaskan dari kegelapan menuju terang benderang." Sebuah deklarasi keimanan justru saat dakwah Rasulullah baru pada fase sirriyah dan lemah. Pernyataan itu diperdengarkan di depan segerombol kafir Quraisy. Kontan, mereka murka mendengarnya. Khabbab, si pandai besi itu sadar akan resiko yang ia hadapi. Tak ayal, mereka memukuli dan menyiksanya. Ia terhuyung tak sadarkan diri. Tubuhnya bengkak-bengkak. Seluruh tulang persendiannya terasa nyeri. Darah mengalir membasahi pakaian dan tubuhnya.

Ini bukan akhir Khabbab menuai siksaan. Onggokan besi, bahan baku pedang, di rumahnya menjadi senjata makan tuan. Kafir Quroisy mengubahnya menjadi alat siksa yang mengerikan. Mereka masukkan besi ke dalam api hingga merah membara. Dililitkannya besi menyala itu pada kedua tangan dan kaki Khabbab. Sakit tiada terkira. Namun, semua itu tak menjadikan ia bergeming dari keimanan.

Derita Khabbab belum usai. Ummi Anmar, bekas majikannya, turun tangan. Wanita jalang itu menyiksa dan menderanya. Ia mengambil besi panas yang menyala dan meletakkannya di ubun-ubun Khabbab. Ia menggeliat kesakitan. Nafas tetap ditahan agar tak keluar keluhan, karena keluhan hanya akan menjadikan para algojo bersorak-sorak.

Sampai suatu ketika Khabbab datang menghadap Rasulullah saw di bawah naungan Ka'bah. "Wahai Rasulullah! tidakkah Anda memohonkan pertolongan bagi kami? Usul Khabbab. Rasulullah duduk, raut mukanya memerah seraya bersabda: "Dahulu sebelum kalian, ada orang disiksa dengan dikubur hidup-hidup. Ada yang kepalanya digergaji menjadi dua bagian. Ada pula yang kepalanya disisir dengan sikat besi hingga kulit kepalanya terkelupas. Tetapi siksaan-siksaan itu tidak memalingkan mereka dari agamanya. Demi Allah, Allah pasti akan mengakhiri persoalan ini, sehingga orang berani berjalan dari Shan'a ke Hadramaut tanpa rasa takut kepada siapa pun selain Allah, walaupun srigala ada di antara hewan gembalaannya, tetapi kalian tampak terburu-buru."

Itulah sepenggal episode kehidupan Khabbab r.a. Pada awal dakwah Islam, penyiksaan bahkan dialami oleh Rasulullah saw sendiri beserta para sahabat yang lain. Mungkin kita bertanya, mengapa Rasulullah saw dan para sahabatnya harus merasakan penyiksaan, sedangkan mereka berada pada pihak yang benar? Mengapa pula Allah Ta'ala tidak melindungi mereka, padahal mereka adalah tentara-tentara Allah, bahkan kekasih-Nya berada ditengah-tengah mereka?

Manusia dicipta bukan tanpa tujuan. Allah bermaksud mencipta manusia untuk beribadah kepada-Nya. "Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat: 56). Beribadah itulah tujuan utama penciptaan manusia.

Sifat dasar ubudiyah adalah taklif (beban). Dalam Islam, orang yang akil baligh biasa disebut mukallaf, artinya, orang yang dibebani. Dengan demikian ubudiyah mengharuskan adanya taklif, sedang taklif menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan terhadap hawa nafsu dan syahwat. Taklif tersebut, tersimpul dalam kalimat laailaaha illallah, yang bermakna tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain hanya Allah. Meski kalimat tersebut singkat, namun ia bermakna padat. Ia mengandungi totalitas penetapan (itsbat) atas obyek peribadatan, meliputi tujuan (qasd), niat, pengagungan (ta'dhim), pengharapan (raja'), dan takut (khauf) hanya tertuju kepada Allah semata. Kalimat tersebut juga mengandungi totalitas pengingkaran (nafyu) atas obyek peribadatan kepada selain Allah yang meliputi sesembahan yang diyakini dapat mendatangkan manfaat dan madharat (aalihah), makhluk yang rela diibadahi, diikuti, dan ditaati (taghut), fatwa atau jalan hidup yang menyelisihi Islam (arbaab), dan segala yang dapat memalingkan manusia dari Allah, seperti harta, tempat tinggal, dan keluarga (andaad).

Dengan demikian, berislam memang (seharusnya) menumbuhkan sikap revolusioner. Konsekuensi berislam, adalah tuntutan memenuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik menyangkut ubudiyah mahdlah atau ghairu mahdlah. Juga, ubudiyah harus murni hanya kepada Allah. Dus, harus menolak beribadah kepada selain-Nya, baik dari golongan jin maupun manusia. Hal ini tentu membawa potensi ancaman yang beragam, terutama dari unsur-unsur yang diingkari untuk diibadahi, baik dari golongan jin maupun manusia. Di sinilah maksud taklif menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan.

Jadi, memang sejak semula manusia diciptakan untuk siap menanggung beban, ujian, dan cobaan. Karena jannah yang dijanjikan Allah tidaklah gratis, melainkan harus ditebus dengan berislam, lengkap dengan segala konsekuensi yang harus dipenuhi dan resiko yang harus dihadapi.

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: 'Bilakan datangnya pertolongan Allah.' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat." (Al-Baqarah: 214).

Lantas apa maksud Allah? bukankah bagi-Nya segala sesuatu mudah jika mengendaki? hanya dengan kalimat kun fayakun(Jadilah! maka akan terjadi), termasuk mudah bagi Allah jika Dia menghendaki Islam tegak di muka bumi, juga mudah bagi-Nya jika mengendaki seluruh manusia memeluk Islam...?

Sengaja Allah tidak membuat semuanya berjalan mulus, Dia bermaksud menguji hamba-hambanya hingga dapat dibuktikan siapa yang mukmin dan siapa yang munafik, siapa yang jujur dan siapa yang dusta? Berislam secara lisan belaka, tanpa ada konsekuensi-konsekuensi tertentu, tentu akan sulit membedakan antara yang sungguh-sungguh dengan yang berpura-pura. Di sinilan relevansi mekanisme ujian dan cobaan bagi seorang hamba.

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: 'Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?' Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar, dan sungguh Allah mengetahui orang-orang yang dusta." (Al-Ankabut: 2--3). Wallahu a'lam.

Solidaritas


"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Al-Hujuraat: 10).

Seorang muslimah Arab pergi ke pasar Yahudi bani Qainuqa. Ia mendatangi seorang tukang-sepuh untuk menyepuhkan perhiasannya. Muslimah itu bermaksud menunggu sampai selesai, tiba-tiba beberapa orang Yahudi datang mengerumuninya. Dengan nada mengejek, mereka meminta kepada si wanita untuk membuka purdahnya. Permintaan itu ia tolak mentah-mentah.

Namun, secara diam-diam, si tukang sepuh menyangkutkan ujung pakaian yang menutupi seluruh tubuh itu pada bagian punggungnya. Ketika si wanita berdiri, terbukalah aurat bagian belakangnya. Melihat pemandangan itu, orang-orang Yahudi bersorak riang. Si wanita pun menjerit meminta tolong.

Kegaduhan segera terjadi. Seorang mukmin yang kebetulan berada di lokasi segera bereaksi. Secepat kilat ia menyerang tukang sepuh dan membunuhya. Orang-orang Yahudi menjadi murka karenanya. Mereka balas mengeroyok si mukmin hingga terbunuh.

Insiden itu sebagai awal pengkhianatan Yahudi Qainuqa. Sebelumnya, mereka terikat perjanjian untuk hidup damai berdampingan dengan umat Islam. Nyatanya, kedengkian yang memuncak membuat mereka tidak bisa mengendalikan diri. Akibatnya, Rasulullah beserta para sahabat mengepung mereka selama beberapa hari. Mereka kemudian menyerah dan siap menerima hukuman sesuai nota perjanjian. Keputusunnya, mereke diusir dan tidak boleh hidup berdekatan dengan kota Madinah. Ini terjadi pada bulan Syawal tahun kedua hijriah, seperti diriwayatkan Ibnu Hisyam dalam Shirahnya.

Insiden ini menjadi sebuah peristiwa bersejarah. Ia bahkan menjadi pemicu bagi perubahan peta politik Madinah saat itu. Qainuqa mendapat keadilan dengan diusir dari Madinah. Meski ada faktor lain sebelum insiden ini, yaitu kedengkian kaum Yahudi atas kemenangan umat Islam di Badar. Seperti statement mereka ketika menyambut seruan Rasulullah: "Wahai Muhammad, apa kamu mengira kami seperti kaummu? Janganlah kamu membanggakan kemenangan terhadap suatu kaum yang tidak mengerti ilmu peperangan. Demi Allah, seandainya kami yang kamu hadapi dalam peperangan, niscaya kamu akan mengetahui siapa sebenarnya kami ini." (Al-Buthy, Fiqhus Shirah).

Melihat harga diri saudaranya dilecehkan, begitu besar solidaritas seorang sahabat. Begitu juga kecintaan sahabat terhadap Islam, tidak sudi melihat ajarannya diolok-olok. Begitu besar keputusan yang ia ambil, yang berisiko kematian bagi dirinya. Ia mencintai karena Allah, Ia membenci karena Allah. Dalam Islam, membela kehormatan ('irdl) adalah sebuah kemuliaan.

"Barang siapa terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid, dan barang siapa yang terbunuh karena membela darahnya maka dia syahid, dan barang siapa terbunuh karena membela agamanya maka dia syahid, dan barang siapa terbunuh membela keluarganya maka dia syahid." (HR Tirmidzi dan Nasa'i).

Ubadah bin Shamith, yang memiliki persekutuan dengan Qainuqa, secara tegas menyatakan kepada Rasululullah saw., "Sesungguhnya aku memberikan loyalitas kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin, dan aku melepaskan ikatan persekutuan dengan orang-orang kafir tersebut." (Al-Buthy, Fiqhus Shirah).

Apa yang melatarbelakangi sikap-sikap itu? Tak lain adalah cinta. Seperti perkataan Ibnu Qoyyim, "Pangkal perbuatan dan pergerakan di alam ini adalah cinta dan keinginan. Cinta melahirkan pengorbanan. Cinta memunculkan rasa cemburu dan benci terhadap lawan yang dicinta. Karena itu, kata Rasulullah, Autsaqu 'urol iimaani alhubbu fillahi wal bughdhu fillahi (Ikatan iman yang paling kuat adalah kecintaan karena Allah dan kebencian karena Allah) (R Abu Dawud dan Ahmad). Benci dan cinta adalah setali mata uang.

Karena cintanya terhadap Islam, keimanan sang sahabat terusik manakala menyaksikan pelecehan terhadap saudara muslimahnya. Ubadah bin Shamit demikian juga langsung memutuskan hubungan perlindungan dengan mereka. Mereka ditautkan rasa solidaritas persaudaraan, karena sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Sikap mereka menggambarkan seakan mereka satu bangunan yang saling menguatkan, satu tubuh yang jika ada organ tubuh lain sakit, ia turut merasakannya, seperti pernyataan Rasulullah saw., "Permisalan orang mukmin dalam mereka saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menaruh simpati adalah laksana satu tubuh, yang jika salah satu dari anggota tubuh merasa sakit, seluruh anggota tubuh lainnya turut merasakan dampaknya dengan panas atau tidak bisa tidur." (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw. juga bersabda, "Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain laksana sebuah bangunan yang sebagaian yang lain dengan sebagian yang lainnya saling menguatkan." (HR Bukhari dan Muslim).

Antara lain karena hal Itulah, mengapa dalam Asy-Syarhul Kabir dijelaskan bahwa ketika seseorang mempunyai kelebihan makanan, sedangkan ia membiarkan orang lain kelaparan hingga mati, maka wajib atasnya membayar diyat (penebus) kematian dengan hartanya sendiri dan harta keluarga dekatnya. Itu jika ia tidak sengaja membiarkannya mati kelaparan, jika ia sengaja, maka ada perbedaan pendapat. Sebagian Ulama berpendapat ia harus membayar diyat dari hartanya sendiri dan tidak boleh dibebankan kepada keluarga dekatnya. Sebagian yang lain berpandangan ia harus diqishas.

Juga karena sebab ini, disebutkan dalam Al-Bahrur Ra'iq, "Jika ada seorang muslimah di bagian timur ditawan musuh, maka wajib bagi kaum muslimin yang berada di bagian barat bumi untuk membebaskannya."

Cuplikan fatwa ini menggambarkan betapa solidaritas sesama mukmin merupakan hal yang sangat urgen dalam Islam. Muslim laksana satu bangunan yang saling menguatkan. Muslim laksana satu tubuh dan satu jiwa. Derita mereka derita kita, kesulitan mereka kesulitan kita. Jika seorang muslimah saja yang ditawan di belahan timur menjadikan wajib bagi muslimin di belahan barat untuk membebaskannya, maka bagaimana dengan ribuan muslimah yang tidak hanya ditawan, melainkan dianiaya, diperkosa, dibunuh seperti dialami muslimah Bosnia Herzegovina? Bagaimana pula dengan pembantaian yang menimpa muslim Afghanistan, Kasymir, Moro, Maluku, Poso, Irak dan kini palestina?

Sebagaimana penilaian banyak pihak bahwa pemerintah Indonesia hanya basa-basi dalam menyikapi invansi AS ke Irak dulu dan sekarang israel di palestine, penilaian serupa tertuju pada masing-masing pribadi, adakah dalam ukhuwah kita juga hanya berbasa-basi? Sudahkah solidaritas kita selama ini--apapun bentuknya--merupakan perwujudan maksimal dari apa yang kita miliki dan usahakan? Masing-masing kita yang mengetahui jawabannya. Nastaghfirullahal adhim. Wallahu a'lam. (Abu Zahrah)

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Khalid Bin Walid


"ORANG seperti dia, tidak dapat tanpa diketahui dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin" demikian keterangan Nabi ketika berbicara tentang Khalid sebelum calon pahlawan ini masuk Islam.


--------------------------------------------------------------------------------

Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Banu Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk diantara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.

Ayah Khalid yang bernama Walid, adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa diantara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka'bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka'bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.

Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka'bah tidak seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-dindingnya yang tua itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana begini Walid maju kedepan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak, "O, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik terhadap rumahMu".

Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, agar Walid masuk Islam. Harapan ini timbul karena Walid seorang kesatria yang berani dimata rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya.

Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-'an itu adalah kalimat-kalimat Allah. Dia pernah mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu.

Ucapan yang terus terang ini memberikan harapan bagi Nabi, bahwa Walid akan segera masuk Islam. Tetapi impian dan harapan ini tak pernah menjadi kenyataan. Kebanggaan atas diri sendiri membendung bisikan-bisikan hati nuraninya. Dia takut kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy. Kesangsian ini menghalanginya untuk menurutkan rayuan-rayuan hati nuraninya. Sayang sekali orang yang begini baik, akhirnya mati sebagai orang yang bukan Islam.

Suku Banu Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Banu Muhzum lah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit.

Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan seperti Banu Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam dilembah Abu Thalib, orang-orang Banu Makhzumlah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.

Latihan Pertama

Kita tidak banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Taif. Kekayaan ayahnya ini membuat Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya.

Dia lebih leluasa dan tidak usah belajar berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah adu tinju dan berkelahi.

Saat itu pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata rakyat.

Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang terpandang dimata rakyat. Hal ini memberikan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman-pamanya. Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengatasi teman-temannya didalam hal adu tenaga. Sebab itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya kedalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang.

Pandangan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan gamblang orang dapat melihat, bahwa dia akan menjadi ahli dalam seni kemiliteran.

Dari masa kanak-kanaknya dia memberikan harapan untuk menjadi ahli militer yang luar biasa senialnya.

Menentang Islam

Pada masa kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol diantara teman-temannya. Dia telah sanggup merebut tempat istimewa dalam hati rakyat. Lama kelamaan Khalid menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy. Pada waktu itu orang-orang Quraisy sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan memusuhi agama Islam dan penganut-penganut Islam. Kepercayaan baru itu menjadi bahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Sebab itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat ber-berakar. Khalid sebagai pemuda Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap kepercayaan baru ini. Hal ini sudah wajardan seirama dengan kehendak alam.

Sejak kecil pemuda Khalid bertekad menjadi pahlawan Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam. Untuk membuktikan bakat dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala pertempuran. Dia harus memperlihatkan kepada sukunya kwalitasnya sebagai pekelahi.

Peristiwa Uhud

Kekalahan kaum Quraisy didalam perang Badar membuat mereka jadi kegila-gilaan, karena penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan kebanggaan mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah tercoreng dimuka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka membuat persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.

Sebagai pemuda Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut merasakan pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.

Sungguhpun kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Dibukit Uhud masih ada suatu tanah genting, dimana tentara Quraisy dapat menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini, Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka agar bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan sampai meninggalkan pos masing-masing.

Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahant-kekalahan yang telah mereka alami di Badar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang Islam.

Sungguh pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka injak.

Kekuatannya menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak buahnya dan mencari kesempatan baik guna melakukan pukulan yang menentukan.

Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu kelapangan.

Pertahanan tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang.

Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam dipusat pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang. Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, sekarang telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat.

Khalid bin Walid telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam.

Hanya pahlawan Khalidlah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan memaksanya untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.

Ketika Khalid bin Walid memeluk Islam Rasulullah sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya. Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematianya diatas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid harapan untuk mati sahid dimedan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas tempat tidur, sesudah perjuangan membela Islam yang luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya sesuai dengan kemaua-Nya.

Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia