Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya." Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci. (QS.As-Shaf:8-9)
Jumat, 18 Desember 2009
Abdullah bin Abbas
Dia pemuda tua, banyak bertanya (belajar), dan sangat cerdas.
Sahabat yang mulia ini mulia segala-galanya, tidak ada yang ketinggalan. Dalam pribadinya terdapat kemuliaan sebagai sahabat Rasulullah saw. Dia beroleh kemuliaan sebagai keluarga dekat Rasulullah karena sebagai anak paman beliau, Abbas bin Abdul Mutthalib. Dia mulia dari sudut ilmu karena dia umat Muhammad yang amat alim dan saleh.
Nama lengkapnya Abdullah bin Abbas. Dia sangat alim tentang kitabullah (Alquran) dan sangat paham maknanya. Dia menguasai Alquran sampai ke dasar-dasarnya, mengetahui sasaran, dan segala rahasianya.
Ibnu Abbas lahir tiga tahun sebelum hijrah. Ketika Rasulullah saw. wafat, dia baru berumur tiga belas tahun. Dalam usia sebaya itu, dia telah menghafal seribu enam ratus enam puluh hadis untuk kaum muslimin yang diterimanya langsung dari Rasulullah dan dicatat oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab sahih mereka.
Setelah Ibnu Abbas lahir ke dunia, bayi yang masih merah itu segera dibawa ibunya kepada Rasulullah saw. Beliau memasukkan air liurnya ke dalam kerongkongan bayi itu. Air liur Nabi yang suci dan penuh berkat itulah yang pertama-tama masuk ke dalam rongga perut anak tersebut, sebelum ia disusukan ibunya. Seiring dengan air liur Nabi, masuk pulalah ke dalam pribadi bayi itu takwa dan hikmah. "Dan siapa saja yang diberi hikmah, sungguh dia telah diberi kebajikan yang banyak." ( Al-Baqarah: 269).
Ketika anak itu meninggalkan usia kanak-kanak dan mulai memasuki usia tamyiz (usia 6 atau 7 tahun), dia tinggal di rumah Rasulullah seperti adik terhadap kakak yang saling mengasihi. Dia menyediakan air wudu beliau apabila hendak wudu. Bila Rasulullah salat, anak itu ikut salat; bila beliau bepergian, dia membonceng di belakang. Sehingga, Ibnu Abbas bagaikan bayang-bayang yang senantiasa mengikuti ke mana saja beliau pergi, atau dia senantiasa berada di seputar beliau. Sementara itu, anak tersebut dapat menyimpan dalam hati dan pikirannya yang bersih segala peristiwa yang dilihat dan kata-kata yang didengarnya, tanpa alat tulis menulis seperti yang kita kenal sekarang.
Ibnu Abbas bercerita mengenai dirinya, "Pada suatu ketika Rasulullah saw. hendak mengerjakan salat. Aku segera menyediakan air wudu untuk beliau. Beliau gembira dengan apa yang kulakukan. Ketika beliau siap untuk salat, dia memberi isyarat kepadaku supaya berdiri di sampingnya. Tetapi, aku berdiri di belakang beliau. Setelah selesai salat, beliau menoleh kepadaku seraya bertanya, "Mengapa engkau tidak berdiri di sampingku?" Jawabku, "Anda sangat tinggi dalam pandanganku, dan sangat mulia untukku berdiri di samping Anda." Rasulullah menadahkan tangannya, lalu berdoa, "Wahai Allah, berilah dia hikmah."
Allah memperkenankan doa Rasulullah tersebut. Dia memberi cucu Hasyim tersebut hikmah, melebihi hikmah ahli-ahli hikmah yang besar-besar. Tentu Anda ingin tahu, hikmah bentuk apa yang telah dilimpahkan Allah kepada Abdullah bin Abbas. Marilah kita perhatikan kisah selanjutnya.
Ketika sebagian sahabat memencilkan dan menghina Khalifah Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas berkata kepada Ali, "Ya, Amirul Mukminin, izinkanlah saya mendatangi mereka dan berbicara kepadanya." Kata Ali, "Saya khawatir risiko yang mungkin engkau terima dari mereka." Jawab Ibnu Abbas, "Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa." Ibnu Abbas masuk ke dalam majlis mereka. Dilihatnya mereka orang-orang yang sangat rajin beribadah. Mereka berkata, "Selamat datang, hai Ibnu Abbas. Apa maksud kedatangan Anda kemari?" Jawab Ibnu Abbas, "Saya datang untuk berbicara dengan tuan-tuan." Sebagian yang lain berkata, "Katakanlah, kami akan mendengarkan bicara Anda." Ibnu Abbas berkata, "Coba tuan-tuan katakan kepada saya, apa sebabnya tuan-tuan membenci anak paman Rasulullah yang sekaligus suami anak perempuan beliau (mantu Rasulullah), dan orang yang pertama-tama iman dengan beliau?" Jawab mereka, "Kami membencinya karena tiga perkara." Tanya Ibnu Abbas, "Apa itu?" Mereka menjawab, "Pertama, dia bertahkim (mengangkat hakim) kepada manusia tentang urusan agama Allah. Kedua, dia memerangi Aisyah dan Muawiyah, tetapi dia tidak mengambil harta rampasan dan tawanan. Ketiga, dia menanggalkan gelar Amirul Mukminin dari dirinya, padahal kaum muslimin yang mengukuhkan dan mengangkatnya. Kata Ibnu Abbas, "Sudikah tuan-tuan mendengar Alquran dan hadis Rasulullah yang saya bacakan? Tuan-tuan tentu tidak akan membantah keduanya. Apakah tuan-tuan bersedia mengubah pendirian tuan-tuan sesuai dengan maksud ayat dan hadis tersebut?" Jawab mereka, "Tentu!" Kata Ibnu Abbas, "Masalah pertama, bertahkim kepada manusia dalam urusan agama Allah. Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram, siapa saja di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu." (Al-Maidah: 95). Saya bersumpah dengan tuan-tuan menyebut nama Allah. Apakah putusan seseorang tentang hak darah atau jiwa, dan perdamaian antara kaum muslimin yang lebih penting ataukah seekor kelinci yang harganya seperempat dirham?"
Jawab mereka, "Tentu darah kaum muslimin dan perdamaian di antara mereka yang lebih penting." Kata Ibnu Abbas, "Marilah kita keluar dari persoalan ini."
Kata Ibnu Abbas, "Masalah kedua, Ali berperang tetapi dia tidak menawan para wanita seperti yang terjadi pada masa Rasulullah. Mengenai masalah ini, sudikah tuan-tuan mencaci Aisyah, lantas tuan-tuan halalkan dia seperti wanita-wanita tawanan yang lain-lain. Jika tuan-tuan mengatakan "Ya," tuan-tuan kafir. Dan, jika tuan-tuan menjawab, dia bukan ibu kami, tuan-tuan kafir juga. Allah SWT berfirman: "Nabi itu hendaknya lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka." (Al-Ahzab: 6).
"Nah, pilihlah mana yang tuan-tuan suka. Mengakui ibu atau tidak. Kata Ibnu Abbas, "Ali menanggalkan gelar 'Amirul Mukminin' dari dirinya. Sesungguhnya ketika Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, mula-mula Rasulullah menyuruh untuk ditulis, inilah perjanjian dari Muhammad Rasulullah. Lalu kata kaum musyrikin, "Seandainya kami mengakui engkau Rasulullah, tentu kami tidak menghalangi engkau mengunjungi Baitullah dan tidak memerangi engkau. Karena itu, tuliskan nama engkau saja, "Muhammad bin Abdullah."
Rasulullah memenuhi permintaan mereka seraya berkata, "Demi Allah, aku adalah Rasulullah, sekalipun kalian tidak mempercayaiku.
"Bagaimana?" tanya Ibnu Abbas, "Tidak pantaskah masalah memakai atau tidak memakai gelar 'Amirul Mukminin' itu kita tanggalkan saja? Jawab mereka, "Ya Allah, kami setuju." Hasil pertemuan Ibnu Abbas dengan mereka (kaum Khawarij) dan alasan-alasan yang dikemukakannya menyebabkan 20.000 orang yang membenci Ali kembali masuk ke dalam barisan Ali. Yang memusuhinya hanya tinggal 4.000 orang.
Waktu muda Abdullah bin Abbas mencari ilmu dengan berbagai cara yang dapat dilakukannya. Waktunya dihabiskan umtuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Mula-mula dia memperoleh ilmu dari mata air yang mulia, yaitu langsung dari Rasulullah sampai beliau wafat. Setelah beliau tiada, dihubunginya ulama-ulama sahabat, lalu dia belajar kepada mereka. Ibnu Abbas pernah bercerita, "Apabila seseorang menyampaikan sebuah hadis kepadaku yang diperolehnya dari seorang sahabat Rasulullah, maka kudatangi sahabat tersebut ke rumahnya waktu dia tidur siang. Lalu, aku bentangkan serbanku dekat tangga rumahnya dan aku duduk di situ menunggu dia bangun. Sementara itu, angin bertiup memenuhi tubuhku dengan debu tanah. Seandainya aku minta izin masuk kepadanya, tentu dia akan mengizinkanku. Tetapi, memang aku sengaja melakukan demikian supaya tidak menganggunya tidur. Ketika dia keluar dan melihatku dalam keadaan demikian, dia berkata, "Wahai anak paman Rasulullah. Mengapa Anda sendiri yang datang ke sini? Mengapa tidak Anda suruh saja seseorang memanggilku. Tentu aku datang memenuhi panggilan Anda!" Jawabku, "Akulah yang harus mendatangi Anda, ilmu harus didatangi, bukan ilmu yang harus mendatangi. Sesudah itu kutanyakan kepadanya hadis yang kumaksud."
Ibnu Abbas rendah hati dalam menuntut ilmu. Dia menghormati derajat ulama. Pada suatu hari Zaid bin Tsabit, penulis wahyu dan ketua pengadilan Madinah bidang Fiqih, Qira'ah, dan Faraidh, mendapat kesulitan karena hewan yang ditungganginya bertingkah. Lalu, Abdullah bin Abbas berdiri ke hadapannya seperti seorang hamba di hadapan majikannya. Ditahannya hewan kendaraan Zain bin Tsabit. Kata Zaid, "Biarkan saja, wahai anak paman Rasulullah!" Jawab Ibnu Abbas, "Beginilah caranya kami diperintahkan Rasulullah terhadap ulama kami." Kata Zaid bin Tsabit, "Coba perlihatkan tangan Anda kepada saya!"
Ibnu Abbas mengulurkan tanganya kepada Zaid, lalu dicium oleh Zaid. "Begitulah caranya kami diperintahkan Rasulullah menghormati keluarga Nabi kami, Kata Zaid."
Ibnu Abbas sangat rajin menuntut ilmu sehingga mencengangkan ulama-ulama besar. Masruq bin Ajda', seorang ulama besar tabi'in berkata, "Paras Ibnu Abbas sangat elok. Bila dia berbicara, bicaranya sangat fasih. Bila dia menyampaikan hadits, dia sangat ahli dalam bidang itu."
Setelah ilmu yang dicarinya sempurna, Ibnu Abbas beralih menjadi guru mengajar. Rumahnya berubah menjadi jam'iah (universitas) kaum muslimin. Memang tidak salah kalau kita katakan universitas, seperti yang kita kenal sekarang. Beda universitas Ibnu Abbas dengan universitas kita sekarang ialah di universitas kita yang mengajar ada sepuluh sampai ratusan orang dosen atau profesor. Tetapi, di universitas Ibnu Abbas yang mengajar Ibnu Abbas seorang.
Salah seorang kawan Ibnu Abbas bercerita, "Saya berpendapat, seandainya kaum Quraisy mau membanggakan universitas Ibnu Abbas, memang pantas mereka bangga. Saya lihat orang banyak sudah penuh berkumpul di jalan menuju ke rumah Ibnu Abbas, sehingga jalan itu sempit dan tertutup oleh kepala orang banyak. Saya masuk menemuinya dan memberi tahu bahwa orang banyak sudah berdesak-desak di muka pintu. Katanya, "Tolong ambilkan saya air wudu!" Lalu dia berwudu dan sesudah itu duduk di ruangan majelis. Katanya, "Siapa yang hendak belajar Alquran suruhlah mereka masuk." Saya keluar memberi tahu orangn banyak. Mereka pun masuk, sehingga seluruh ruangan dan kamar-kamar penuh dengan orang yang hendak belajar Alquran. Apa saja yang mereka tanyakan dijawabnya panjang lebar. Kemudian berkata kepada mereka, "Beri kesempatan kawan-kawan yang lain!" Lalu mereka keluar semuannya. Katanya, "Suruh masuk orang-orang yang hendak belajar tafsir Alquran dan takwilnya!" Maka, kuumumkan kepada orang banyak, sehingga mereka masuk pula memenuhi ruangan dan kamar-kamar. Apa yang ditanyakan mereka dijawabnya sampai mereka puas. Katanya, "Sekarang beri kesempatan pula kawan-kawan yang lain!" Saya disuruhnya keluar menyilakan orang yang hendak belajar tentang halal dan haram dan masalah-masalah fikih. Mereka pun masuk. Segala pertanyaan mereka dijawabnya panjang lebar. Setelah cukup waktunya, dia berkata pula, "Kini beri kesempatan kawan-kawan yang hendak belajar faraid dan sebagainya!" Mereka pun keluar, dan masuk pula orang-orang yang hendak belajar ilmu faraidh. Setelah selesai pelajaran faraid, disuruh masuk pula orang-orang yang hendak sastra Arab, syi'ir dan kata-kata arab yang sulit. Kemudian Ibnu Abbas membagi-bagi hari untuk beberapa macam bidang ilmu dalam beberapa hari, guna mencegah orang berdesak-desakkan di muka pintu. Umpamanya, sehari dalam seminggu untuk bidang ilmu tafsir, besok ilmu fikih, besok ilmu peperangan (sejarah peperangan Rasulullah) atau strategi perang. Sesudah itu ilmu syi'ir, sesudah itu ilmu sastra Arab. Tidak ada orang alim yang duduk dalam majelis Ibnu Abbas melainkan menundukkan diri kepadanya.
Karena kealiman dan kemahirannya dalam berbagai bidang ilmu, dia senantiasa diajak bermusyawarah oleh khalifah rasyidah (bijaksana) sekalipun dia masih muda belia. Apabila Khalifah Umar bin Khattab menghadapi suatu persoalan yang rumit, diundangnya ulama-ulama terkemuka termasuk Ibnu Abbas yang muda belia. Bila Ibnu Abbas hadir, Khalifah Umar memberikan tempat duduk yang lebih tinggi bagi Ibnu Abbas dan Khalifah sendiri duduk di tempat yang lebih rendah seraya berkata, "Anda lebih berbobot daripada kami."
Pada suatu ketika Khalifah Umar mendapat kritik karena perlakuan yang diberikannya kepada Ibnu Abbas melebihi dari ulama yang tua-tua. Maka, kata Umar, "Dia pemuda tua, dia lebih banyak belajar dan berhati tenang."
Ketika Ibnu Abbas beralih mengajar orang-orang tertentu, dia tetap tidak melupakan kewajibannya terhadap orang-orang awam. Maka, dibentuknya majelis-majelis wa'azh dan tadzkir (pendidikan dan pengajaran). Di antara pengajarannya, dia berkata kepada orang-orang yang berdoa, "Wahai orang yang berbuat dosa! Jangan sepelekan akibat-akibat perbuatan dosa itu, sebab ekornya jauh lebih gawat daripada dosa itu sendiri. Kalau engkau tidak merasa malu kepada orang lain, padahal engkau telah berbuat dosa, maka sikap tidak punya malu itu sendiri adalah juga dosa. Kegembiraanmu ketika melakukan dosa, padahal engkau tidak tahu apa yang diperbuat Allah atas dirimu adalah juga dosa. Kalau engkau sedih karena tidak dapat berbuat dosa, maka kesedihanmu itu jauh lebih dosa daripada perbuatan itu. Engkau takut kalau-kalau angin bertiup membukakan rahasiamu, tetapi engkau sendiri telah berbuat dosa tanpa takut akan Allah yang melihatmu. Maka, sikap seperti itu adalah lebih besar dosanya ketimbang perbuatan dosa itu."
"Wahai orang yang berdosa! Tahukah Anda dosa Nabi Ayyub a.s. Yang menyebabkannya mendapat bala (ujian) mengenai jasad dan harta bendanya? Ketahuilah, dosanya hanya karena ia tidak menolong seorang miskin yang minta pertolongannya untuk menyingkirkan kezaliman."
Ibnu Abbas tidak termasuk orang-orang yang pandai berkata tetapi tidak berbuat. Dia tidak termasuk orang yang pandai melarang tetapi tidak menghentikan. Abdullah bin Mulaikah bercerita, "Saya pernah menemani Ibnu Abbas dalam suatu perjalanan dari Mekah ke Madinah. Ketika kami berhenti di suatu tempat, dia bangun tengah malam, sementara yang lain-lain tidur karena lelah. Saya pernah pula melihatnya pada suatu malam membaca ayat ke-19 surah Qaf berkali-kali sambil menangis hingga terbit fajar. Sebagai kesimpulan, tahulah kita bahwa Ibnu Abbas yang berparas tampan itu senantiasa menangis tengah malam karena takut akan siksa Allah sehingga air mata membasahi kedua pipinya.
Ibnu Abbas sampai ke puncak ilmu yang dimilikinya. Pada suatu ketika musim haji, Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan pergi haji. Bersamaan dengan khalifah, pergi pula Abdullah bin Abbas. Khalifah Muawiyah diiringkan oleh pasukan pengawal kerajaan. Abdullah bin Abbas diiringkan oleh murid-muridnya yang berjumlah lebih banyak daripada pengiring Khalifah.
Usia Abdullah bin Abbas mencapai tujuh puluh satu tahun. Selama itu dia telah memenuhi dunia dengan ilmu, paham, hikmah, dan takwa. Ketika dia meninggal, Muhammad bin Hanafiyah turut melakukan salat atas jenazahnya bersama-sama dengan para sahabat yang lain-lain serta para pemuka tabi'in.
Tatkala mereka menimbun jenazahnya dengan tanah, mereka mendengar sura membaca, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi diridai-Nya. Masuklah ke dalam kelompok jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke surga-Ku" (Al-Fajr: 27 -- 30).
Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, Dr. Abdur Rahman Ra'fat Basya
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Indonesia
Minggu, 13 Desember 2009
PEMUDA ISLAM BANGKITLAH !!
Tenang-tenang sajalah…masih ada waktu tuk kita. Saantaai..santai sajalah…masih ada waktu tersisa.
Bahwa masa muda adalah masa buat happy-happy, yang penting tetep gaya, oke, pinter, dan gaul. Ya nggak ? Padahal, dibalik semua itu sebagai pemuda atau siapa pun yang masih mempunyai semangat dan jiwa muda kita punya tugas dan misi besar.
Misi yang jauh lebih besar dari misi-misi agen BIN,DS88,FBI,CIA, bahkan agen Mossad yang tak pernah berhenti untuk menghancurkan umat Islam. Misi yang langsung Allah berikan untuk kita.Misi untuk memberlakukan hukum-hukumNya diseluruh penjuru dunia dan untuk mengalihkan manusia dari penghambaan terhadap sesamanya. Juga untuk membebaskan umat manusia dari alam yang sempit menuju alam bebas merdeka.
Misi yang sesuai dengan sunatullah penciptaan manusia, yaitu untuk mewujudkan ketaatan dan pengabdian kepada Allah serta untuk menyerahkan diri sepenuhnya terhadap seluruh keputusanNya. Sebagai mana yang dikatakan Allah dalam firmanNya :
" Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." ( Adz Dzariyat : 56 )
Disadari atau tidak masa muda adalah masa yang paling produktif bagi seorang insan. Maka sangat disayangkan jika kita menyia-nyiakan begitu saja masa muda kita. Masa disaat fisik kita masih sangat kuat, sel-sel otak kita masih cerdas untuk menangkap materi-materi yang kita dapatkan, dan terutama masa yg akan dimintai pertanggungjawabanNya.
Dengan misi yang teramat berat diatas sebagai seorang pemuda muslim kita harus memiliki lima macam kriteria yang harus kita yakini sepenuhnya, yaitu :
1. Iman yang kuat
Jagalah dalam hati kalian agar Iman tidak mudah goyah dan surut. Sesuai firman Allah dalam QS Al-Hujurat : 15.
Iman yang kuat, seperti pohon yang akarnya menghujam kedalam tanah, batangnya menjulang kuat, dan diantara daunnya yang rimbun akan dihasilkan buah akhlaq dan amal yang manis rasanya. Maka inilah saatnya memperkokoh iman kita. Mempersiapkan diri menghadapi berbagai tantangan yang akan selalu berputar dalam catatan kehidupan kita.
2. Keikhlasan yang Sungguh-sungguh
" Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam ( menjalankan ) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus."
( Al Bayinah : 5 )
Orang mukmin yang lurus adalah jika pendorong agama didalam hatinya bisa mengalahkan pendorong hawa nafsu, porsi akhirat bisa mengalahkan porsi dunia, mementingkan apa yang ada disisi Allah dari pada apa yang ada disisi manusia, menjadikan niat, perkataan dan amalnya bagi Allah, menjadikan shalat, ibadah, hidup dan matinya bagi Allah, Rabb semesta alam. Inilah ikhlas.Memang bukan hal yang mudah untuk diamalkan, tapi keikhlasan adalah landasan dari amal yang kita kerjakan. Bukankah kita tak ingin sekedar menabung kesia-siaan !
3. Tekad yang kuat tanpa rasa takut
" (Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." ( Al Ahzab : 39 )
Saatnya untuk membangkitkan hamasah ( semangat ) dan azam dalam hati kita. Untuk tetap istiqomah dan memperbaiki diri agar menjadi insan-insan yang unggul dan bermanfaat bagi sesamanya.Tanpa tekad yang kuat jangan berharap kita akan dapat berubah dan meraih kemenangan.
4. Usaha yang berkesinambungan
Salah satu yang harus dipenuhi dalam mewujudkan misi kita ialah tidak mengenal rasa jenuh dan malas.
" Dan katakanlah :"Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, …" ( QS At Taubah : 105 )
Kemalasan adalah faktor terbesar dari diri kita yang telah begitu lama membuat kita lalai dan terbuai. Padahal tiap detik yang kita lalui akan selalu tercatat dalam kitab amalan kita. Akan ada masa pertanggungjawaban, siapkah kita, apa yang akan kita katakan saat Allah bertanya untuk apa masa mudamu digunakan ?
5. Pengorbanan
Pengorbanan adalah sesuatu yang wajar sebagai bukti kecintaan kita pada Allah. Harta, jiwa, raga dan segala macam pengorbanan menjadi konsekuensi yang logis bagi orang yang sedang gila cinta. Adik-adikku,karena itulah besar kecil pengorbanan seorang mukmin juga menjadi tolak ukur seberapa besar cinta dan keimanannya pada Allah dan Rasulnya.
Pada dasarnya kelima kriteria di atas merupakan ciri khas orang-orang yang menepati janjinya kepada Allah. Ingatlah, sesungguhnya landasan iman adalah jiwa yang suci. Landasan keikhlasan adalah hati yang jernih. Landasan tekad adalah semangat yang kuat membara. Landasan usaha ialah kemauan yang keras dan landasan pengorbanan adalah aqidah yang kokoh.
Kini yang ada dihadapan kita adalah kenyataan bahwa umat Islam tengah berada di persimpangan jalan. Dunia Islam pada umumnya menghadapi benturan keras dari arus ideologi, pemikiran, moralitas, adat istiadat, kebudayaan, dan lain-lain.Mari kita berkaca diri, berapa banyak kita mendengarkan kaset-kaset barat dibandingkan kaset-kaset murotal. Atau berapa sering kita lebih memilih mode barat dibandingkan pakaian yang Islami. Maka tak dapat dipungkiri, bahwa kini masyarakat kita ( dan juga kita ) sedang sakit parah.
Sakit yang tidak hanya dapat disembuhkan dengan pemeriksaan fisik dan pemberian terapi medikamentosa. Tapi sakit yang membutuhkan pengobatan yang intensif untuk memulihkan kembali kesehatannya. Umat kita mendambakan seorang yang dapat menggandeng tangannya untuk menuju ke atas bahtera keselamatan untuk kemudian berlabuh di pantai kedamaian. Umat kita membutuhkan penyelamatan, petunjuk dan perbaikan.Dan pemuda muslim adalah satu-satunya tempat melabuhkan semua harapan. Pemuda Islamlah penentu kebangkitan dan eksistensinya.
Maka berilah qudwah ( panutan) yang baik kepada orang lain dalam segala sesuatu. Dan mulailah dari diri kita ( ibda bi'nafsik ). Bangkitlah, dan bercerminlah pada kader-kader mukmin yang digembleng Rasulullah di Darul Arqom.Mereka adalah pemuda-pemuda yang tangguh. Dari tangan merekalah terbit fajar Islam. Bagaimana tidak ? Pada waktu itu usia Rasulullah sendiri pun baru menginjak empat puluh tahun ketika beliau diangkat menjadi rasul. Sedangkan Abu Bakar pada waktu itu berusia tiga tahun lebih muda dari usia Nabi Saw. Bahkan Umar bin Khattab masih berusia 27 tahun dan Ali ra adalah orang termuda dari keempat khalifah tersebut. Juga para mujahid yang tangguh, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abdul Rahman bin Auf, Al Arqam bin Arqam, dan puluhan bahkan ratusan pemuda lainnya.
Dalam mengemban risalah dawah, mereka dengan tabah menanggung siksaan. Mereka rela berkorban demi lancarnya perjuangan Siang dan malam berusaha keras mewujudkan kemenangan gemilang serta keeksistensian Islam. Bagaimana dengan kita? Perbaikan diri bagaimana pun harus dimulai dari diri kita sendiri, sebelum kita menyeru orang lain dan mengajak sebanyak mungkin saudara-saudara kita menuju surga. Maka inilah saatnya kita mulai tiap detik selangkah lebih baik !
Janji Allah pasti akan terwujud, bahwa Islam akan kembali berjaya. Maka seperti yang dikatakan oleh Ulama mesir bahwa "Umat harus bangkit. Namun aset umat ini untuk kembali bangkit telah terkuras habis, kecuali satu : itulah pemuda." Ya, inilah saatnya bagi kita untuk bangkit, untuk senantiasa berada dalam garis keseimbangan antara amal, akal, dan ruhiyah . Pilihan kini berada ditangan kita, untuk menjadi umat pengganti atau yang tergantikan ???
Wallahu alam bishawab.
sumber : http://iqraku.blogspot.com
Pengalamanku Bertemu Syekh Usamah bin Ladin (2)
Kembali mengenai Syekh Usamah bin Ladin, sebagaimana yang telah saya sampaikan sebelumnya, saya mulai memperhatikan kepribadian dan sifat-sifat utamanya, bagaimana berdirinya, duduknya, cara bercakap-cakap, cara berjalan, cara makan, ketawanya, senyumnya, pergaulannya dengan orang lain, bagaimana bahasanya, cara berpakaian, cara mendidik anaknya, nasehat-nasehat yang disampaikan dan sebagainya.
Maka kesimpulan saya -Wallahu a'lam bis-showwab- beliau adalah salah seorang laki-laki yang tidak keluar dari fikirannya, ucapannya dan perbuatannya serta gerak-geriknya kecuali mengandung hikmah, saya tidak megatakan bahwa dia adalah maksum, sebab yang maksum adalah Rasulullah saw, namun begitulah penilaian saya selama saya bergaul dengan beliau dan saya tidak mensucikan seorang pun selain Allah.
Saya hanya menilai dari segi lahirnya adapun batinnya Allah swt yang Maha Tahu, dan siapapun tidak bisa memonitor beliau terus-menerus selama 24 jam sehari-semalam karena hal tersebut sangat tidak mungkin saya lakukan, tetapi dengan pergaulan yang pernah saya alami, saya bisa memberikan beberapa penilaian mudah-mudahan penilaian ini tidak berlebih-lebihan dan tidak pula terlalu kurang (tidak ifrath dan tafrith). Penilaian itu antara lain :
1. Aqidah.
Beliau beraqidah salaf, dengan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah hal ini sering beliau nyatakan sendiri dengan lisannya.
2. Madzhab Fiqh.
Saya tidak atau belum mendapatkan informasi tentang madzhab fiqih yang beliau ikuti apakah beliau mengikuti Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hambali atau Dzhahiri, tetapi yang jelas cara beliau beribadah terutama sifat sholat beliau mengikuti sunnah Nabi saw.
3. Akhlak dan Adab.
Sebagaimana yang telah saya uraikan sebelumnya beliau termasuk orang yang sangat memegang dan memperhatikan akhlak dan adab baik akhlak-akhlak yang asas maupun yang nampaknya kecil Akhlak Asas contohnya :
Al-Wala wal Bara'
Beliau sangat kasih sayang kepada orang yang beriman dari manapun juga dan dari Harokah atau Jamaah apapun juga.
Keras terhadap orang-orang kafir. Hal ini sangat menonjol sekali khususnya terhadap musuh-musuh Islam Yahudi Amerika dan sekutu-sekutunya, barangkali karena inilah beliau menduduki rangking pertama dalam sejarah manusia -wallahu a'lam- sosok manusia yang paling ditakuti dan dicari oleh seluruh musuh-musuh Islam baik yang di timur maupun yang di barat, baik yang kafir maupun yang musyrik atau yang munafik dan ini merupakan keutamaan yang Allah swt berikan kepada beliau, posisi beliau menjadikan orang-orang kafir yang berada di bawah kolong langit ini semua marah.
Allah Swt berfirman dalam surat At-Taubah (9) : 120.
"Dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh melainkan dituliskan bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal sholeh."
Subhanallah- jika beliau Ikhlas berapa banyak setiap detiknya amal sholeh yang beliau dapat kantongi meskipun hanya tidur di tempat persembunyiannya saja.
Saya jadi teringat keutamaan para Ashabul Kahfi, yang ditidurkan oleh Allah selama 300 tahun, jika dihitung dengan tahun Masehi dan 309 jika dihitung dengan tahun Hijriyah, mereka para pemuda itu tidur saja ditakuti.
Lihat firman Allah surat Al-Kahfi (18) : 18.
"Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari merka dengan melarikan diri dan tentulah hati kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka."
Kalau kita, jungkir balik pun musuh tidak ada rasa takut sedikitpun pada diri kita, apa rahasianya..? karena Iman kita lemah dan ruhul Jihad tidak ada..
Beliau juga menjaga adab-adab sebagai contoh :
Adab Makan.
Kebiasaan orang Arab termasuk juga Afghan dan mayoritas manusia di muka bumi kecuali yang dirahmati Allah- kurang memperhatikan terutama dalam membuang atau menyisakan makanan atau tercecernya ketika makan, padahal dalam hadits sampai yang jatuhpun diperintahkan untuk dibersihkan dan agar dimakan lagi, tidak boleh menyisakan makanan di tempatnya karena siapa tahui justru di situ ada barakahnya.
Beliau.. -Subhanallah- kalau makan tidak ada satupun nasi yang jatuh di hadapan saya, hal ini sangat mengherankan saya karena mampu melawan kebiasaan yang telah membudaya.
Penampilan Harian
Beliau selalu membawa mushaf kecil, senjata (rifle) sejenis AK (Authomatic Kalashnikov) atau Klashenkov dan tongkat. Ketiga-tiganya mushaf, senjata (rifle) dan membawa tongkat adalah bagian dari Sunnah.
Adab berbicara dengan orang lain.
Beliau jika berbicara dengan orang lain (bukan di dalam majelis) beliau biasanya menghadapkan seluruh anggota badanya kepada orang yang diajak bicara sambil menebar senyuman jika diperlukan atau terkadang berubah serta merta menjadi serius sekali dengan tatapan mata yang sangat tajam.
Wallahu'alam bis showab!
sumber : www.arrahmah.com
Mus’ab bin Umair - Duta Islam Pertama
Mus’ab bin Umair adalah sahabat Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang sangat berjasa dan menjadi teladan kepada umat Islam sepanjang zaman. Sebelum memeluk Islam, dia berperawakan lemah lembut, suka berpakaian kemas, mahal dan indah. Malah dia selalu bersaing dengan kawan-kawannya untuk berpakaian sedemikian. Keadaan dirinya yang mewah dan rupanya yang kacak menyebabkan Mus’ab menjadi kegilaan gadis di Makkah. Mereka sentiasa berangan-angan untuk menjadi isterinya.
Mus’ab sebenarnya adalah anak yang paling disayangi ibunya berbanding adik adiknya yang lain. Apa sahaja permintaannya tidak pernah ditolak. Oleh itu tidaklah mengherankan apabila ibunya begitu marah selepas mendapat tahu Mus’ab telah menganut Islam. Ibunya telah mengurung dan menyiksa Mus’ab selama beberapa hari dengan harapan dia akan meninggalkan Islam. Tindakan ibunya tidak sedikit pun menimbulkan rasa takut pada Mus’ab, sebaliknya dia tidak jemu-jemu membujuk ibunya memeluk Islam kerana sayang pada ibunya. Mus’ab membuat pelbagai usaha tetapi semua tindakannya hanya menambahkan lagi kemarahan dan kebencian ibunya.
Pada suatu hari Mus’ab melihat ibunya dalam keadaan pucat lesu. Dia pun menanyakan sebabnya. Kata ibunya, dia telah berniat di hadapan berhala bahwa dia tidak akan makan dan minum sehingga Mus’ab meninggalkan Islamnya. Mendengar jawaban ibunya, Mus’ab berkata kepada ibunya: “Andaikata ibu mempunyai seratus nyawa sekalipun, dan nyawa ibu keluar satu demi satu, nescaya saya tetap tidak akan meninggalkan Islam sama sekali”.
Mendengar jawaban Mus’ab yang begitu tegas dan berani, ibunya pun mengusir Mus’ab dari rumah, maka Tinggallah Mus’ab bersama-sama Rasulullah dan sahabat-sahabat yang sangat daif ketika itu. Untuk meneruskan kehidupannya, Mus’ab berusaha sendiri bekerja mencari nafkah dengan menjual kayu api. Apabila sampai berita ini kepada ibunya, dia merasa amat marah dan malu kerana kebangsawanannya telah dicemari oleh sikap Mus’ab. Adik-beradik Mus’ab juga sering menemui dan memujuknya supaya kembali menyembah berhala. Tetapi Mus’ab tetap mempertahankan keimanannya.
Sewaktu ancaman dan seksaan kaum Quraisy ke atas kaum Muslim menjadi-jadi, Rasulullah telah mengarahkan supaya sebahagian sahabat berhijrah ke Habysah. Mus’ab turut bersama-sama rombongan tersebut. Sekembalinya dari Habsyah, keadaan beliau semakin berubah. Kurus kering dan berpakaian compang-camping lantaran penyiksaan Quraisy ke atasnya. Keadaan itu menimbulkan rasa sedih di dalam hati Rasulullah. Kata-kata Rasulullah mengenai Mus’ab sering disebut-sebut oleh sahabat:, “Segala puji bagi bagi Allah yang telah menukar dunia dengan penduduknya. Sesungguhnya dahulu saya melihat Mus’ab seorang pemuda yang hidup mewah ditengah-tengah ayah bondanya yang kaya raya. Kemudian dia meninggalkan itu semua kerana cinta kepada Allah dan Rasul-Nya”.
Apabila ibu Mus’ab mendapat tahu mengenai kepulangannya, dia memujuk anaknya supaya kembali kepada berhala. Dia mengutuskan adik Mus’ab yang bernama Al-Rum untuk memujuknya. Namun Mus’ab tetap dengan pendiriannya. Bagaimanapun tanpa pengetahuan ibunya, Al-Rum juga sudah memeluk Islam tetapi dia merahsiakannya. Mus’ab, adalah orang pertama diutus oleh Nabi ke Madinah untuk berdakwah. Hasil dakwahnya, pada tahun tersebut 12 orang Madinah Masuk Islam dan bertemu dengan Nabi di Musim Haji untuk mengikat janji setia dengan Nabi (Perjanjian A’qabah 1). Pada tahun berikutnya 70 lagi orang Madinah masuk Islam dan datang ke Mekah di musim Haji untuk berjanji setia dengan Nabi (Perjanjian A’qabah 2). Kejayaan cemerlangnya inilah, pembuka jalan kepada Nabi dan para sahabat untuk berhijrah ke Madinah.
Sewaktu terjadi peperangan Uhud, Mus’ab ditugaskan memegang bendera-bendera Islam. Peringkat kedua peperangan telah menyebabkan kekalahan di pihak tentera Muslimin. Tetapi Mus’ab tetap tidak berganjak dari tempatnya dan menyeru: Muhammad adalah Rasul, dan sebelumnya telah banyak diutuskan rasul.
Ketika itu, seorang tentera berkuda Quraisy, Ibn Qamiah menyerbu ke arah Mus’ab dan menetak tangan kanannya yang memegang bendera Islam. Mus’ab menyambut bendera itu dengan tangan kirinya sambil mengulang-ulang laungan tadi. Laungan itu menyebabkan Ibn Qamiah bertambah marah dan menetak tangan kirinya pula. Mus’ab terus menyambut dan memeluk bendera itu dengan kedua-dua lengannya yang kudung. Akhirnya Ibn Qamiah menikamnya dengan tombak. Maka gugurlah Mus’ab sebagai syuhada’ Uhud.
Al-Rum, Amir ibn Rabiah dan Suwaibit ibn Sad telah berusaha mendapatkan bendera tersebut daripada jatuh ke bumi. Al- Rum telah berjaya merebutnya dan menyaksikan sendiri syahidnya Mus’ab. Al- Rum tidak dapat lagi menahan kesedihan melihat kesyahidan abangnya. Tangisannya memenuhi sekitar bukit Uhud. Ketika hendak dikafankan, tidak ada kain yang mencukupi untuk menutup jenazahnya. Keadaan itu menyebabkan Rasulullah tidak dapat menahan kesedihan hingga bercucuran air mata baginda. Keadaannya digambarkan dengan kata-kata yang sangat masyhur:
"Apabila ditarik kainnya ke atas, bahagian kakinya terbuka. Apabila ditarik kainnya ke bawah, kepalanya terbuka. Akhirnya, kain itu digunakan untuk menutup bahagian kepalanya dan kakinya ditutup dengan daun-daun kayu."
Demikian kisah kekuatan peribadi seorang hamba Allah dalam mempertahankankebenaran dan kesucian Islam. Beliau jugalah merupakan pemuda dakwah yangpertama mengetuk setiap pintu rumah di Madinah sebelum berlakunya hijrah.
Kisahnya mempamerkan usaha dan pengorbanannya yang tinggi untuk menegakkan kebenaran. Semua itu adalah hasil proses tarbiyah yang dilaksanakan oleh Rasulullah.
Mus’ab telah menjadi saksi kepada kita akan ketegasan mempertahankan aqidah yang tidak berbelah bagi terhadap Islam sekalipun teruji antara kasih sayang kepada ibunya dengan keimanan. Mus’ab lebih mengutamakan kehidupan Islam yang serba sederhana berbanding darjat dan kehidupan serba mewah. Dia telah menghabiskan umurnya untuk Islam, meninggalkan kehebatan dunia, berhijrah zahir dan batin untuk mengambil kehebatan ukhrawi yang sejati sebagai bekalan akhirat.
arrahmah/Iqraku
Langganan:
Postingan (Atom)