Sabtu, 14 Agustus 2010

Khalid Bin Walid Radhiyallahu 'Anhu


"ORANG seperti dia, tidak dapat tanpa diketahui dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin" demikian keterangan Nabi ketika berbicara tentang Khalid sebelum calon pahlawan ini masuk Islam.

------------------------------------------------------------------------------------

Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Banu Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk diantara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.

Ayah Khalid yang bernama Walid, adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa diantara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka'bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka'bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.

Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka'bah tidak seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-dindingnya yang tua itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana begini Walid maju kedepan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak, "O, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik terhadap rumahMu".

Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, agar Walid masuk Islam. Harapan ini timbul karena Walid seorang kesatria yang berani dimata rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya.

Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-'an itu adalah kalimat-kalimat Allah. Dia pernah mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu.

Ucapan yang terus terang ini memberikan harapan bagi Nabi, bahwa Walid akan segera masuk Islam. Tetapi impian dan harapan ini tak pernah menjadi kenyataan. Kebanggaan atas diri sendiri membendung bisikan-bisikan hati nuraninya. Dia takut kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy. Kesangsian ini menghalanginya untuk menurutkan rayuan-rayuan hati nuraninya. Sayang sekali orang yang begini baik, akhirnya mati sebagai orang yang bukan Islam.

Suku Banu Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Banu Muhzum lah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit.

Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan seperti Banu Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam dilembah Abu Thalib, orang-orang Banu Makhzumlah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.

Latihan Pertama

Kita tidak banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Taif. Kekayaan ayahnya ini membuat Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya.

Dia lebih leluasa dan tidak usah belajar berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah adu tinju dan berkelahi.

Saat itu pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata rakyat.

Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang terpandang dimata rakyat. Hal ini memberikan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman-pamanya. Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengatasi teman-temannya didalam hal adu tenaga. Sebab itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya kedalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang.

Pandangan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan gamblang orang dapat melihat, bahwa dia akan menjadi ahli dalam seni kemiliteran.

Dari masa kanak-kanaknya dia memberikan harapan untuk menjadi ahli militer yang luar biasa senialnya.

Menentang Islam

Pada masa kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol diantara teman-temannya. Dia telah sanggup merebut tempat istimewa dalam hati rakyat. Lama kelamaan Khalid menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy. Pada waktu itu orang-orang Quraisy sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan memusuhi agama Islam dan penganut-penganut Islam. Kepercayaan baru itu menjadi bahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Sebab itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat ber-berakar. Khalid sebagai pemuda Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap kepercayaan baru ini. Hal ini sudah wajardan seirama dengan kehendak alam.

Sejak kecil pemuda Khalid bertekad menjadi pahlawan Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam. Untuk membuktikan bakat dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala pertempuran. Dia harus memperlihatkan kepada sukunya kwalitasnya sebagai pekelahi.

Peristiwa Uhud

Kekalahan kaum Quraisy didalam perang Badar membuat mereka jadi kegila-gilaan, karena penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan kebanggaan mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah tercoreng dimuka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka membuat persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.

Sebagai pemuda Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut merasakan pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.

Sungguhpun kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Dibukit Uhud masih ada suatu tanah genting, dimana tentara Quraisy dapat menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini, Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka agar bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan sampai meninggalkan pos masing-masing.

Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahant-kekalahan yang telah mereka alami di Badar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang Islam.

Sungguh pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka injak.

Kekuatannya menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak buahnya dan mencari kesempatan baik guna melakukan pukulan yang menentukan.

Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu kelapangan.

Pertahanan tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang.

Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam dipusat pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang. Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, sekarang telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat.

Khalid bin Walid telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam.

Hanya pahlawan Khalidlah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan memaksanya untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.

Ketika Khalid bin Walid memeluk Islam Rasulullah sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya. Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematianya diatas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid harapan untuk mati sahid dimedan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas tempat tidur, sesudah perjuangan membela Islam yang luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya sesuai dengan kemaua-Nya.

Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Bara' bin Malik r.a


Lelaki perkasa ini tidak lain adalah saudara dari Anas bin Malik r.a, khodim Rasulullah S.a.w. Keberanian dan keperkasaannya di medan laga sudah sudah tidak diragukan lagi. Pernah dalam satu perang tanding beliau berhasil menghabisi seratus jagoan dari kaum kafir. Baginya, memasuki jannah dengan mati syahid adalah dambaan yang selalu dicarinya, karena itu sejak perrang Uhud beliau tidak pernah absen menyertai Rasulullah S.a.w dalam setiap pertempuran.

Ketika Abu Bakar r.a berkuasa, banyak terjadi pembangkangan, antara lain pembangkangan Musailamah Al Kadzab yang mengaku sebagai Nabi. Segera Abu Bakar memberangkatkan pasukan menggempur pasukan Musailamah yang tangguh.

Pertempuran antar dua pasukan pun terjadi dengan serunya di Yamamah. Bara` r.a seperti biasanya segera mengamuk menebas setiap musuh yang berada didekatnya. Namun kekuatan musuh yang cukup solid hampir membuat semangat tempur kaum muslimin mengendor. Segera Bara' berteriak dengan suara yang lantang, " Wahai manusia! Demi Allah, tidak ada lagi bagiku Madinah..! yang ada hanyalah jannah!".Lalu beliau pukul kudanya melesat menyerbu ketengah-tengah kumpulan musuh. Melihat hal itu, sontak semangat kaum muslimin kembali bangkit dan segera menyusul Bara' menggempur musuh dengan satu tekad, mati menuju jannah. Akibatnya pasukan Musailamah terdesak dan mundur memasuki benteng pertahanannya.

Untuk membobol pintu benteng, Bara' berinisiatif agar kawan-kawannya melemparkan dirinya melewati atas benteng kemudian nanti beliau yang akan membuka pintunya. Sungguh suatu keberanian yang luar biasa. Usul itupun dilaksanakan. Setelah beliau berhasil masuk segera pintu benteng dibukanya setelah sebelumnya harus menghabisi sepuluh nyawa pasukan penjaga benteng. Bagaikan air bah pasukan muslimin segera memasuki benteng dan menghabisi perlawanan Musailamah sang pendusta. Pada peperangan ini Bara' harus merakan lebih dari 80 luka akibat serangan lawan.

Kini, Bara' telah berada dalam pertempuran lain, perang dengan pasukan penyembah api, satu diantaranya adi daya kekafiran saat itu; pasukan Persia dengan segala perlengkapannya. Perang-pun berkecamuk dengan dasyatnya, dan pasukan Persi ternyata menunjukkan kelasnya sebagai pasukan elite. Mereka berhasil mendesak tentara muslimin. Maka orang-orangpun berkata kepada Bara' bin Malik, " Wahai Bara', sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda kepadamu, sesungguhnya jika engkau memohon kepada Allah S.W.T pasti Dia mengabulkan, maka berdo`alah kepada-Nya untuk kehancuran musuh ".Bara' lalu berdo`a memohon kehancuran pasukan musuh dan agar dirinya mendapat syahid bertemu dengan Nabi-nya yang mulia. Allah mengabulkan doa`nya sehingga kaum muslimin berhasil melumpuhkan lawan, dan Bara' pun memperoleh apa yang selama ini dicita-citakannya, syahid dijalan Allah. Bara' ?betapa wangi merah darahmu?kamipun rindu menyusulmu. Wallahu a`lam.

(Disarikan dari Shifatu Ash-Shofwah dan Rijal Khaula Rasul).
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu


Ia adalah orang yang pertama kali mengumandangkan Al-Qur'an dengan suara merdu.

Sebelum Rasulullah masuk kerumah Arqam, Abdullah bin Mas'ud telah beriman kepadanya dan merupakan orang keenam yang masuk Islam dan mengikuti Rasulullah SAW. Dengan demikian, ia termasuk golongan pertama yang masuk Islam.

Pertemuannya yang mula-mula dengan Rasulullah itu diceritakannya sebagi berikut:

"Ketika itu saya masih remaja, mengembalakan kambing kepunyaan 'Uqbah bin Mu'aith. Tiba-tiba datang Nabi Muhammad SAW bersama Abu bakar, dan bertanya, "Hai nak, apakah kamu punya susu untuk minuman kami? "Aku orang kepercayaan," ujarku, "dan tak dapat memberi anda minuman...!"
Maka sabda Nabi SAW, "Apakah kamu punya kambing betina mandul yang belum dikawini oleh yang jantan...?" "Ada," ujarku. Lalu saya bawa ia kepada mereka. Kambing itu diikat kakinya oleh Nabi lalu di sapu susunya sambil memohon kepada Allah SWT. Tiba-tiba susu itu berair banyak, kemudian Abu Bakar mengambilkan sebuah batu cembung yang di gunakan Nabi untuk menampungan perahan susu. Lalu Abu bakar minumlah dan saya pun tidak ketinggalan... setelah itu, Nabi menitahkan kepada susu, "Kempislah!" maka susu itu menjadi kempis...

Setelah peristiwa itu saya mendatangi Nabi, kataku, "Ajarkanlah kepadaku kata-kata tersebut!" Ujar Nabi SAW, " Engkau akan menjadi seorang anak yang terpelajar!"

Alangkah heran dan ta'jubnya Ibnu Mas'ud ketika menyaksikan seorang hamba Allah yang shalih dan utusan-Nya yang di percaya memohon kepada Tuhannnya sambil menyapu ke susu hewan yang belum pernah berair selama ini, tiba-tiba mengeluarkan kurnia dan rizqi dari Allah berupa air susu murni yang enak buat di minum...!

Pada saat itu belum disadarinya bahwa peristiwa yang disaksikannya itu hanyalah merupakan mu'jizat paling enteng dan tidak begitu berarti, dan bahwa tidak berapa lama lagi dari Rasulullah SAW yang mulia ini akan di saksikannya mu'jizat yang akan mengguncangkan dunia dan memenuhinya dengan petunjuk serta cahaya.

Bahkan pada saat itu juga belum di ketahuinya, bahwa yang dirinya sendiri yang ketika itu masih seorang remaja yang lemah lagi miskin, yang menerima upah sebagai pengembala kambing milik 'uqbah bin Mu'aith, akan muncul sebagai salah satu dari mu'jizat ini, yang setelah di tempa oleh Islam akan menjadi seorang beriman, dan akan mengalahkan kesombongan orang-orang Quraisy dan menaklukan kesewenangan para pemukanya.

Maka ia, yang selama ini tidak berani lewat dihadapan salah seorang pembesar Quraisy kecuali dengan menjingkatkan kaki dan menundukan kepala, di kemudian hari setelah masuk Islam, ia tampil di didepan para majlis para bangsawan si sisi Ka'bah, sementara semua pemimpin dan pemuka Quraisy duduk berkumpul, lalu berdiri di hadapan mereka dan mengumandangkan suaranya yang merdu dan membangkitkan minat, berisikan wahyu Illahi Al-Qur'anul Karim:

"Bismillahirrahmaanirrahiim...
Allah yang Maha Rahman...
Yang telah mengajarkan Al-Qur'an...
Menciptakan insan...
Dan menyampaikan padanya penjelasan...
Matahari dan bulan beredar menurut...
Perhitungan...
Sedang bintang dan kayu-kayuan sama...
Sujud kepada Tuhan...

Lalu di lanjutkannya bacaanya, sementara pemuka-pemuka Quraisy sama terpesona, tidak percaya akan pandangan mata dan pendengaran telinga mereka... dan tak tergambar dalam fikiran mereka bahwa orang yang menantang kekuasaan dan kesombongan mereka..., tidak lebih dari seorang upahan di antara mereka, dan pengembala kambing dari salah seorang bangsawan Quraisy... yaitu Abdullah bin Mas'ud, seorang yang miskin yang hina dina...!

Marilah kita dengan keterangan dari saksi mata melukiskan peristiwa yang amat manarik dan mena'jubkan itu! Orang itu tiada lain dari Zubair r.a. katanya:

"Yang mula-mula menderas Al-Qur'an di Mekah setelah Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Mas'ud r.a. pada suatu hari para sahabat Rasulullah SAW berkumpul, kata mereka, "Demi Allah orang-orang Quraisy belum lagi mendengar sedikitpun Al-Qur'an ini di baca dengan suara keras di hadapan mereka. Nah, siapa diantara kita yang bersedia mendengarkannya kepada mereka...?"

Maka kata Abdullah bin Mas'ud, "Saya." Kata mereka, "Kami khawatir akan keselamatan dirimu! Yang kami inginkan adalah seorang laki-laki yang mempunyai kerabat yang akan mempertahankan dari orang-orang itu jika mereka bermaksud jahat..." "Biarkanlah saya!"kata Abdullah bin Mas'ud pula, "Allah pasti membela."

Maka datanglah Abdullah bin Mas'ud kepada kaum Quraisy di waktu Dhuha, yakni ketika mereka berada di balai pertemuannya... Ia berdiri di panggung lalu membaca "Bismillahirrahmaanirrahiimi" dan dengan mengeraskannya suaranya; Arrahman...'allamal Qur'an...
Lalu sambil menghadap kepada mereka di terusksanlah bacaannya. Mereka memperhatikannya sambil bertanya sesamanya, "Apa yang di baca oleh anak si Ummu'Abdin itu...? Sungguh, yang dibacanya itu ialah yang dibaca oleh Muhammad!"

Mereka bangkit mendatanginya dan memukulinya, sedang Abdullah bin Mas'ud membacanya sampai batas yang di kehendaki Allah... Setelah itu dengan muka dan tubuh yang babak belur ia kembali kapada para sahabat. Kata mereka, "Inilah yang kami khawatirkan tentang dirimu...!" Ujar Abdullah bin Mas'ud, "Sekarang ini tak ada yang lebih mudah bagiku dari menghadapi musuh-musuh Allah itu! Dan seandainya tuan-tuan menghendaki, saya akan mendatangi mereka lagi dan berbuat yang sama esok hari...!" Ujar mereka, "Cukuplah demikian! Kamu telah membacakan kepada mereka barang yang menjadi tabu bagi mereka!"

Benar, pada saat Abdullah bin Mas'ud tercengang melihat susu kambing tiba-tiba berair sebelum waktunya, belum menyadari bahwa ia bersama kawan-kawan senasib dari golongn miskin tidak berpunya, akan menjadi salah satu mu'jizat besar dari Rasulullah saw, yakni ketika mereka bangkit memanggul panji-panji Allah dan menguasai dengannya cahaya siang dan sinar matahari. Tidak di ketahuinya bahwa saat itu telah dekat... Kiranya secepat itu hari datang dan lonceng waktu telah berdentang, anak remaja buruh miskin dan terlunta-lunta serta merta menjadi suatu mu'jizat di antara berbagai mu'jizat Rasulullah SAW ...!

Dalam kesibukan dan perpacuan hidup, tiadalah ia akan menjadi tumpuan mata... Bahkan di daerah yang jauh dari kesibukan pun juga tidak...! Tak ada tempat baginya di kalangan hartawan, begitupun di dalam lingkungan ksatria yang gagah perkasa, atau dalam deretan orang-orang yang berpengaruh.

Dalam soal harta, ia tak punya apa-apa, tentang perawakan ia kecil dan kurus, apalagi dalam soal pengaruh, maka derajatnyapun di bawah... tapi sebagai ganti dari kemiskinnaya itu, Islam telah memberinya bagian yang melimpah dan perolehan yang cukup dari perbendaharaan Kisra dan simpanan Kaisar. Dan sebagai imbalan dari tubuh yang kurus dan jasmani yang lemah, di anugerahi-Nya kemauan baja yang dapat menundukan para adikara dan ikut mengambil bagian dalam merubah jalan sejarah. Dan untuk mengimbangi nasibnya yang tersia terlunta-lunta, Islam telah melimpahnya ilmu pengetahuan, kemuliaan, serta ketetapan yang menampilkannya sebagai salah seorang tokoh terkemuka dalam sejarah kemanusiaan.

Sungguh, tidak meleset kiranya pandangan jauh Rasulullah SAW ketika beliau mengatakan padanya, "Kamu akan menjadi seorang pemuda terpelajar." Ia telah di beri pelajaran oleh Tuhannya hingga menjadi faqih atau ahli hukum ummat Muhammad saw, dan tulang punggung para huffadh Al-Qur'anul Karim.

Mengenai dirinya ia pernah mengatakan, "Saya telah menampung 70 surat Al Qur'an yang dengan langsung dari Rasulullah saw tiada seorang pun yang menyaingiku dalam hal ini..."

Dan rupanya Allah SWT memberinya anugerah atas keberaniannya mempertaruhkan nyawa dalam mengumandangkan Al-Qur'an secara terang-terangkan dan menyebarluaskannya di segenap pelosok kota Mekah di saat siksaan dan penindasan merajalela, maka di anugerahi-Nya bakat istimewa dalam membawakan bacaan Al-Qur'an dan kemampuan luar biasa dalam memahami arti dan maksudnya.

Rasulullah saw telah memberi wasiat kepada para sahabat agar mengambil Abdullah bin Mas'ud sebagai teladan, sabda Rasulullah SAW, "Berpegangteguhlah pada kepada ilmu yang diberikan oleh ibnu ummi 'Abdin...!

Diwashiatkannya pula agar mencontoh bacaannya, dan mempelajari cara membaca Al-Qur'an dari padanya. Sabda Nabi SAW, "Barang siapa yang ingin hendak membaca Al Qur'an tepat seperti di turunkan, hendaklah ia membacanya seperti Ibnu Ummi 'Abdin...!"

Sungguh, telah lama Rasulullah menyenangi bacaan Al-Qur'an dari mulut Ibnu Mas'ud...

Pada suatu hari ia memanggilnya sabdanya, "Bacakanlah kepadaku, hai Abdullah!"
"Haruskah aku membacakannya pada anda, wahai Rasulullah...?"
Jawab Rasulullah, "Saya ingin mendengarnya dari mulut orang lain."

Maka Ibnu Mas'ud pun membacanya di mulai dari surat An-Nisa hingga pada sampai firman Allah ta'ala, "Maka betapa jadinya bila Kami jadikan dari setiap ummat itu seorang saksi, sedangkan kamu Kami jadikan sebagai saksi bagi mereka...! Ketika orang-orang kafir yang mendurhakai Rasulullah SAW sama berharap kiranya mereka disama ratakan dengan bumi...! Dan mereka tidak dapat merasahasiakan pembicaraan dengan Allah...!" (Q. S. An-Nisa: 41-42)

Maka Rasulullah SAW tak dapat menahan tangisnya, air matanya meleleh dan dengan tangannya di isyaratkan kepada Ibnu Mas'ud yang maksudnya, "Cukup..., cukuplah sudah, hai Ibnu Mas'ud...!"

Suatu ketika pernah pula Ibnu Mas'ud menyebut-nyebut karunia Allah kepadanya, katanya, "Tidak suatu pun dari Al-Qur'an itu yang di turunkan, kecuali aku mengetahui mengenai peristiwa apa yang di turunkannya. Dan tidak seorangpun yang lebih mengetahui tentang Kitab Allah daripadaku. Dan sekiranya aku tahu ada seseorang yang dapat di capai dengan berkendaraan unta dan ia lebih tahu tentang Kitabullah daripadaku, pastilah aku akan menemuinya. Tetapi aku bukanlah yang terbaik di antaramu!"

Keistimewaan Ibnu Mas'ud ini telah diakui oleh para sahabat. Amirul Mu'minin, Umar, berkata mengenai dirinya, "Sungguh ilmunya tentang fiqih berlimpah-limpah."

Dan berkata Abu Musa Al Qur'an-Asy'ari, "Jangan tanyakan kepada kami sesuatu masalah selama kyai ini berada pada tuan-tuan!"

Tidak hanya keunggulannya dalam Al-Qur'an dan ilmu fiqih saja yang patut beroleh pujian, tetapi juga keunggulannya dalam keshalihan dan ketakwaan.

Berkata Hudzaifah tentang dirinya, "Tidak seorangpun saya lihat yang lebih mirip Rasulullah saw baik dalam cara hidup, perilaku dan ketenangan jiwanya, dari pada Ibnu Mas'ud... dan orang-orang yang di kenal dari sahabat-sahabat Rasulullah saw sama mengetahui bahwa puteranya dari Ummi 'Abdin adalah yang paling dekat kepada Allah...!"

Pada suatu hari serombongan sahabat berkumpul pada Ali Karamullahu Wajhah (semoga allah memuliakan wajah atau dirinya), lalu kata mereka kepadanya, "Wahai Amirul Mu'minin, kami tidak melihat orang yang lebih berbudi pekerti, lebih lemah lembut dalam mengajar, begitupun yang lebih baik pergaulannya, dan lebih shalih dari pada Abdullah bin Mas'ud...!" Ujar Ali, "Saya minta tuan-tuan bersaksi kepada Allah, apakah ini betul-betul tulus dari hati tuan-tuan...?" "Benar," ujar mereka.

Kata Ali pula, "Ya Allah, saya mohon Engkau menjadi saksinya,bahwa saya berpendapat mengenai dirinya seperti apa yang mereka katakan itu, atau lebih baik dari itu lagi... Sungguh, telah di bacanya Al Qur'an, maka dihalalkannya barang yang halal dan di haramkannya barang yang haram..., seorang yang ahli dalam soal keagamaan dan luas ilmunya tentang as-Sunnah...!"

Suatu ketika para sahabat memperkatakan pribadi Abdullah bin Mas'ud, kata mereka, "Sungguh, sementara kita terhalang, ia diberi restu, dan sementara kita bepergian, ia menyaksikan (tingkah laku Rasulullah SAW)..."

Maksud mereka ialah bahwa Abdullah bin Mas'ud beruntung mendapat kesempatan berdekatan dengan Rasulullah saw, suatu hal yang jarang di dapat oleh orang lain. Ia lebih sering masuk kerumah Rasulullah SAW dan menjadi teman duduknya. Dan lebih-lebih lagi ia ialah tempat Rasulullah SAW menumpahkan keluhan dan mempercayakan rahasianya, hingga ia di beri gelar "Peti Rahasia."

Berkata Abu Musa Al-Qur'an-Asy'ari, "Sungguh setiap saya melihat Rasulullah saw, pastilah Ibnu Mas'ud berada menyertainya..."

Adapun yang menjadi sebab ialah karena Rasulullah SAW amat menyayanginya, terutama keshalihan dan kecerdasannya serta kebesaran jiwanya, hingga Rasulullah SAW pernah bersabda mengani dirinya, "Seandainya saya hendak mengangkat seseorang sebagai amir tanpa musyawarat dengan kaum muslimin, tentulah yang saya angkat itu Ibnu Ummi 'Abdin..."

Dan telah kita kemukakan wasiat Rasulullah SAW kepada para sahabatnya, "Berpegang teguhlah kepada ilmu Ibnu Ummi 'Abdun!"

Maka kesayangan dan kepercayaan ini memungkinkannya untuk bergaul rapat dengan Rasulullah saw, hingga ia beroleh hak yang tidak di berikannya kepada orang lain, bersabda Rasulullah SAW kepadanya, "Saya idzinkan kamu bebas dari tabir hijab...!"

Ini merupakan lampu hijau bagi Ibnu Mas'ud untuk masuk rumah Rasulullah saw dan pintunya senantiasa terbuka baginya, biar siang maupun malam, dan inilah yang pernah di perkatakan oleh para sahabat , "Sementar kita terhalang, ia di beri izin, dan sementara kita bepergian, ia menyaksikan..."

Dan memang Ibnu Mas'ud banyak untuk memeproleh keistimewaan ini... Karena walupun pergaulan rapat seperti ini akan memberikan padanya keuntungan, tetapi Ibnu Mas'ud hanya bertambah khusu', tambah hormat dan sopan santun...

Mungkin gambar yang melukiskan akhlaknya secara tepat, ialah sikapnya ketika menyampaikan hadith dari Rasulullah SAW setelah beliau wafat. Walaupun ia jarang menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW, tetapi kita lihat setiap ia menggerakan kedua bibirnya untuk mengatakan, "Saya dengar Rasulullah saw menyampaikan hadits dan bersabda...," maka tubuhnya gemetar dengan amat sangat, dan ia tampak gugup dan gelisah. Sebabnya tiada lain karena takutnya akan alpa, hingga bersalah menaruh kata di tempat yang lain...!

Marilah kita dengarkan kawan-kawanya melukiskan gejala-gejala ini! Berkatalah 'Amar bin Maimun:

"Saya bolak-bolak kerumah Abdullah bin Mas'ud ada setahun lamanya, dan selama itu tak pernah saya dengar ia menyampaikan hadits dari Rasulullah SAw, kecuali sebuah hadits yang di sampaikannya pada suatu hari. Dari mulutnya mengalir ucapan: 'Telah bersabda Rasulullah SAW, tiba-tiba ia kelihatan gelisah hingga tanpak keringat bercucuran dari keningnya.' Kemudian katanya megulangi kata-kata yang tadi, 'Kira-kira demikianlah disabdakan oleh Rasulullah SAW...'"

Dan bercerita Al-Qamah bin Qais:
Biasanya Abdullah bin Mas'ud berpidato setiap hari Kamis sore menyampaikan Hadits. Tidak pernah saya dengar ia mengucapkan, "Telah bersabda Rasulullah SAW," kecuali satu kali saja... disaat itu saya melihat ia bertelekan tongkat, dan tongkatnya itupun bergetar dan bergerak-gerak..."

Dan di ceritakan pula oleh Masruq mengenai Abdullah ini:
"Pada suatu hari Ibnu Mas'ud menyampaikan sebuah Hadits, katanya, "Saya dengar Rasulullah SAW..." Tiba-tiba ia jadi gemetar, dan pakainnya bergetar pula... kemudian katanya, "Atau kira-kira demikian..., atau kira-kira seperti itulah..."

Nah, sampai sejauh inilah ketelitian, penghormatan dan penghargaannya kepada Rasulullah SAW... disamping menjadi bukti ketaqwaannya, ketelitian, dan penghormatannya ini merupakan tanda kecerdasannya...!

Orang yang lebih banyak bergaul dengan Rasulullah SAW, penilaiannya tehadap kemuliaan Rasulullah SAW lebih tepat... dan itulah sebabnya adab sopan santunnya terhadap Rasulullah saw ketika beliau masih hidup, begitupun kenangan kepada beliau setelah wafatnya, merupakan adab sopan santun satu-satunya dan tak ada duanya...!

Ibnu Mas'ud tak hendak berpisah dari Rasulullah saw baik di waktu bermukim maupun di waktu bepergian. Ia telah turut mengambil bagian dalam setiap peperangan dan pertempuran. Dan peranannya dalam perang badar meninggalkan kenangan yang tak dapat di lupakan, yakni rubuhnya Abu Jahal oleh tebusan pedang kaum muslimin pada hari yang keramat itu...

Khalifah-khalifah dan para sahabat Rasulullah SAW mangakui kedudukannya ini, hingga ia diangkat oleh Amirul Mu'minin Umar sebagai Bendaharawan di kota Kufah. Kepada penduduk waktu mengirimnya itu mengatakan:

"Demi Allah yang tiada Tuhan mealinkan dia , sungguh saya lebih mementingkan tuan-tuan dari pada diriku, maka ambilah dan pelajarilah ilmu dari padanya...!"

Dan penduduk Kufah telah mencintainya, suatu hal yang belum pernah di peroleh orang-orang sebelumnya, atau orang yang setaraf dengannya... Sungguh, kebulatan penduduk Kufah untuk mencintai seseorang, merupakan suatu hal yang mirip dengan mu'jizat... sebabnya ialah karena mereka biasa menentang dan memberontak, mereka tidak tahan menghadapi hidangan yang serupa..., dan tidak mampu hidup selalu dalam aman tenteram...!

Dan karena kecintaan mereka kepadanya demikian rupa, sampai-sampai mereka mengerumuni dan mendesaknya sewaktu ia hendak di perhentikan oleh Khlaifah Utsman r.a dari jabatannya, kata mereka, "Tetaplah anda tinggal bersama kami di sini dan jangan pergi, dan kami bersedia membela anda dari mala petaka yang menimpa anda!"

Tetapi dengan kalimat yang menggambarkan kebesaran jiwa dan ketaqwaannya, Ibnu Mas'ud menjawab, katanya, "Saya harus taat kepadanya, dan dibelakang hari akan timbul fitnah, dan saya tak ingin menjadi orang yang mula-mula membukakan pintunya...!"

Pendirian mulia dan terpuji ini mengungkapkan kepada kita hubungan Ibnu Mas'ud dengan khalifah Utsman r.a. Di antara mereka telah terjadi perdebatan dan perselisihan yang makin lama makin sengit, hingga gaji dan tunjangan pensiunannya di tahan dari baitulmal. Walau demikian, tidak sepatah kata pun yang tidak baik, kelauar dari mulutnya mengenai Utsman, bahkan ia berdiri sebagai pembela dan memperingatkan rakyat ketika di lihatnya persekongkolan di masa Utsman itu telah meningkat menjadi suatu pemberontakan. Dan ketika terbetik berita ketelinganya mengenai percobaan untuk membunuh Khalifah Utsman itu, keluarlah dari mulutnya ucapan yang terkenal:
"Sekiranya mereka membunuhnya, maka tak ada lagi orang yang sebanding dengannya yang akan mereka angkat sebagai khalifah..." Dalam pada itu, di antara kawan-kawan Ibnu Mas'ud ada yang berkata, "tak pernah saya dengar Ibnu Mas'ud mengeluarkan cercaan satu kata pun terhadap Utsman..."

Allah SWT telah menganugerahinya hikmah sebagaimana telah memberinya sifat taqwa. Ia memiliki kemampuan untuk melihat yang jauh ke dasar yang dalam, dan mengungkapnya secara menarik dan tepat.

Marilah kita dengar ucapannya yang menggambarkan kesimpulan hidup yang istimewa dari Umar dengan kata-kata singkat tapi padat dan mena'jubkan, katanya, "Islamnya mereka suatu kemenangan..., hijrahnya mereka pertolongan..., sedang pemerintahannya menajdi suatu rahmat."

Berbicara tentang apa yang dikatakan orang seakrang tentang relativitas masa, ia mengatakan, "Bagi Tuhan kalian tiada siang dan malam...! Cahaya langit dan bumi itu bersumber dari cahayanya...!"

Ia juga berbicara tentang pekerja dan betapa pentingnya mengangkat taraf budaya kaum pekerja ini katanya, "Saya amat benci melihat seorang laki-laki yang menganggur tak ada usahanya untuk kepentingan dunia, dan tidak pula untuk kepentingan akhirat."

Dan diantara kata-katanya yang bersayap ialah:
"Sebaik-baik kaya ialah kaya hati;
sebaik-baik bekal ialah taqwa;
seburuk-buruk buta ialah buta hati;
sebesar-besar dosa ialah berdusta;
sejelek-jelek uasaha ialah memungut riba;
seburuk-buruk makanan ialah memakan harta anak yatim;
siapa yang memaafkan orang akan di maafkan Allah;
dan siapa yang mengampuni orang akan diampuni Allah."


Nah, itulah gambaran singkat Abdullah bin Mas'ud sahabat Rasulullah SAW; dan itulah dia, kilasan dari suatu kehidupan besar dan perkasa yang dilalui pemiliknya di jalan Allah dan Rasul-Nya serta Agama-Nya.

Itulah dia, laki-laki yang ukuran tubuhnya seumpama tubuh burung merpati, kurus dan pendek, hingga badannya tidak akan berapa bedanya dengan orang yang sedang duduk. Kedua betisnya kecil dan kempes, yang tampak ketika ia memanjat dan memetik dahan pohon arak untuk di gunakan Rasulullah SAW. Para sahabat sama menetertawakannya ketika melihat kedua betisnya itu. Maka bersabdalah Rasulullah SAW, "Tuan-tuan menetertawkan betis Ibnu Mas'ud , keduanya disisi Allah lebih berat timbangannya dari gunung Uhud!"

Memang, inilah dia orang yang berasal dari keluarga miskin, buruh upahan, kurus dan hina, tetapi keyakinan dan keimanannya telah menjadikannya saah seorang imam di antara imam-imam kebaikan, petunjuk dan cahaya.

Ia telah di karunia taufiq dan ni'mat oleh Allah yang menyebabkannya termasuk dalam golongan "sepuluh orang sahabat Rasulullah SAW yang pertama masuk Islam," yakni orang-orang yang selagi hidupnya telah menerima berita gembira beroleh ridla Allah SWT dan surga-Nya.

Ia telah terjun dan tak pernah absen dalam setiap perjuangan yang berakhir dengan kemenangan di masa Rasulullah saw, begitupun di masa Khalifah sepeninggal beliau. Dan dia turut menyaksikan dua buah imperiaum dunia membukakan pintunya dengan tunduk dan patuh di masuki panji-panji Islam dan ajarannya.

Disaksikannya jabatan-jabatan yang tersedia dan menunggu orang-orang Islam yang mau mendudukinya, begitu pun harta yang tidak terkira banyaknya bertumpuk-tumpuk di hadapan mereka, tetapi tidak satupun yang mengusik dan melupakannya dari janji yang telah di ikrarkannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, atau merintangi dari garis hidup dan ketekunan ibadat yang di liputi rasa khsusu' dan tawadlu'.

Dan diantar keinginan dan cita-cita hidup, tidak satupun yang menarik hatinya kecuali sebuah, yakni yang selalu di rindukan, menjadi bauh bibir dan senandungnya, serta menjadi angan-angan untuk mendapatkannya.

Nah, marilah kita simak, kata-kata yang ia sendiri menceritakan hal itu kepada kita:

"Aku bangun di tengah malam, ketika itu aku mengikuti Rasulullah SAW di perang Tabuk. Maka tampaklah olehku nyala api di pinggir perkemahan, lalu kudekati untuk melihatnya. Kiranya Rasulullah SAW bersama Abu Bakar dan Umar. Rupanya mereka sedang menggali kuburan untuk Abdullah Dzulbijadain An-Muzanni yang ternyata telah wafat. Rasulullah SAW ada di dalam lubang kubur itu, sementara Abu Bakar dan Umar mengulurkan jenazah kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, "Ulurkanlah lebih dekat padaku saudara tuan-tuan itu...! Lalu mereka mengulurkan kepadanya. Dan tatkala di letakkannya di lubang lahat, beliau berdo'a, "Ya Allah, aku telah ridla kepadanya, maka ridla'i pula ia oleh-Mu! Alangkah baiknya sekiranya akulah yang menjadi pemilik liang kubur itu!"

Nah, itulah dia satu-satunya cita-cita yang di harapkan dan di angan-angankan selagi hidupnya.

Dan sebagai anda ketahui, ia tak pernah mencari kesempatan untuk mendapatkan sesuatu untuk di kejar-kejar dan di perebutkan orang, berupa kemuliaan, kekayaan, pengaruh atau jabatan.

Hal ini karena cita-citanya adalah cita-cita seorang tokoh yang mendapat petunjuk dari Allah SWT memperoleh tuntutan dari Al-Qur'an, dan menerima didikan dari Rasulullah SAW.

Sumber: Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah, Khalid Muh. Khalid
Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Kamis, 12 Agustus 2010

Hak-Hak al-Bara'


Adapun hak-hak al-bara' adalah sebagai berikut.
Pertama, membenci syirik, kufur, penganut-penganutnya, dan senantiasa menyimpan rasa permusuhan terhadap mereka, sebagaimana Ibrahim telah menyatakan secara terang-terangan. Firman Allah SWT yang artinya, "Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: 'Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku'." (Az-Zukhruf: 26 -- 27).

"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiranmu) dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja'." (Al-Mumtahanah: 4).

Kedua, tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dan selalu membenci mereka. Firman Allah SWT, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhku dan musuhmu sebagai teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena kasing sayang...." (Al-Mumtahanah: 1).

Ketiga, meninggalkan negeri-negeri kafir dan tidak bepergian ke sana, kecuali untuk keperluan darurat dan dengan kesesanggupan memperlihatkan syiar-syiar agama dan tanpa pertentangan. Sabda Rasulullah saw. yang artinya, "Aku melepaskan diri dari tanggung jawab terhadap setiap muslim yang bermukin di antara kaum musyrikin." (HR Abu Daud).

Keempat, tidak menyerupai mereka pada apa yang telah menjadi ciri khas mereka dan masalah dunia (seperti gaya makan dan minum) dan agama (bentuk syiar-syiar agama mereka). Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka." (HR Abu Daud).

"Berbedalah dengan orang-orang musyrik, tipiskanlah kumis kalian dan lebatkanlah janggut kalian." (HR Al-Bukhari).

Kelima, tidak memuji, membantu, dan menolong orang-orang kafir dalam menghadapi kaum muslimin.

Keenam, tidak meminta banuan dan pertolongan dari orang-orang kafir, dan menjadikan mereka sebagai sekutu-sekutu yang dipercaya menjaga rahasia dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan penting. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (Ali Imran: 118).

Ketujuh, tidak terlibat dengan mereka dalam hari raya dan kegembiraan mereka, juga tidak memberi ucapan selamat. Sebagian ulama menafsirkan kalimat syahadatuz zuur pada QS Al-Furqan ayat 72 dengan arti menyaksikan hari-hari raya orang kafir. (Dari riwayat Ibnu Abbas, Tafsir al-Qurthubi).

Kedelapan, tidak memohon ampunan bagi mereka dan juga tidak merasa kasihan terhadap mereka. Firman Allah SWT, "Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam." (At-Taubah: 113).

Kesembilan, tidak bersahabat dan meninggalkan majelis mereka. Firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan...." (Huud: 113).

Kesepuluh, tidak berhukum (tahakum) kepada mereka dalam menyaksikan perkara, tidak setuju dengan putusan mereka serta meninggalkan hukum Allah dan Rasul-Nya. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah SWT, "Dan barangsiapa yang tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir." (Al-Maidah: 44).

Kesebelas, tidak berbasa-basi dan bercanda dengan mereka dengan merugikan agama. Firman Allah SWT, "Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)." (Al-Qalam: 9).

Kedua belas, tidak menaati arahan dan perintah mereka. Firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi." (Ali Imran: 149).

Ketiga belas, tidak mengagungkan orang kafir dengan perkataan atau perbuatan, sebab bagaimana mungkin orang yang dihinakan Allah, kita hormati, Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kamu berkata kepada seorang munafik, 'Tuan,' karena seandainya ia benar tuan, sungguh kamu telah membuat Allah Azza wa Jalla murka." (HR Ahmad). Orang kafir dalam kaitan ini tentu lebih utama.

Keempat belas, tidak memulai salam waktu berjumpa dengan mereka. Sabda Rasulullah saw., "Janganlah kamu memulai dengan salam terhadap orang-orang Yahudi atau Nasrani, maka jika kamu melihat salah seorang di antara mereka di jalanan, maka deseklah ia ke tepi yang paling sempit." (HR Muslim). Kecuali, jika ada orang-orang muslim di tengah orang-orang kafir, maka hendaklah ia memberi salam, sebagaimana diriwayatkan muslim dari Usamah bin Zaid bahwa Rasulullah saw. melewati suatu majelis yang di dalamnya bercampur-baur antara Yahudi dan muslim, maka ia pun memberi salam kepada mereka. (HR Bukhari).

Kelima belas, tidak duduk bersama mereka ketika membuat pelecehan terhadap agama. Firman Allah SWT, "Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Alquran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena, sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka." (An-Nisa: 140). (Katib).

Sumber: Al-Madkhal li Dirasat al-Aqidah al-Islamiyyah 'ala Madzhai Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah, Dr. Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah al-Buraikan

Hak-Hak al-Wala'


Seorang mukmin dalam wala' dan barra' harus senantiasa memenuhi hak-hak yang merupakan konsekuensi dari sikap wala' dan barra'nya.

Jika ia berwala', ada hak-hak wala' yang harus ia penuhi.
Pertama, hijrah: yaitu hijrah dari negeri kafir ke negeri muslim, kecuali bagi orang yang lemah, atau tidak dapat berhijrah karena kondisi geografis dan poliik kontemporer yang tidak memungkinkan. Allah swt berfirman yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: 'Dalam keadaan bagaimana kamu ini?' Mereka menjawab, 'Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).' Para malaikat berkata, 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?' Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak mereka yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." (An-Nisaa': 97 -- 99).

Kedua, membantu dan menolong kaum muslimin dengan lisan, harta, dan jiwa di semua belahan bumi dan dalam semua kebutuhan, baik dunia maupun agama. Allah SWT berfirman yang artinya, "(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberkan pertolongan kecuali kepada kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka." (Al-Anfaal: 72).

Rasulullah saw. juga bersabda yang artinya, "Orang mukmin terhadap orang mukmin yang lain bagaikan bangunan yang sebagian menyangga sebagian yang lain." (HR Bukhari Muslim). "Tolonglah saudaramu, dalam keadaan menganiaya atau dianiaya." (HR Bukhari dari Anas dan Muslim dari Jabir). "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, ia tidak menganiaya, tidak meremehkanya, tidak menyia-nyiakannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh)." (HR Muslim dari Salim dari bapaknya).

Ketiga, terlibat dalam harapan-harapan dan kesedihan-kesedihan kaum muslimin. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Perumpamaan kaum muslimin dalam cinta, kekompakan, dan kasih sayang sesama mereka bagaikan satu tubuh, jika salah satu anggotanya mengeluh sakit, maka seluruh anggota tubuh juga ikut menjaga dan begadang." (HR Bukhari dan Muslim). Termasuk dalam hal ini adalah mengangatkan, memberitakan, dan menyebarkan masalah-masalah yang mereka hadapi kepada segenap kaum muslimin.

Keempat, hendaklah ia mencintai bagi kaum muslimin apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri, baik berupa kebaikan maupun menolak keburukan. Ia wajib menasihati mereka, tidak menyombongkan diri dan atau mendendam terhadap mereka. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga ia mencintai saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri." (HR Bukhari Muslim dari Anas).

Kelima, tidak mengejek, mencaci, dan berghibah serta menyebarkan namimah (berita yang menyebabkan permusuhan) terhadap kaum Muslimin. Allah SWT berfirman yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Al-Hujurat: 11 -- 12).

Keenam, mencintai kaum muslimin dan berusaha untuk selalu berkumpul bersama mereka. Rasulullah saw. bersabda, "Adalah suatu keniscayaan bagiku mencintai orang-orang yang saling menziarahi." (HR Ahmad dari Abu Muslim al-Khalani). "Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah." (HR Tabhrani dari Ikrimah). Allah SWT berfirman, "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini." (Al-Kahfi: 28).

Ketujuh, melakukan apa yang menjadi hak-hak kaum muslimin seperti menjenguk yang sakit atau mengantar jenazah, tidak curang dalam bergaul dengan mereka, tidak memakan harta mereka dengan cara batil dan lainnya. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang curang terhadap kami, maka dia bukan dari (golongan) kami." (HR Muslim dari Abi Hurairah). "Hak seorang muslim atas seorang muslim yang lain ada enam: bila kamu melihatnya berilah salam padanya, jika ia sakit jenguklah ia, jika ia mai hantarkanlah jenazahnya." (HR Muslim).

Kedelapan, bersikap lemah-lembut terhadap kaum muslimin dan mendoakan serta memohonkan ampun bagi mereka. Allah SWT berfirman, "Barangsiapa tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi." (HR Bukhari Muslim). "Bukanlah dari (golongan) kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua di antara kami dan tidak menyayangi yang lebih mudan di antara kami." (HR Tirmidzi).

Kesembilan, menyuruh mereka kepada yang makruf dan mencegah mereka dari kemunkaran serta menasihati mereka. Rasulullah saw. bersabda, "Agama itu adalah nasihat." Mereka bertanya, "Untuk siapa ya Rasululla?" Beliau menjawab, "Untuk Allah dan Rasul-Nya dan pemimpin serta masyarakat umum kaum muslimin." (HR Muslim dari Abu Ruqayah). "Barang siapa di antara kamu yang melihat kemunkaran hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika ia tidak sanggup maka hendaklah dengan lisannya, jika ia tidak sanggup maka hendaklah dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman." (HR Muslim).

Kesepuluh, tidak mencari-cari aib dan kesalahan kaum muslimin serta membeberkan rahasia mereka kepada musuh-musuh mereka. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mencari-mencari kesalahan mereka...." (Al-Hujurat: 12).

Kesebelas, memperbaiki hubungan di antara kaum Muslimin. Allah SWT berfirman, "Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya." (Al-Hujurat: 9).

Keduabelas, tidak menyakiti mereka. Sabda Rasulullah yang artinya, "Orang muslim itu ialah orang yang kaum muslimin selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya." Maksudnya, dari perkataan dan perbuatannya. (HR Bukhari dari Ibnu Umar dan Muslim dari Ibnu Juraij).

Ketigabelas, bermusyawarah dengan mereka. Firman Allah SWT, "Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (Ali Imran: 159). Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang dimintai musyawarah itu adalah orang yang dipercaya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Kempat belas, bersifat ihsan dalam perkataan dan perbuatan. Firman Allah SWT, "Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Al-Baqarah: 195). Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan atas segala sesuatu." (HR Muslim).

Kelimabelas, bergabung dengan jamaah mereka dan tidak terpisah dari mereka. Firman Allah SWT, "Berpegang teguhlah kamu kepada tali Allah dan janganlah kamu bercerai-berai." (Ali Imran: 103). Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang meninggalkan jamaah sejengkal saja, maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah." (HR Bukhari dari Anas dan Muslim dari Ibnu Abbas).

Keenambelas, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Allah SWT berfirman, "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (Al-Maidah: 2). (Katib)

Sumber: Al-Madkhal Lidiraasat al-Aqidah al-Islamiyyah 'ala Madzhabi Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah, Dr. Ibrahim bin Muhamad bin Abdullah al-Buraikan