Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya." Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci. (QS.As-Shaf:8-9)
Jumat, 04 Desember 2009
Penerapan Syari'at Islam
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS. Al-Maidah:48)
Sungguh mengherankan sikap umat Islam yang loyal terhadap partai-partai sekuler yang memisahkan agama dari negara. Mereka pun tidak berkeinginan menerapkan syari‘at Islam.
=====================================================================================
Aktivitas politik Islam bertunjuan untuk menerapkan syari‘at Islam dalam kehidupan umat Islam dan merealisasikan Islam sebagai agama dan negara dalam kehidupan mereka. Ini adalah masalah penting sekali yang terkait dengan akidah itu sendiri. Betapa mengherankan sikap banyak umat Islam yang lupa akan masalah ini, bahkan kita mendapat banyak dari mereka yang loyal terhadap partai-partai sekuler yang memisahkan agama dari negara, tidak menerapkan syari‘at Islam. Seolah-olah masalah penrapan syari‘at ini tidak ada hubungannya dengan keyakinan seorang muslim. Lalu, apa kata ulama?
Dr. Shalah ash-Shawi dalam bukunya Qadhiyyah Tathbiq asy-Syari‘ah fil-‘Alam al-Islami (23) mengatakan, “Prinsip-prinsip Islam adalah ridha kepada Allah sebagai Tuhan pencipta, Islam sebagai agama, Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul. Prinsi-prinsip tersebut menuntut kita untuk menjadikan hakimiyyah (hak menetapkan hukum) tertinggi dan supremasi absolut di tangan Allah, dan untuk menjadikan kalimat-kalimat Allah semata sebagai hukum tertinggi dan argumen yang telak. Sebagaimana prinsip-prinsip tersebut menuntut pengakuan hal yang dipastikan sebagai bagian dari agama dengan sikap membenarkan dan patuh. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara ibadah dan muamalah. Membatasi agama pada dimensi akidah dan ibadah saja merupakan salah satu bentuk kemurtadan dan penyimpangan agama. Sebagaimana prinsip-prinsip tersebut menuntut pengakuan terhadap berita yang shahih dari Nabi SAW dengan sikap membenarkan dan patuh, dan bahwa barangsiapa yang menolak sebagian dari apa yang dibawa Rasulullah SAW (baik penolakannya itu karena ragu atau karena enggan menerima) maka ia seperti orang yang tidak rela terhadap kenabiannya. Karena hakikat rela terhadap kenabiannya adalah membenarkan berita beliau seluruhnya meskipun ia tidak mengetahui hakikatnya, komit terhadap petunjuknya meskipun ia tidak mengetahui hakikatnya. Barangsiapa yang dalam hatinya tidak ada pembenaran dan kepatuhan yang demokrasi itu, maka ia terbilang kafir dan keluar dari Islam.
Segenap orang yang beriman kepada Allah sebagai Tuhan Pencipta, Islam sebagai agama yang benar dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul! Pengakuan iman Anda tidak akan sah sebelum Anda menolong Rasulullah SAW, membelanya dan menghargainya. Caranya adalah dengan patuh kepada beliau secara sempurna dan tunduk kepadanya secara mutlak, menerima petunjuk dari kalimat-kalimat beliau huruf demi huruf dan tidak menentang keputusan beliau sama sekali. Pengakuan iman akal tidak akan sah sebelum Anda mengetahui bahwa supremasi tertinggi ada pada syari‘at, bukan yang lain; bahwa hak menetapkan aturan yang mutlak itu tidak diberikan Allah kepada seorang pun selain beliau SAW; dan bahwa apa yang diajarkan sekularisme, yaitu menjadikan kehendak rakyat sebagai penentu menggantikan Kitab dan Sunnah, merupakan salah satu bentuk kemurtadan, melepas tali agama dan merebut salah satu karakteristik terpenting dan sifat yang paling komprehensif milik Allah. Pengakuan iman Anda tidak akan sah sebelum Anda mengetahui bahwa Anda tunduk dengan kekuasaan-Nya, dan bahwa Kitab dan Sunnah merupakan argumen yang telak dan hukum tertinggi, dan bahwa keduanya berada di atas undang-undang dan konstitusi, serta berbagai aturan dan sistem yang dibuat manusia.
Tidakkah aneh jika al-Qur’an itu mengalahkan seluruh kitab suci, padahal seluruhnya diturunkan dari sisi Allah, sementara itu al-Qur’an dalam agama Anda tidak hegemoni terhadap konstitusi dan undang-undang yang Anda inginkan, padahal konstitusi dan undang-undang itu buatan tangan Anda, dimana Anda bisa mengubahnya dan menggantinya sesuka hati? Apakah Anda ingin mendahulu Allah dan Rasul-Nya dengan aturan-aturan buatan Perancis dan Inggris, padahal mereka telah memperlakukan Anda, bangsa dan agama Anda sedemikian buruk, baik yang Anda tahu atau yang tidak Anda tahu.
Kebenaran telah terkuat! Pengakuan sebagai seorang muslim tidak bisa berdampingan dengan sikap menolak syari‘at Islam, baik karena mendustakan atau enggan dalam kondisi apapun. Anda harus menentukan pilihan antara menjadi pembela Islam di parlemen dan selainnya, tidak mengingkari hukum Allah dan tidak menolak perintah-Nya, tidak berusaha untuk melemahkan ayat-ayatnya dan tidak berusaha menghalang-halangi penerapan syari‘at Allah, sehingga Anda menjadi muslim dan hamba Allah yang baik; atau Anda terbawa hawa nafsu untuk menjauhi agama dan loyal terhadap musuh-musuh syari‘at, berusaha melemahkan ayat-ayat Allah, tidak menerapkan syari‘at-Nya dan menolak hukum-hukum-Nya, sehingga kalian tidak punya hubungan apapun dengan Allah dan Islam, meskipun kalian shalat, puasa dan mengaku sebagai seorang muslim.” (ash-Shawi)
Ijma‘ tentang Kufurnya Orang yang Enggan Berhukum Kitab dan Sunnah
1. Al-Hafizh Ibnu Katsir.
Saat menafsirkan firman Allah, “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (al-Ma’idah [5]: 50), Ibnu Katsir berkomentar, “Allah menghujat orang yang keluar dari hukum Allah dan beralih kepada pendapat, ego dan istilah yang dibuat manusia, sebagaimana kesesatan dan kebodohan yang dijadikan bangsa jahiliyah dalam menetapkan hukum, sebagaimana politik kerajaan bangsa Tartar yang diambil dari raja mereka, Jengis Khan yang membuat Yasiq, yaitu undang-undang yang dikumpulkan dari berbagai sumber hukum dan pandangannya sendiri, lalu ia menjadi aturan yang diikuti bagi bangsa Tartar. Barangsiapa yang mengikuti hukum tersebut, maka ia kafir dan wajib diperangi sampai ia kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya.
Dalam kitab al-Bidayah wan-Nihayah (13/119), Ibnu Katsir juga mengatakan, “Barangsiapa meninggalkan syari‘at yang muhkam (tegas dan tidak mengandung takwil) yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah Penutup para Nabi SAW, lalu mengikuti hukum syari‘at yang telah dihapus, maka ia telah kufur. Lalu, bagaimana dengan orang yang mengikuti hukum Yasiq dan lebih mengutakannya daripada hukum Allah? Barangsiapa yang berbuat demokrasi, maka ia telah kufur berdasarkan ijma’ umat Islam.”
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Fatawa (3/267) mengatakan, “Ketika seseorang menghalalkan sesuatu yang disepakati haram, atau mengharamkan sesuatu yang disepakati halal, mengganti syari‘at yang telah disepakati, maka ia kafir dan murtad menurut kesepakatan para ulama fikih.”
3. Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Mantan Mufti Saudi.
Dalam risalah Tahkim al-Qawanin Syaikh Muhammad berkata, “Di antara bentuk kufur yang paling besar adalah menempatkan undang-undang yang terlaknat menggantikan apa yang diturunkan malaikat Jibril pada hari Muhammad SAW untuk dijadikan hukum yang berlaku di antara manusia. Hal itu sesuai firman Allah, “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’ [4]: 59)
4. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz.
Ia berkata, “Seruan nasionalisme Arab dan persatuan di bawah panjinya mengakibatkan masyarakat menolak hukum al-Qur’an, karena orang-orang nasionalis non-muslim tidak akan rela mengikuti hukum al-Qur’an, sehingga hal itu mengharuskan para pemimpin nasionalisme untuk mengambil hukum positif yang bertentangan dengan hukum al-Qur’an, agar semua masyarakat memiliku kedudukan yang sama di hadapan hukum-hukum tersebut. Banyak dari mereka yang meneriakkan hal ini sebagaimana telah dijelaskan. Ini merupakan kerusakan besar, kekafiran yang nyata dan kemurtadan yang jelas, sebagaimana firman Allah, “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (al-Maidah [5]: 44) Setiap orang yang tidak memutuskan menurut syari‘at Allah dan tidak tunduk terhadap hukum Allah, maka dia orang yang jahil, kafir, zhalim lagi fasiq berdasarkan nash ayat-ayat yang muhkam ini.”
Abdul ‘Aziz bin Baz juga mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang yang menyerukan sosialisme atau sosialisme atau paham-paham destruktif lain yang kontradiksi dengan hukum Islam itu kafir dan sesat, lebih kafir daripada Yahudi dan Nasrani. Mereka itu adalah orang-orang atheis yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Tidak satu pun di antara mereka yang boleh menjadi khathib atau imam di suatu masjid milik umat Islam, dan tidak sah shalat di belakang mereka. Setiap orang yang membantu kesesatan mereka, menganggap baik apa yang mereka dakwakan, serta mencaci dan mencemooh pada dai yang menyerukan Islam itu juga kafir lagi sesat. Kedudukannya sama seperti kedudukan kelompok yang sesat dimana ia berjalan dalam paradenya dan membantu mereka. Para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang membantu orang-orang kafir untuk memusuhi umat Islam dengan cara apapun, maka ia kufur sepeti mereka.”
5. Syaikh Dr. Yusuf al-Qardhawi.
Dalam kitab al-Islam wal-‘Ilmaniyyah (73) mengatakan, “Seorang sekuler yang menolak penerapan syari‘at dari awal itu tidak memiliki hubungan apapun dengan Islam kecuali nama saja. Ia telah murtad dari Islam secara pasti, dan wajib diminta untuk bertaubat, dijauhkan dari syubhat dan diajukan argumen kepadanya. Kalau di atidak bertaubat, maka mahkamah memutuskannya murtad dan melepas statusnya sebagai muslim, dipisahkan dari istri dan anak-anaknya, dan berlaku padanya hukum orang-orang murtad, baik semasa hidup atau sesudah mati.”
Sebagian sarjana, atau orang yang telah menjual agama mereka dengan duniawi, mengklaim bahwa memutuskan perkara tidak berdasarkan wahyu Allah asalkan tidak menghalalkan sesuatu yang haram itu termasuk dosa dan maksiat yang tidak mengeluarkannya dari Islam. Jawaban atas pernyataan ini akan kami ambil dari buku Dr. Abdurrahman bin Shalih al-Mahmud, guru besar fakultas Ushuluddin, Riyadh, yang berjudul al-Hukmu bi Ghairi ma Anzalallah. Ia menulis, “Para ulama menyepakati kekafiran orang yang memutuskan perkara tidak dengan apa yang diturunkan Allah meskipun ia tidak menghalalkannya, sebagaimana yang dikemukakan banyak ulama. Di antara mereka adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnu Katsir, Ibnu Qayyim. Umat Islam tidak mengenal adanya perubahan atas syari‘at dan keputusan berdasarkan hukum positif sebelum kedatangan Tartar dengan membawa hukum mereka yang bernam Yasiq. Kemudian datanglah era modern ketika bangsa Nasrani dan selainnya menyerang umat Islam. Di antara peninggalkan mereka yang paling besar adalah hukum positif ini.
6. Ibnul Qayyim.
Disebutkan dalam al-Qur’an dan ijma’ yang shahih bahwa agama Islam menghapus setiap agama sebelumnya, dan bahwa barangsiapa yang mengikuti ajaran Taurat dan Injil dan tidak mengikuti al-Qur’an maka hukumnya kafir.” (Ahkam Ahlidz-Dzimmah, 1/259) Jika demikian, maka apalagi dengan mengikuti hukum positif.
7. Ibnu Katsir.
“Barangsiapa meninggalkan syari‘at yang muhkam yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah Penutup para Nabi, lalu ia bermahkamah kepada syari‘at lain yang telah dihapus, maka ia telah kufur. Lalu, bagaimana dengan orang yang mengikuti hukum Yasa dan lebih mengedepankannya daripada al-Qur’an?” (al-Bidayah wan-Nihayah, 13-119)
Inilah kesepakatan yang dituturkan ulama mengenai kufurnya orang yang mengikuti hukum selain syari‘at Islam. Undang-undang kontemporer itu bukan syari‘at yang dihapus al-Qur’an, melainkan lebih menyerupai Yasiq milik bangsa Tartar yang terhimpun dari syari‘at-syari‘at yang ada dalam agama Yahudi, Nasrani dan Islam.
Muhammad bin Hamid al-Hasani dalam bukunya ath-Thariq ilal-Khilafah (56) menjelaskan syarat-syarat untuk tidak menghukumi kafir orang yang memutuskan perkara tidak menurut wahyu Allah. Ia mengatakan,
1. Ia komit dan menerima secara lahir dan batin setiap hal yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
2. Ia mengakui bahwa dengan tidak memutuskan perkara sesuai dengan wahyu Allah dalam perkara-perkara yang diajukan kepadanya itu berarti ia berdosa, dan bahwa keputusannya tersebut keliru, dan keputusan Allah saja-lah yang benar. Apabila ia berkata dengan bahasa verbal atau bahasa kondisi bahwa keputusannya lebih baik daripada keputusan Allah dan Rasul-Nya, atau bahwa keputusannya sama dengan keputusan Allah dan Rasul-Nya, bahwa keputusan Allah dan Rasul-Nya itu lebih sesuai untuk masa lalu, bahwa apa yang diputuskannya itu lebih tepat dan lebih baik untuk masa kini, bahwa hukum Allah dan Rasul-Nya itu lebih tepat dan lebih sesuai untuk setiap tempat dan waktu tetapi ia boleh memutuskan dengan apa yang dilihatkannya sesuai meskipun bertentangan dengan hukum Allah, seandainya ia mengatakan ini semua atau sebagiannya, maka ia telah menjadi kafir murtad.
3. Keputusan yang tidak menurut wahyu Allah itu berkaitan dengan kasus-kasus khusus dan tertentu, bukan dalam perkara-perkara universal dan umum. Seperti seorang pencuri dihadapkan kepada hakim yang merupakan kerabat pencuri. Sebenarnya hakim tersebut mengakui bahwa hukuman pencuri adalah potong tangan, tetapi ia membela kerabatnya dan menjatuhinya hukuman selain potong tangan. Lalu hakim tersebut ketika dihadapkan kasus pencurian lain dimana pelakunya bukan kerabatnya, maka ia akan menjatuhkan hukuman potong tangan. Hakim dengan perbuatannya seperti ini disebut kafir di bawah kafir, dengan syarat ia mengakui kekeliruan dan dosanya. Maksudnya, ia melakukan perbuatan kufur amali—bukan i‘tiqadi—yang tidak mengeluarkannya dari agama.
Raksasa Paman Sam Vs Si Kurus Somalia
Tiga tahun setelah menciptakan "krisis kemanusiaan terparah" di Afrika, dengan mendukung penuh Ethiopia untuk menginvasi Somalia, Amerika Serikat sekarang menggunakan makanan sebagai senjata menghadapi orang-orang Somalia yang kelaparan.
Pemerintah Amerika Serikat melancarkan "perang kelaparan" terhadap rakyat Somalia. Menurut pejabat PBB, Washington telah mengganggu penyaluran bantuan makanan yang sangat dibutuhkan Somalia, dengan alasan makanan itu akan jatuh ke tangan Shahab, kelompok perlawanan Muslim Somalia yang disebut AS sebagai "teroris".
Empatpuluh juta pound makanan sumbangan -- yang katanya berasal dari AS, hanya dibiarkan menumpuk di gudang kota Mombasa, Kenya. Para pejabat AS tidak memperbolehkan petugas kemanusian menyalurkannya kepada rakyat Somalia yang sangat membutuhkan.
Sangat jelas sekali Amerika menggunakan makanan sebagai senjata politik. Mereka menyandera orang-orang yang kelaparan dengan memanfaatkan tujuan-tujuan politiknya. Taktik yang serupa digunakan oleh tentara-tentara jaman kuno, dengan sengaja mengepung dan membiarkan penduduk sebuah kota kelaparan, hingga akhirnya menyerah.
Hampir tiga tahun sudah, sejak Amerika mengubah kehidupan rakyat Somalia menjadi neraka. Bulan Desember 2006, AS mendukung penuh Ethiopia untuk menyerang Somalia, guna mengulingkan pemerintahan Islam yang telah membawa kedamaian di Somalia.
Invasi itu menciptakan keadaan yang dsebut PBB sebagai "krisis kemanusian terparah di Afrika", yang bahkan lebih parah dari krisis Darfur di Sudan.
Krisis parah yang diciptakan Amerika di Somalia, bertambah parah dengan kekeringan yang melanda seluruh negeri. Sebagai akibatnya, separuh populasi harus bergantung secara penuh pada bantuan makanan dari luar negeri.
Dengan mengunci persediaan makanan di gudang-gudang Kenya, "pemerintah AS menahan bantuan untuk Somalia ... disandera untuk kepentingan kebijakan kontra-terorismenya," demikian tulis majalah Foreign Policy (30/10).
"Amerika tidak bisa memenangkan peperangan dengan menggunakan cara militer yang konvensional, maka mereka mengambil jalan perang dengan memanfaatkan kelaparan," lanjutnya.
Pemerintahan boneka AS di Somalia sekarang ini hanya mengendalikan beberapa perkampungan di ibukota Mogadishu dan bandara udaranya saja.
Menurut sebuah artikel di New York Times, para orangtua melaporkan, anak-anak mereka yang selama ini bertahan hidup dengan bantuan makanan sekarang sekarat, karena Amerika menghentikan penyaluran bantuan.
Kondisinya sangat mengerikan, karena hanya gudang-gudang makanan AS di Kenya saja yang bisa masuk ke Somalia saat ini. Tidak ada sumber lain yang bisa dimanfaatkan.
Kekeringan di Afrika Timur telah mempengaruhi sekutu-sekutu dan juga musuh-musuh AS.
Ethiopia telah mengajukan permohonan bantuan atas nama 23 juta rakyatnya yang terancam kekeringan di berbagai daerah.
Kekeringan terburuk dalam sepuluh tahun terakhir ini di Somalia, diperparah dengan kenaikan harga bahan makanan yang melonjak sangat tinggi, yang sengaja diciptakan oleh para spekulator asal AS dan negara-negara kaya lainnya.
Dengan demikian rakyat Somalia yang kelaparan semakin babak belur, karena dihantam dari tiga sisi. Kenaikan harga yang diciptakan para spekulator, kekeringan, dan pemerintah Amerika yang sengaja menjalankan taktik "perang kelaparan".
Pemerintahan Obama benar-benar sengaja ingin membuat orang-orang Somalia menjerit, sebagai hukuman atas perlawanan mereka terhadap kungkungan Paman Sam.
Tapi bayi-bayi Somalia yang kelaparan tidak bisa menjerit, mereka bahkan tidak mampu untuk meneteskan air mata. [di/un/Hdytllah/Iqraku]
Berjanji ( Bai'at ) Kepada Siapa?
Kenyataan memilukan yang kita saksikan dan rasakan ini, tidak bisa lain, hanya merupakan salah satu saja dari akibat perpecahan kaum muslimin. Merelakan diri hidup berfirqah-firqah, menyuburkan jamaah minal muslimin, yang masing-masing merasa lebih benar. Anehnya dalam keadaan berpecah belah seperti itu, masing-masing dari golongan itu mengaku sudah kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Padahal Rasulullah dan para sahabat beliau, yang senantiasa beramar ma'ruf nahi munkar itu, tidak pernah membenarkan adanya pola hidup berpecah menjadi bergolongan dalam Islam. Sebaliknya mereka semua tunduk dan patuh di bawah kendali seorang Imam atau Khalifah.
Kita bersyukur ke hadirat Allah rabbul jalil, bahwa atas rahmat-nya para sabiquna awwalun, dari kalangan Muhajirin wal Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka. Sekalipun terjadi perbedaan Visi, bahkan bertengkar dan bersitegang urat leher di dalam memilih imam mereka, dengan berbagai argumentasi masing-masing yang mereka anggap benar, ternyata tiada sudi memperpanjang debat yang berakibat masing-masing golongan berdiri sendiri tanpa imam. Sebab mereka faham betul akan makna firman Allah :
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar ( QS.8:46 )
Cobalah bayangkan, sekiranya masing-masing "firqah" dari jama'ah minal Muhajirin, jamaah minal Anshar dan lain-lain. tetap bertahan dan dengan niat masing-masing ber'amar ma'ruf nahi mungkar, kembali kepada Al Quran dan Sunnah Rasul tanpa adanya kesatuan jama'ah dan imamah, serta masing-masing merasa benar dengan sikapnya itu. Apa gerangan yang bakal terjadi bagi kelanjutan perjuangan Islam, jika mereka membiarkan diri tanpa Imam?
Sekiranya hal itu terjadi, niscaya Ummat Islam kebingungan untuk memilih jama'ah manakah yang lebih afdhal. Apakah memilih jama'ah Muhajirin lebih utama ataukah mengikuti jama'ah Anshar? atau memilih alternatif lain, mengikuti jama'ah Muhajirin di tahun pertama dan ditahun berikutnya menyatakan diri keluar dari kelompok Muhajirin untuk bergabung ke dalam jama'ah Anshar. Dan misalkan masing-masing jama'ah membai'at anggotanya, maka bai'atnya pun tidak berarti apa-apa, karena mereka berpandangan boleh keluar masuk jama'ah secara bebas tanpa konsekuensi sam'an wa tha'atan. Bai'at yang seperti itu hanyalah permainan belaka dan tidak sesuai dengan sunnah Rasul, karena hakekat bai'at itu adalah berbai'at kepada Allah swt.
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. ( QS.48:10 )
Pantaskah Ummat Islam yang diwajibkan bersatu dan diharamkan berpecah belah oleh Allah dan Rasul-nya, hanya akan menampilkan organisasi-organisasi sempalan yang tidak nyunnah itu tengah percaturan dunia yang serba canggih dewasa ini? Ummatun yad'auna ilal khairi...dari contoh siapakah, bahwa keluar dari jamaah ataupun berdiri sendiri tanpa adanya Imam yang wajib didengar dan dita'ati?
Seharusnya timbul kesadaran dan keberanian dari sejumlah jama'ah minal muslimin dewasa ini. Bila mereka yakin bahwa sekarang ini tidak ada Jama'ah Ummat Islam , setelah kekhilafan Turki Utsmani hilang pada tahun 1924 dan tiada berkelanjutan (Estafeta perjuangan), mengambil alih permasalahan dami kelanjutan kekhalifahan bagi seluruh ummat islam.
Hendaknya ada yang tampil memroklamirkan kembali berdirinya sistem tersebut, walaupun hanya menguasai sekeping wilayah di permukaan bumi ini. Sekiranya dihancurkan musuh dan kalah lagi, maka ummat islam tetap berkewajiban melanjutkan meskipun dalam keadaan sembunyi dan dalam situasi darurat, sehingga secara terus menerus ummat Islam tidak kehilangan jama'ah dan Imamah.
Pemilihan seorang imam dapat berlanjut melalui musyawarah ahlul halli wal aqdi dari para warga yang telah menggabungkan diri ke dalam jama'ah. Bagaimana teknik pelaksanaanya, bisa dipikirkan kemudian; yang penting adanya kemauan yang kuat untuk maksud di atas terlebih dahulu. Sebab jika tidak berlanjut berarti hilanglah jamaah dan imamah untuk kesekian kalinya. Dalam keadaan demikian ummat Islam dihadapkan pada alternatif, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya:
"Dari Hudzaifah bin al-Yaman berkata: Bahwasanya orang banyak bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedang aku menanyai beliau tentang kejelekan karena khawatir akan menimpa diriku. Maka aku berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada dalam kejahiliyahan dan kejelekan, lalu Allah mendatangkan kebaikan (sekarang ini), maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan ?" Rasulullah bersabda: "Ya". Aku bertanya lagi, "Dan apakah sesudah kejelekan itu akan datang kebaikan lagi?" Rasulullah menjawab: "Ya, akan tetapi di dalamnya terdapat dakhonun (kerusakan)". Akupun bertanya, "Apakah kerusakan itu? "Beliau menjawab: "Suatu kaum yang mengambil sunnah bukan dari sunnahku dan menerima petunjuk buka dari petunjukku. Kamu mengenal mereka tapi kamu mengingkarinya". Aku bertanya, "Apakah sesudah kebaikan ada lagi kejelekan? "Beliau menjawab: Ya, Yaitu para penyeru di atas pintu neraka jahannam. Barang siapa memenuhi seruan mereka, maka terjerumuslah ia ke dalam jahannam itu". Aku berkata,"Wahai Rasulullah, Beritahukanlah sifat-sifat mereka kepada kami". Beliaupun bersabda: "Mereka itu adalah orang-orang dari bangsa kita sendiri dan berbicara dengan bahasa kita". Aku bertanya, "Apakah yang anda perintahkan kepadaku jika yang demikian itu aku dapati? "Beliaupun bersabda: "Hendaklah engkau senantiasa berada dalam jama'ah kaum muslimin dan imam mereka". Aku bertanya, "Bagaimana jika tidak ada jama'ah dan imam bagi kaum muslimin? " Beliau menjawab: "Maka hendaklah engkau terpaksa memakan akar kayu, sehingga maut merengut jiwamu sedangkan engkau tetap dalam keadaan demikian". ( HR. Bukhari Muslim )
Di dalam hadist tersebut hanya ada dua alternatif, yaitu mempertahankan jama'ah muslimin dan Imam mereka. ataukah menyingkir dari keterlibatan diri dari semua golongan yang ada karena kesesatab, sekalipun terpaksa hidup menderita hingga ajal tiba. Hal ini berarti penekanan, agar ummat Islam waspada jangan sampai kehilangan jama'ah dan imamah, sehingga mereka tidak perlu uzlah (mengisolir diri).
Adapun orang-orang beriman, ketika membaca hadist di atas, tidak mungkin berkata bahwa wawasan Rasulullah kurang luas dan miskin informasi. Mengapa beliau tidak mengatakan: "Jika jama'ah dan Imam bagi keseluruhan kaum muslimin sudah tidak ada, maka cukuplah dengan jama'ah-jama'ah minal muslimin (golongan-golongan dari ummat islam)". Ucapan demikian hanya dimiliki oleh otak orang-orang yang ada penyakitnya.
Jama'atum minal muslimin yang sadar akan tugas dan tanggung jawabnya terhadap Ad-Dienul Islam, niscaya akan segera bersatu dalam satu kesatuan jama'ah dan imamah, bukan justru mempertahankan statusnya yang berada diluar jamaah, tanpa Imam atau Khalifah. Islam tidak mengenal jalan buntu dalam menjawab problem ummatnya, kecuali bagi orang-orang yang sesat. Karena solusi bagi setiap persoalan senantiasa diberikan Allah kepada hamba-hambanya yang bertaqwa dan bersungguh-sungguh di dalam berfikir. Allah berfirman:
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ( QS.29:69 )
Patutlah kita bersyukur kepada Allah, bahwa para intelektual muslim dari berbagai bidang ilmu dan keahlian dewasa ini. Setelah menyaksikan kebobrokan mental manusia disegala tingkatan dan penindasan atas sesama yang terus merajalela, baik oleh mereka yang super kuat maupun yang bersembunyi di balik demokrasi serta tirai hak asasi, sebagai hasil binaan dan pengarahan dari konsepsi berdasarkan rekayasa otak manusia semata, tanpa iman dan perhitungan keselamatan akhirat.
Bukankah telah cukup banyak kita mendengar dan menyaksikan bahwa diantara para penguasa yang mengaku beragama Islam, ternyata tanpa segan-segan menganggap orang-orang yang beriman yang hendak menegakan hukum Allah dan Rasulnya sebagai penjahat dan pengacau, yang membuat keresahan di masyarakat? Apakah kita tidak berpikir, siapakah sesungguhnya mereka yang mengusir, memenjarakan dan membunuh orang-orang beriman yang sadar terhadap dien mereka? Layakkah mereka mendapatkan dukungan ummat Islam, justru untuk menghancurkan hukum Islam itu sendiri?
Maka kemanakah kita akan melangkah mempertanyakan adanya jama'ah dan imamah? belum pernahkah ada sekolompok muslim di muka bumi yang luas ini, yang dengan gagah berani memproklamirkan sistem kekhilafahan Islam setelah tahun 1924 tidak berlanjutnya kekhilafahan turki? ataukah buat selama-lamanya tidak akan pernah ada?
Adalah sangat mengherankan jika ummat Islam yang telah diwajibkan Allah dan Rasulnya untuk hidup dalam satu kesatuan jama'ah, justru hidup berpecah belah, berfirqah-firqah dan tiada sudi bersatu. Kenyataan yang mengherankan tersebut sesungguhnya hanya akibat dari apa yang telah dinyatakan Allah : Kullu hizbim bima ladaihim farihun (Setiap kelompok bangga dengan kelompoknya sendiri), disamping penyakit Al Wahn (Cinta dunia tapi takut mati) yang telah merajalela menyakiti batang tubuh kaum muslimin.
Ironisnya lagi, pertengkaran dan pertikaian antara sesama kelompok muslim dewasa ini justru di damaikan oleh penguasa-penguasa non Islam. Mengapa justru juru damai datang dari orang-orang kafir dan bukan dari kalangan ummat Islam sendiri? memang sangatlah menggelikan hati, Akankah kita terus menerus mengumandangkan slogan bersatu dan bersatu....sementara kita tetap statis dalam perpecahan? Belumkah tiba waktunya jama'ah-jama'ah minal muslimin keluar untuk memenuhi kewajiban berjama'ah dan menta'ati Ulil Amri minkum? dimanakah sikap kal bunyan yasuddu ba'dhuhum ba;dha (seperti bangunan yang kokoh, saling menguatkan diantara mereka) itulah pertanyaan serta agenda permasalahan yang mestinya di jawab oleh setiap muslim yang tulus dan mengharap keridaan Allah Malikurrahman.
(Abul Hasan/Mdnh/Iqraku)
sumber : http://iqraku.blogspot.com/
Senin, 30 November 2009
Ba’asyir: Sebutan Tokoh Muslim Berpengaruh adalah Definisi Amerika
Disebut sebagai muslim berpengaruh dunia versi The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Ustad Abubakar Ba’asyir justru merasa dirugikan. Pasalnya, pencatutan dirinya itu lantaran sebagai tokoh Islam radikal.
“Dimasukkanya saya sebagai tokoh muslim radikal berpengaruh dunia, merupakan salah satu cara pembunuhan karakter (character assassination),” ujarnya kepada www.hidayatullah.com.
Mantan Amir Majelis Mujahidin (MMI) ini menjelaskan dengan mengatakan Islam garis keras yang disandarkan pada dirinya hanya karena citra yang sudah diberikan oleh Amerika dan sekutunya. Padahal menurutnya, dia tidaklah seperti itu.
Sepengetahuan dia, dalam buku The 500 Most Influential Muslims in The World itu penulis membagi dua tokoh Islam, moderat dan radikal. Tokoh Islam moderat sebagaimana dimaksudkan Amerika adalah tokoh Islam yang tidak setuju syariat Islam diberlakukan. Mereka juga tidak setuju jika perjuangan adalah jihad. Sedang tokoh Islam radikal adalah golongan yang berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah dan berusaha menegakkan syariat Islam.
“Tokoh inilah yang oleh Amerika dinamakan garis keras,” tegasnya. “Dan karena saya ingin syariat Islam diberlakukan, maka saya dinamakan tokoh garis keras,” imbuhnya.
Mengenai penokohan itu terlepas radikal maupun moderat, menurutnya, dirinya tak layak ditokohkan.
“Saya ini nggak pantes dijadikan tokoh, apalagi sekaliber dunia,” ungkapnya. Namun lagi-lagi, menurutnya, Amerika memiliki kebiasaan membesarkan namanya di mata dunia sebagai cara pembunuhan carakter seperti itu.
Sebagaimana diketahui, dalam buku The 500 Most Influential Muslims in The World yang diterbitkan oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), terdapat delapan nama tokoh Indonesia yang masuk kategori muslim paling berpengaruh.
Diaantaranya Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan Abubakar Ba’asyir. Hasyim Muzadi disebutkan sebagai pemimpin NU, organisasi Muslim di Indonesia dan salah satu organisasi Islam paling berpengaruh di dunia.
Sementara itu, Din Syamsudin disebutkan sebagai pemimpin organisasi sosio-religius terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, dan Wakil Ketua MUI. Ia disebutkan sebagai tokoh yang sering melawan pluralisme agama serta tokoh yang membawa Muhammadiyah ke dalam jalur yang lebih konservatif dengan penegasan pada ijtihad dan hadits. Ia juga disebutkan sebagai seorang reformis.
Sementara itu, dalam kategori wanita, terdapat empat tokoh wanita Indonesia termasuk tokoh liberal Siti Musdah Mulia. Sementara nama Abubakar Ba'asyir dimasukkan tokoh radikal. [ans/hdytlh/Iqraku]
Minggu, 29 November 2009
Pengalamanku Betemu Syekh Usamah bin Ladin
Inilah kisah seorang ikhwan yang berjihad di bumi Afghanistan dan mendapatkan kesempatan langka bertemu langsung dan bertatap muka dengan Syekh Usamah bin Ladin. Seperti apa Syekh Usamah bin Ladin ketika berada di bumi jihad ? Bagaimana akhlak dan perilaku beliau ? Berikut penuturannya...!
Di Medan Pertempuran
Ada beberapa jabhah (front) yang pernah saya terjuni dan adapula beberapa kali operasi perang yang saya ikuti, tetapi rasanya tidak ada faedahnya sama sekali jika saya ceritakan disini, terutama bagi saya sendiri.
Saya disini hanya akan menceritakan sedikit kenangan manis saya, semasa di Front Joji Paktia Afghanistan, terutama perjumpaanku dan perkenalanku dengan Asy-Syekh Usamah bin Ladin rhm pada sekitar pertengahan tahun 1987.
Joji adalah suatu tempat pegunungan atau perbukitan yang letaknya di wilayah Paktia, wilayah bagian selatan Afghanistan, perbatasan dengan wilayah Pakistan tempatnya sangat indah dibandingkan dengan tempat-tempat lain yang pernah saya kunjungi karena dipenuhi dengan pepohonan sejenis cemara atau pinus, sedang di tempat lain hanya terlihat bebatuan belaka, tempatnya sangat dingin lagi sejuk, jika datang musim dingin saljunya tinggi bisa mencapai dua meter atau lebih.
Pegunungan dan perbukitan ini sangat strategis baik untuk pertahanan maupun penyerangan bagi kedua belah pihak baik bagi mujahidin maupun bagi pasukan kafir komunis Rusia.
Strategis bagi mujahidin karena ia merupakan pintu masuk utama untuk pengiriman logistik, amunisi, pasukan dan sebagainya dan sangat strategis untuk penyerangan sebab tempatnya tinggi, sangat membantu para mujahidin untuk menyerang tempat-tempat di sekitarnya yang belum dikuasai baik dengan pasukan infantri maupun artilerinya.
Adapun bagi tentara kafir komunis Rusia, tempat ini sangat berharga lagi mahal, mereka siap membeli tempat ini seandainya dijual dengan berapapun bayarannya, sebab dengan menguasai Joji, akan dapat mengunci mati pergerakan mujahidin di daerah ini, dengan kata lain, mujahidin tidak bisa memasuki wilayah Afghan, jika hendak memasuki akan dengan mudah disekat dan dipatahkan, maka dengan terpaksa mujahidin akan meletakkan basenya di daerah wilayah Pakistan.
Jika para mujahidin tidak dapat memasuki wialyah Afghanistan, maka mereka tidak dapat melancarkan serangan, khususnya dengan senjata-senjata Artilery, sebab serangan tidak mungkin dilancarkan dari negeri tetangga, sebab ketika itu tentunya sangat sensitif sekali disamping menjaga hubungan saudara sesama muslim dengan Pakistan terutama dengan Almarhum Dhiya-Ul-Haq selaku Presiden Pakistan pada saat itu dan pada saat itu boleh dikata beliau adalah bapak asuh para Mujahidin.
Karena begitu strategisnya Joji bagi kedua belah pihak yang sedang bertempur, maka tempat ini sering sekali menjadi ajang pertempuran baik daratnya maupun udaranya, hingga dikuasai oleh mujahidin sepenuhnya dan menjadi aman dari serangan musuh karena tempat-tempat lain di sekitarnya telah dapat ditaklukan semuanya kalau tidak salah pada akhir 1987 atau awal 1988-an.
Di medan Joji juga terkenal dengan bunker-bunkernya (rumah bawah tanah) hampir seluruh mujahidin yang berada di front tersebut, camp mereka berada di dalam tanah, ada satu terowongan raksasa di bawah gunung yang dibuat oleh Mujahidin yang mana ribuan senjata bisa masuk bahkan berpuluh-puluh kendaraan berat bisa sampai di dalamnya.
Bertemu Syekh Usamah bin Ladin
Ikhwah mujahidin Arab mencatat sejarah rekor yang gemilang dalam peperangan Afghanistan dari melawan tentara kafir beruang merah dan bonekanya, kemudian memerangi kaum bughot dan munafikin hingga perang melawan tentara Salibis kafir yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
Sungguh jasa mereka besar sekali dalam membangun jabhah (front pertempuran) dan pertahanan di Joji, mereka membuat bunker-bunker dan trenche-trenche (parit perlindungan), bekerjasama dengan tandzhim-tandzhim Mujahidin Afghanistan terutama dengan Ittihad Al-Islamyyah yang dipimpin oleh Asy-Syekh AbdurRabbi Rasul Sayyaf pada saat itu, mereka tidak hanya berjasa dalam menyediakan fasilitas bahkan dalam setiap penyerangan ditempat tersebut, merekalah yang menjadi ujung tombaknya.
Hampir setiap petahanan terdepan Joji yang berdekatan dengan musuh diduduki oleh Ikhwah Arab ada satu-dua camp yang diduduki oleh mujahidin Afghanistan termasuk dari tandzhim Hizbul Islam pimpinan Al-Muhandis Ghulbuddin Hikmatyar, mereka berhasil menggali trenches dan membuat bunker di daerah paling depan yang menjorok ke daerah musuh, di daerah dan tempat ini mereka namakan "Ma'sadah" (tempat berkumpulnya para singa), maksudnya tempat berkumpulnya para mujahidin yang senantiasa siap menerkam dan mengganyang musuh-musuhnya, di tempat inilah Asy-Syekh Usamah bin Ladin hfz berada, beliau adalah komandan umum bagi seluruh mujahidin Arab yang ada di tempat itu, beliaulah yang memimpin pertempuran secara langsung.
Di ma'sadah inilah saya diperkenalkan oleh Allah swt dengan beliau yaitu di sebuah bunker bawah tanah yang tertutup dengan salju yang sangat tebal dalam keadaan gelap gulita hanya ada pelita kecil yang menyinarinya.
Semula saya tidak menyangka sama sekali kalau beliau itu Asy-Syekh Usamah bin Ladin, karena sebelumnya saya belum mengenali secara pasti atau dari dekat, memang saya pernah melihat sekilas saja lagi pula hanya dari kejauhan, disamping itu saya tidak mendengar seorangpun dari ikhwah Arab yang memanggil beliau dengan namanya pada saat itu, semuanya memanggil dengan nama Kuniyah yaitu : Abu Abdullah, sedangkan pada begitu banyaknya nama kuniyah dengan nama depan Abu, termasuk Abu Abdullah.
Tetapi alhamdulillah ada salah seorang mujahid Arab pelan-pelan membisikkan di telinga saya, katanya : "Ta'rif Anta ya Akhi?" (Kenalkah anda wahai saudaraku?), sayapun bertanya kembali, "Maaza?" (Apa?), Akhi itu mengatakan, "Haaza...Huwa Asy-Syekh Usamah Ibnu Ladin." Saya ketika itu merasa kurang percaya, lalu akh tersebut menambahkan "Uqsimu Billah" (Saya bersumpah demi Allah), begitulah kebiasaan orang Arab untuk mempercayai apa yang disampaikan.
Dengan informasi ini saya tidak menyia-nyiakan kesempatan dan peluang yang berharga ini, sayapun mulai memperkenalkan nama kuniah saya kepada beliau dengan tambahan ucapan-ucapan yang bersifat familier seperti : "Kaifa Hallukum?", "Kaifa Shihatukum", "Kaifa Akhbarukum?" (bagaimana keadaanmu, kesehatanmu, berita-beritamu), maka beliaupun menanggapi dengan senyum dan pandangan matanya yang khas sambil bertanya juga, "Kaifa Hallukum?", "Kaifa Shihatukum", "Kaifa Akhbarukum?
Hanya sebatas inilah perkenalanku dengan beliau, memang begitulah adab-adab perkenalan yang biasa dilakukan oleh mujahidin, masing-masing menjaga kerahasiaan satu dengan yang lain, sehingga satu sama lain saling tidak mengenali berasal dari negara mana ia datang, paling-paling sebatas terka-menerka, kecuali orang-orang tertentu saja yang mengetahui, jadi tidak ada seorang mujahidpun yang menyibukkan diri dengan bertanya, misalnya, Anda dari mana?, dengan siapa? Naik apa? dan lain sebagainya.
Biasanya orang yang menyibukkan diri dengan hal ini adalah para intel yang ditugaskan meskipun tidak semuanya, ada juga yang karena kebiasaan dan pembawaan sehingga sukar merubahnya, biasanya kalau ternyata dia seorang intel atau munafikin yang ditugaskan, pasti tidak betah untuk tinggal lama berada di Front bahkan ada juga yang baru satu atau dua hari, karena serangan bom musuh yang bertubi-tubi dia seperti cacing kepanasan ingin kembali ke negerinya atau ke tempat yang aman, bahkan ada yang akhirnya mengaku bahwa sebenarnya dirinya itu adalah seorang intel sembari merajuk dengan penuh kehinaan.
Dari masa-ke masa dari waktu-ke waktu dari hari-kehari saya dengan diam-diam memperhatikan kepribadian beliau sebab pada saat itu saya punya satu keyakinan bahwa Allah swt telah memberkati umur saya dengan dipertemukan bersama sosok hamba Allah yang memiliki keutamaan, dengan kelebihan yang tidak diberikan kepada yang lainnya.
Jika melihat beliau seolah-olah saya dipertemukan dengan salah seorang sahabat Nabi saw, yaitu Utsman bin Affan r.a atau Abdurrahman bin Auf, r.a karena pada beliau-beliau r.a ada salah satu sifat yang menyamainya, yaitu terjun ke medan perang dengan harta dan jiwanya.
Asy-Syekh Usamah bin Ladin hfz, sebagaimana yang telah dimaklumi umum bahwa beliau adalah seseorang yang boleh dikatakan bukan hanya sebagai millioner saja tetapi billioner atau lebih dari itu, namun beliau tidak menggunakan kekayaannya seperti kebiasaan orang kaya menggunakan hartanya, malah beliau terjun ke medan perang dnegan harta dan jiwanya dan siap hidup zuhud di medan perang sebagaimana mujahidin yang lain, maka ketika itu bisikan hati saya mengatakan orang seperti ini bukan mansuia sembarangan belum tentu dalam jutaan manusia ada satu orang dan sayapun hingga hari ini belum menemukan orang yang menyamainya.
Memang ada satu tabiat pada diri saya mudah-mudahan tabiat ini baik menurut Allah swt yaitu, saya dengan hamba allah yang punya kelebihan dan keutamaan, khususnya dalam urusan dien, meskipun orang tersebut dalam pandangan orang lain tidak ada kedudukan apa-apa bahkan dipandang remeh, sebab sangat sulit untuk mencari seseorang yang mempunyai satu kelebihan kemudian dengan kelebihannya itu berperan penting dalam suatu program yang sesuai sehinga dengan kehadirannya menambah kemajuan besar bagi Isalm dan kaum muslimin.
Rasulullah saw bersabda :
"Manusia itu bagaikan unta, dalam seratus unta anda tidak mendapati satu ekorpun darinya yang bisa dijadikan tunggangan yang baik."
Maka kalau kita perhatikan sepanjang sejarah perjalanan manusia sebenarnya tidak banyak orang-orang yang diberi kelebihan oleh Allah swt. Manusia yang dipilih menjadi Rasul-Nya hanya 25 orang saja, Ash-Shodiqin, Asy-Syuhada', Ash-Sholihihnnyapun terbatas jika dibandingkan dengan jumlah mayoritasnya.
Ulama' fuqoha', pakar-pakar tafsir (mufassirin) dari zaman sahabat r.a, hingga tabi'ut-tabi'in pun sangat terbatas, perawi-perawi hadits khususnya yang bertitel mukhorrij hanya beberapa orang saja, tidak sampai seratus jumlahnya.
Bersambung...
sumber : www.ar-rahmah.com
Langganan:
Postingan (Atom)