Jumat, 06 November 2009

UMAR BIN KHATTAB


Seorang pemuda yang gagah perkasa berjalan dengan langkah yang mantap mencari Nabi hendak membunuhnya. Ia sangat membenci Nabi, dan agama baru yang dibawanya. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang bernama Naim bin Abdullah yang menanyakan tujuan perjalanannya tersebut. Kemudian diceritakannya niatnya itu. Dengan mengejek, Naim mengatakan agar ia lebih baik memperbaiki urusan rumah tangganya sendiri terlebih dahulu. Seketika itu juga pemuda itu kembali ke rumah dan mendapatkan ipar lelakinya sedang asyik membaca kitab suci Al-Qur'an. Langsung sang ipar dipukul dengan ganas, pukulan yang tidak membuat ipar maupun adiknya meninggalkan agama Islam. Pendirian adik perempuannya yang teguh itu akhirnya justru menentramkan hatinya dan malahan ia memintanya membaca kembali baris-baris Al-Qur'an. Permintaan tersebut dipenuhi dengan senang hati. Kandungan arti dan alunan ayat-ayat Kitabullah ternyata membuat si pemuda itu begitu terpesonanya, sehingga ia bergegas ke rumah Nabi dan langsung memeluk agama Islam. Begitulah pemuda yang bernama Umar bin Khattab, yang sebelum masuk Islam dikenal sebagai musuh Islam yang berbahaya. Dengan rahmat dan hidayah Allah, Islam telah bertambah kekuatannya dengan masuknya seorang pemuda yang gagah perkasa. Ketiga bersaudara itu begitu gembiranya, sehingga mereka secara spontan mengumandangkan "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar). Gaungnya bergema di pegunungan di sekitarnya.

Umar masuk agama Islam pada usia 27 tahun. Beliau dilahirkan di Makkah, 40 tahun sebelum hijrah. Silsilahnya berkaitan dengan garis keturunan Nabi pada generasi ke delapan. Moyangnya memegang jabatan duta besar dan leluhurnya adalah pedagang. Ia salah satu dari 17 orang Makkah yang terpelajar ketika kenabian dianugerahkan kepada Muhammad SAW.

Dengan masuknya Umar ke dalam agama Islam, kekuatan kaum Muslimin makin bertambah tangguh. Ia kemudian menjadi penasehat utama Abu Bakar selama masa pemerintahan dua setengah tahun. Ketika Abu Bakar mangkat, ia dipilih menjadi khalifah Islam yang kedua, jabatan yang diembannya dengan sangat hebat selama sepuluh setengah tahun. Ia meninggal pada tahun 644 M, dibunuh selagi menjadi imam sembahyang di masjid Nabi. Pembunuhnya bernama Feroz alias Abu Lu'lu, seorang Majusi yang tidak puas.

Ajaran-ajaran Nabi telah mengubah suku-suku bangsa Arab yang suka berperang menjadi bangsa yang bersatu, dan merupakan suatu revolusi terbesar dalam sejarah manusia. Dalam masa tidak sampai 30 tahun, orang-orang Arab yang suka berkelana telah menjadi tuan sebuah kerajaan terbesar di waktu itu. Prajurit-prajuritnya melanda tiga benua terkenal di dunia, dan dua kerajaan besar Caesar (Romawi) dan Chesroes (Parsi) bertekuk lutut di hadapan pasukan Islam yang perkasa. Nabi telah meninggalkan sekelompok orang yang tidak mementingkan diri, yang telah mengabdikan dirinya kepada satu tujuan, yakni berbakti kepada agama yang baru itu. Salah seorang di antaranya adalah Umar al-Faruq, seorang tokoh besar, di masa perang maupun di waktu damai. Tidak banyak tokoh dalam sejarah manusia yang telah menunjukkan kepintaran dan kebaikan hati yang melebihi Umar, baik sebagai pemimpin tentara di medan perang, maupun dalam mengemban tugas-tugas terhadap rakyat serta dalam hak ketaatan kepada keadilan. Kehebatannya terlihat juga dalam mengkonsolidasikan negeri-negeri yang telah di taklukkan.

Islam sempat dituduh menyebarluaskan dirinya melalui ujung pedang. Tapi riset sejarah modern yang dilakukan kemudian membuktikan bahwa perang yang dilakukan orang Muslim selama kekhalifahan Khulafaurrosyidin adalah untuk mempertahankan diri.

Sejarawan Inggris, Sir William Muir, melalui bukunya yang termasyur, Rise, Decline and Fall of the Caliphate, mencatat bahwa setelah penaklukan Mesopotamia, seorang jenderal Arab bernama Zaid memohon izin Khalifah Umar untuk mengejar tentara Parsi yang melarikan diri ke Khurasan. Keinginan jenderalnya itu ditolak Umar dengan berkata, "Saya ingin agar antara Mesopotamia dan negara-negara di sekitar pegunungan-pegunungan menjadi semacam batas penyekat, sehingga orang-orang Parsi tidak akan mungkin menyerang kita. Demikian pula kita, kita tidak bisa menyerang mereka. Dataran Irak sudah memenuhi keinginan kita. Saya lebih menyukai keselamatan bangsaku dari pada ribuan barang rampasan dan melebarkan wilayah penaklukkan. Muir mengomentarinya demikian: "Pemikiran melakukan misi yang meliputi seluruh dunia masih merupakan suatu embrio, kewajiban untuk memaksakan agama Islam melalui peperangan belum lagi timbul dalam pikiran orang Muslimin."

Umar adalah ahli strategi militer yang besar. Ia mengeluarkan perintah operasi militer secara mendetail. Pernah ketika mengadakan operasi militer untuk menghadapi kejahatan orang-orang Parsi, beliau yang merancang kopmposisi pasukan Muslim, dan mengeluarkan perintah dengan detailnya. Saat beliau menerima khabar hasil pertempurannya beliau ingin segera menyampaikan berita gembira atas kemenangan tentara kaum Muslimin kepada penduduk, lalu Khalifah Umar berpidato di hadapan penduduk Madinah: "Saudara-saudaraku! Aku bukanlah rajamu yang ingin menjadikan Anda budak. Aku adalah hamba Allah dan pengabdi hamba-Nya. Kepadaku telah dipercayakan tanggung jawab yang berat untuk menjalankan pemerintahan khilafah. Adalah tugasku membuat Anda senang dalam segala hal, dan akan menjadi hari nahas bagiku jika timbul keinginan barang sekalipun agar Anda melayaniku. Aku berhasrat mendidik Anda bukan melalui perintah-perintah, tetapi melalui perbuatan."

Pada tahun 634 M, pernah terjadi pertempuran dahsyat antara pasukan Islam dan Romawi di dataran Yarmuk. Pihak Romawi mengerahkan 300.000 tentaranya, sedangkan tentara Muslimin hanya 46.000 orang. Walaupun tidak terlatih dan berperlengkapan buruk, pasukan Muslimin yang bertempur dengan gagah berani akhirnya berhasil mengalahkan tentara Romawi. Sekitar 100.000 orang serdadu Romawi tewas sedangkan di pihak Muslimin tidak lebih dari 3000 orang yang tewas dalam pertempuran itu. Ketika Caesar diberitakan dengan kekalahan di pihaknya, dengan sedih ia berteriak: "Selamat tinggal Syria," dan dia mundur ke Konstantinopel.

Beberapa prajurit yang melarikan diri dari medan pertempuran Yarmuk, mencari perlindungan di antara dinding-dinding benteng kota Yerusalem. Kota dijaga oleh garnisun tentara yang kuat dan mereka mampu bertahan cukup lama. Akhirnya uskup agung Yerusalem mengajak berdamai, tapi menolak menyerah kecuali langsung kepada Khalifah sendiri. Umar mengabulkan permohonan itu, menempuh perjalanan di Jabia tanpa pengawalan dan arak-arakan kebesaran, kecuali ditemani seorang pembantunya. Ketika Umar tiba di hadapan uskup agung dan para pembantunya, Khalifah menuntun untanya yang ditunggangi pembantunya. Para pendeta Kristen lalu sangat kagum dengan sikap rendah hati Khalifah Islam dan penghargaannya pada persamaan martabat antara sesama manusia. Uskup agung dalam kesempatan itu menyerahkan kunci kota suci kepada Khalifah dan kemudian mereka bersama-sama memasuki kota. Ketika ditawari bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar menolaknya dengan mengatakan: "Kalau saya berbuat demikian, kaum Muslimin di masa depan akan melanggar perjanjian ini dengan alasan mengikuti contoh saya." Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen. Sedangkan kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang Muslimin, hak milik mereka dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa pun.

Penaklukan Syria sudah selesai. Seorang sejarawan terkenal mengatakan: "Syria telah tunduk pada tongkat kekuasaan Khalifah, 700 tahun setelah Pompey menurunkan tahta raja terakhir Macedonia. Setelah kekalahannya yang terakhir, orang Romawi mengaku takluk, walaupun mereka masih terus menyerang daerah-daerah Muslimin. Orang Romawi membangun sebuah rintangan yang tidak bisa dilalui, antara daerahnya dan daerah orang Muslim. Mereka juga mengubah sisa tanah luas miliknya di perbatasan Asia menjadi sebuah padang pasir. Semua kota di jalur itu dihancurkan, benteng-benteng dibongkar, dan penduduk dipaksa pindah ke wilayah yang lebih utara. Demikianlah keadaannya apa yang dianggap sebagai perbuatan orang Arab Muslim yang biadab sesungguhnya hasil kebiadaban Byzantium." Namun kebijaksanaan bumi hangus yang sembrono itu ternyata tidak dapat menghalangi gelombang maju pasukan Muslimin. Dipimpin Ayaz yang menjadi panglima, tentara Muslim melewati Tarsus, dan maju sampai ke pantai Laut Hitam.

Menurut sejarawan terkenal, Baladhuri, tentara Islam seharusnya telah mencapai Dataran Debal di Sind. Tapi, kata Thabari, Khalifah menghalangi tentaranya maju lebih ke timur dari Mekran.

Suatu penelitian pernah dilakukan untuk menunjukkan faktor-faktor yang menentukan kemenangan besar operasai militer Muslimin yang diraih dalam waktu yang begitu singkat. Kita ketahui, selama pemerintahan khalifah yang kedua, orang Islam memerintah daerah yang sangat luas. Termasuk di dalamnya Syria, Mesir, Irak, Parsi, Khuzistan, Armenia, Azerbaijan, Kirman, Khurasan, Mekran, dan sebagian Baluchistan. Pernah sekelompok orang Arab yang bersenjata tidak lengkap dan tidak terlatih berhasil menggulingkan dua kerajaan yang paling kuat di dunia. Apa yang memotivasikan mereka? Ternyata, ajaran Nabi SAW. telah menanamkan semangat baru kepada pengikut agama baru itu. Mereka merasa berjuang hanya demi Allah semata. Kebijaksanaan khalifah Islam kedua dalam memilih para jenderalnya dan syarat-syarat yang lunak yang ditawarkan kepada bangsa-bangsa yang ditaklukan telah membantu terciptanya serangkaian kemenangan bagi kaum Muslimin yang dicapai dalam waktu sangat singkat.

Bila diteliti kitab sejarah Thabari, dapat diketahui bahwa Umar al-Faruq, kendati berada ribuan mil dari medan perang, berhasil menuntun pasukannya dan mengawasi gerakan pasukan musuh. Suatu kelebihan anugerah Allah yang luar biasa. Dalam menaklukan musuhnya, khalifah banyak menekankan pada segi moral, dengan menawarkan syarat-syarat yang lunak, dan memberikan mereka segala macam hak yang bahkan dalam abad modern ini tidak pernah ditawarkan kepada suatu bangsa yang kalah perang. Hal ini sangat membantu memenangkan simpati rakyat, dan itu pada akhirnya membuka jalan bagi konsolidasi administrasi secara efisien. Ia melarang keras tentaranya membunuh orang yang lemah dan menodai kuil serta tempat ibadah lainnya. Sekali suatu perjanjian ditandatangani, ia harus ditaati, yang tersurat maupun yang tersirat.

Berbeda dengan tindakan penindasan dan kebuasan yang dilakukan Alexander, Caesar, Atilla, Ghengiz Khan, dan Hulagu. Penaklukan model Umar bersifat badani dan rohani.

Ketika Alexander menaklukan Sur, sebuah kota di Syria, dia memerintahkan para jenderalnya melakukan pembunuhan massal, dan menggantung seribu warga negara terhormat pada dinding kota. Demikian pula ketika dia menaklukan Astakher, sebuah kota di Parsi, dia memerintahkan memenggal kepala semua laki-laki. Raja lalim seperti Ghengiz Khan, Atilla dan Hulagu bahkan lebih ganas lagi. Tetapi imperium mereka yang luas itu hancur berkeping-keping begitu sang raja meninggal. Sedangkan penaklukan oleh khalifah Islam kedua berbeda sifatnya. Kebijaksanaannya yang arif, dan administrasi yang efisien, membantu mengonsolidasikan kerajaannya sedemikian rupa. Sehingga sampai masa kini pun, setelah melewati lebih dari 1.400 tahun, negara-negara yang ditaklukannya masih berada di tangan orang Muslim. Umar al-Faruk sesungguhnya penakluk terbesar yang pernah dihasilkan sejarah.

Sifat mulia kaum Muslimin umumnya dan Khalifah khususnya, telah memperkuat kepercayaan kaum non Muslim pada janji-janji yang diberikan oleh pihak Muslimin. Suatu ketika, Hurmuz, pemimpin Parsi yang menjadi musuh bebuyutan kaum Muslimin, tertawan di medan perang dan di bawa menghadap Khalifah di Madinah. Ia sadar kepalanya pasti akan dipenggal karena dosanya sebagai pembunuh sekian banyak orang kaum Muslimin. Dia tampaknya merencanakan sesuatu, dan meminta segelas air. Permohonannya dipenuhi, tapi anehnya ia tidak mau minum air yang dihidangkan. Dia rupanya merasa akan dibunuh selagi mereguk minuman, Khalifah meyakinkannya, dia tidak akan dibunuh kecuali jika Hurmuz meminum air tadi. Hurmuz yang cerdik seketika itu juga membuang air itu. Ia lalu berkata, karena dia mendapatkan jaminan dari Khalifah, dia tidak akan minum air itu lagi. Khalifah memegang janjinya. Hurmuz yang terkesan dengan kejujuran Khalifah, akhirnya masuk Islam.

Khalifah Umar pernah berkata, "Kata-kata seorang Muslim biasa sama beratnya dengan ucapan komandannya atau khalifahnya." Demokrasi sejati seperti ini diajarkan dan dilaksanakan selama kekhalifahan ar-rosyidin hampir tidak ada persamaannya dalam sejarah umat manusia. Islam sebagai agama yang demokratis, seperti digariskan Al-Qur'an, dengan tegas meletakkan dasar kehidupan demokrasi dalam kehidupan Muslimin, dan dengan demikian setiap masalah kenegaraan harus dilaksanakan melalui konsultasi dan perundingan. Nabi SAW. sendiri tidak pernah mengambil keputusan penting tanpa melakukan konsultasi. Pohon demokrasi dalam Islam yang ditanam Nabi dan dipelihara oleh Abu Bakar mencapai puncaknya pada jaman Khalifah Umar. Semasa pemerintahan Umar telah dibentuk dua badan penasehat. Badan penasehat yang satu merupakan sidang umum yang diundang bersidang bila negara menghadapi bahaya. Sedang yang satu lagi adalah badan khusus yang terdiri dari orang-orang yang integritasnya tidak diragukan untuk diajak membicarakan hal rutin dan penting. Bahkan masalah pengangkatan dan pemecatan pegawai sipil serta lainnya dapat dibawa ke badan khusus ini, dan keputusannya dipatuhi.

Umar hidup seperti orang biasa dan setiap orang bebas menanyakan tindakan-tindakannya. Suatu ketika ia berkata: "Aku tidak berkuasa apa pun terhadap Baitul Mal (harta umum) selain sebagai petugas penjaga milik yatim piatu. Jika aku kaya, aku mengambil uang sedikit sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari. Saudara-saudaraku sekalian! Aku abdi kalian, kalian harus mengawasi dan menanyakan segala tindakanku. Salah satu hal yang harus diingat, uang rakyat tidak boleh dihambur-hamburkan. Aku harus bekerja di atas prinsip kesejahteraan dan kemakmuran rakyat."

Suatu kali dalam sebuah rapat umum, seseorang berteriak: "O, Umar, takutlah kepada Tuhan." Para hadirin bermaksud membungkam orang itu, tapi Khalifah mencegahnya sambil berkata: "Jika sikap jujur seperti itu tidak ditunjukan oleh rakyat, rakyat menjadi tidak ada artinya. Jika kita tidak mendengarkannya, kita akan seperti mereka." Suatu kebebasan menyampaikan pendapat telah dipraktekan dengan baik.

Ketika berpidato suatu kali di hadapan para gubernur, Khalifah berkata: "Ingatlah, saya mengangkat Anda bukan untuk memerintah rakyat, tapi agar Anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani Anda."

Pada saat pengangkatannya, seorang gubernur harus menandatangani pernyataan yang mensyaratkan bahwa "Dia harus mengenakan pakaian sederhana, makan roti yang kasar, dan setiap orang yang ingin mengadukan suatu hal bebas menghadapnya setiap saat." Menurut pengarang buku Futuhul-Buldan, di masa itu dibuat sebuah daftar barang bergerak dan tidak bergerak begitu pegawai tinggi yang terpilih diangkat. Daftar itu akan diteliti pada setiap waktu tertentu, dan penguasa tersebut harus mempertanggung-jawabkan terhadap setiap hartanya yang bertambah dengan sangat mencolok. Pada saat musim haji setiap tahunnya, semua pegawai tinggi harus melapor kepada Khalifah. Menurut penulis buku Kitab ul-Kharaj, setiap orang berhak mengadukan kesalahan pejabat negara, yang tertinggi sekalipun, dan pengaduan itu harus dilayani. Bila terbukti bersalah, pejabat tersebut mendapat ganjaran hukuman.

Muhammad bin Muslamah Ansari, seorang yang dikenal berintegritas tinggi, diangkat sebagai penyelidik keliling. Dia mengunjungi berbagai negara dan meneliti pengaduan masyarakat. Sekali waktu, Khalifah menerima pengaduan bahwa Sa'ad bin Abi Waqqash, gubernur Kufah, telah membangun sebuah istana. Seketika itu juga Umar memutus Muhammad Ansari untuk menyaksikan adanya bagian istana yang ternyata menghambat jalan masuk kepemukiman sebagian penduduk Kufah. Bagian istana yang merugikan kepentingan umum itu kemudian dibongkar. Kasus pengaduan lainnya menyebabkan Sa'ad dipecat dari jabatannya.

Seorang sejarawan Eropa menulis dalam The Encyclopedia of Islam: "Peranan Umar sangatlah besar. Pengaturan warganya yang non-Muslim, pembentukan lembaga yang mendaftar orang-orang yang mendapat hak untuk pensiun tentara (divan), pengadaan pusat-pusat militer (amsar) yang dikemudian hari berkembang menjadi kota-kota besar Islam, pembentukan kantor kadi (qazi), semuanya adalah hasil karyanya. Demikian pula seperangkat peraturan, seperti sembahyang tarawih di bulan Ramadhan, keharusan naik haji, hukuman bagi pemabuk, dan hukuman pelemparan dengan batu bagi orang yang berzina."

Khalifah menaruh perhatian yang sangat besar dalam usaha perbaikan keuangan negara, dengan menempatkannya pada kedudukan yang sehat. Ia membentuk "Diwan" (departemen keuangan) yang dipercayakan menjalankan administrasi pendapatan negara.

Pendapatan persemakmuran berasal dari sumber :

Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap Muslim yang berharta.
Kharaj atau pajak bumi
Jizyah atau pajak perseorangan. Dua pajak yang disebut terakhir, yang membuat Islam banyak dicerca oleh sejarawan Barat, sebenarnya pernah berlaku di kerajaan Romawi dan Sasanid (Parsi). Pajak yang dikenakan pada orang non Muslim jauh lebih kecil jumlahnya dari pada yang dibebankan pada kaum Muslimin.
Khalifah menetapkan pajak bumi menurut jenis penggunaan tanah yang terkena. Ia menetapkan 4 dirham untuk satu Jarib gandum. Sejumlah 2 dirham dikenakan untuk luas tanah yang sama tapi ditanami gersb (gandum pembuat ragi). Padang rumput dan tanah yang tidak ditanami tidak dipungut pajak. Menurut sumber-sumber sejarah yang dapat dipercaya, pendapatan pajak tahunan di Irak berjumlah 860 juta dirham. Jumlah itu tak pernah terlampaui pada masa setelah wafatnya Umar.

Ia memperkenalkan reform (penataan) yang luas di lapangan pertanian, hal yang bahkan tidak terdapat di negara-negara berkebudayaan tinggi di zaman modern ini. Salah satu dari reform itu ialah penghapusan zamindari (tuan tanah), sehingga pada gilirannya terhapus pula beban buruk yang mencekik petani penggarap. Ketika orang Romawi menaklukkan Syria dan Mesir, mereka menyita tanah petani dan membagi-bagikannya kepada anggota tentara, kaum ningrat, gereja, dan anggota keluarga kerajaan.

Sejarawan Perancis mencatat: "Kebijaksanaan liberal orang Arab dalam menentukan pajak dan mengadakan land reform sangat banyak pengaruhnya terhadap berbagai kemenangan mereka di bidang kemiliteran."

Ia membentuk departemen kesejahteraan rakyat, yang mengawasi pekerjaan pembangunan dan melanjutkan rencana-rencana. Sejarawan terkenal Allamah Maqrizi mengatakan, di Mesir saja lebih dari 20.000 pekerja terus-menerus dipekerjakan sepanjang tahun. Sejumlah kanal di bangun di Khuzistan dan Ahwaz selama masa itu. Sebuah kanal bernama "Nahr Amiril Mukminin," yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah, dibangun untuk menjamin pengangkutan padi secara cepat dari Mesir ke Tanah Suci.

Selama masa pemerintahan Umar diadakan pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan eksekutif. Von Hamer mengatakan, "Dahulu hakim diangkat dan sekarang pun masih diangkat. Hakim ush-Shara ialah penguasa yang ditetapkan berdasarkan undang-undang, karena undang-undang menguasai seluruh keputusan pengadilan, dan para gubernur dikuasakan menjalankan keputusan itu. Dengan demikian dengan usianya yang masih sangat muda, Islam telah mengumandangkan dalam kata dan perbuatan, pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan eksekutif." Pemisahan seperti itu belum lagi dicapai oleh negara-negara paling maju, sekalipun di zaman modern ini.

Umar sangat tegas dalam penegakan hukum yang tidak memihak dan tidak pandang bulu. Suatu ketika anaknya sendiri yang bernama Abu Syahma, dilaporkan terbiasa meminum khamar. Khalifah memanggilnya menghadap dan ia sendiri yang mendera anak itu sampai meninggal. Cemeti yang dipakai menghukum Abu Syahma ditancapkan di atas kuburan anak itu.

Kebesaran Khalifah Umar juga terlihat dalam perlakuannya yang simpatik terhadap warganya yang non Muslim. Ia mengembalikan tanah-tanah yang dirampas oleh pemerintahan jahiliyah kepada yang berhak yang sebagian besar non Muslim. Ia berdamai dengan orang Kristen Elia yang menyerah. Syarat-syarat perdamaiannya ialah: "Inilah perdamaian yang ditawarkan Umar, hamba Allah, kepada penduduk Elia. Orang-orang non Muslim diizinkan tinggal di gereja-gereja dan rumah-rumah ibadah tidak boleh dihancurkan. Mereka bebas sepenuhnya menjalankan ibadahnya dan tidak dianiaya dengan cara apa pun." Menurut Imam Syafi'i ketika Khalifah mengetahui seorang Muslim membunuh seorang Kristen, ia mengijinkan ahli waris almarhum menuntut balas. Akibatnya, si pembunuh dihukum penggal kepala.

Khalifah Umar juga mengajak orang non Muslim berkonsultasi tentang sejumlah masalah kenegaraan. Menurut pengarang Kitab al-Kharaj, dalam wasiatnya yang terakhir Umar memerintahkan kaum Muslimin menepati sejumlah jaminan yang pernah diberikan kepada non Muslim, melindungi harta dan jiwanya, dengan taruhan jiwa sekalipun. Umar bahkan memaafkan penghianatan mereka, yang dalam sebuah pemerintahan beradab di zaman sekarang pun tidak akan mentolerirnya. Orang Kristen dan Yahudi di Hems bahkan sampai berdoa agar orang Muslimin kembali ke negeri mereka. Khalifah memang membebankan jizyah, yaitu pajak perlindungan bagi kaum non Muslim, tapi pajak itu tidak dikenakan bagi orang non Muslim, yang bergabung dengan tentara Muslimin.

Khalifah sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga pada suatu ketika secara diam-diam ia turun berkeliling di malam hari untuk menyaksikan langsung keadaan rakyatnya. Pada suatu malam, ketika sedang berkeliling di luar kota Madinah, di sebuah rumah dilihatnya seorang wanita sedang memasak sesuatu, sedang dua anak perempuan duduk di sampingnya berteriak-teriak minta makan. Perempuan itu, ketika menjawab Khalifah, menjelaskan bahwa anak-anaknya lapar, sedangkan di ceret yang ia jerang tidak ada apa-apa selain air dan beberapa buah batu. Itulah caranya ia menenangkan anak-anaknya agar mereka percaya bahwa makanan sedang disiapkan. Tanpa menunjukan identitasnya, Khalifah bergegas kembali ke Madinah yang berjarak tiga mil. Ia kembali dengan memikul sekarung terigu, memasakkannya sendiri, dan baru merasa puas setelah melihat anak-anak yang malang itu sudah merasa kenyang. Keesokan harinya, ia berkunjung kembali, dan sambil meminta maaf kepada wanita itu ia meninggalkan sejumlah uang sebagai sedekah kepadanya.

Khalifah yang agung itu hidup dengan cara yang sangat sederhana. Tingkat kehidupannya tidak lebih tinggi dari kehidupan orang biasa. Suatu ketika Gubernur Kufah mengunjunginya sewaktu ia sedang makan. Sang gubernur menyaksikan makanannya terdiri dari roti gersh dan minyak zaitun, dan berkata, "Amirul mukminin, terdapat cukup di kerajaan Anda; mengapa Anda tidak makan roti dari gandum?" Dengan agak tersinggung dan nada murung, Khalifah bertanya, "Apakah Anda pikir setiap orang di kerajaanku yang begitu luas bisa mendapatkan gandum?" "Tidak," Jawab gubernur. "Lalu, bagaimana aku dapat makan roti dari gandum? Kecuali bila itu bisa dengan mudah didapat oleh seluruh rakyatku." Tambah Umar.

Dalam kesempatan lain Umar berpidato di hadapan suatu pertemuan. Katanya, "Saudara-saudara, apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian lakukan?" Seorang laki-laki bangkit dan berkata, "Anda akan kami pancung." Umar berkata lagi untuk mengujinya, "Beranikah anda mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan seperti itu kepadaku?" "Ya, berani!" jawab laki-laki tadi. Umar sangat gembira dengan keberanian orang itu dan berkata, "Alhamdulillah, masih ada orang yang seberani itu di negeri kita ini, sehingga bila aku menyeleweng mereka akan memperbaikiku."

Seorang filosof dan penyair Muslim tenar dari India menulis nukilan seperti berikut untuk dia:
Jis se jigar-i-lala me thandak ho who shabnam Daryaan ke dil jis se dabel jaen who toofan

Seperti embun yang mendinginkan hati bunga lily, dan bagaikan topan yang menggelagakkan dalamnya sungai.

Sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zaidan terhadap prestasi Umar berkomentar:
"Pada zamannya, berbagai negara ia taklukkan, barang rampasan kian menumpuk, harta kekayaan raja-raja Parsi dan Romawi mengalir dengan derasnya di hadapan tentaranya, namun dia sendiri menunjukkan kemampuan menahan nafsu serakah, sehingga kesederhanaannya tidak pernah ada yang mampu menandingi. Dia berpidato di hadapan rakyatnya dengan pakaian bertambalkan kulit hewan. Dia mempraktekkan satunya kata dengan perbuatan. Dia mengawasi para gubernur dan jenderalnya dengan cermat dan dengan cermat pula menyelidiki perbuatan mereka. Bahkan Khalid bin Walid yang perkasa pun tidak terkecuali. Dia berlaku adil kepada semua orang, dan bahkan juga bagi orang non-Muslim. Selama masa pemerintahannya, disiplin baja diterapkan secara utuh."

Referensi : SERATUS MUSLIM TERKEMUKA, Jamil Ahmad

Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Perang Salib (IV)


Tujuan utama Perang Salib adalah merebut dan mempertahankan Jerusalem. Kini kota suci ini telah kembali ke pangkuan kaum muslimin. Selanjutnya, meskipun ada persamaan antara Perang Salib I dengan Perang Salib III, ada juga perbedaan-perbedaannya, di antaranya sebagai berikut.

Pertama, pada Perang Salib I, Paus yang menjadi penggerak utama sekaligus dijadikan lambang dalam perang itu, sedangkan pada perang Salib III, penggerak utamanya adalah kaum politisi, yaitu raja-raja Eropa Barat. Kedua, pada Perang Salib I, faktor agama menjadi pendorong yang penting, sedangkan pada Perang Salib III, faktor agama bukan menjadi penyebab. Pada Perang Salib III banyak orang Eropa yang turut berperang agar terbebas dari kewajiban membayar pajak. Pada Perang Salib II, Louis VII bahkan membebankan pajak 10% kepada pemilik kendaraan yang tidak turut berperang. Demikian pula Philip Augustus dan Richard the Lion's Heart, ia membebankan pajak--yang disebut "Dana Cukai Shalahuddin"--kepada ahli agama dan masarakat umum. Paus pun giat mengumpulkan "Dana Perang Salib" sambil mengeluarkan fatwa bahwa orang yang tidak mampu berperang harus memberikan dana, dan akan diampuni segala dosanya sebagaimana orang yang turut berperang. Kepada setiap penderma diberikan "Sertifikat Pengampunan". Akhirnya, gereja menjadi sumber dana yang penting. Ketiga, pada Perang Salib I, jumlah tentara salib cukup besar. Mereka begitu serempak dan bersatu menghadapi tentara muslim Saljuq yang lemah dan berpecah belah, sedangkan keadaan pada Perang Salib III sebaliknya.

Orang-orang yang memimpin Perang Salib III adalah raja-raja Eropa terkenal: (1) Raja Jerman Frederik Barbarosa, (2) Raja Inggris Richard the Lion's Heart, dan (3) Raja Prancis Philip Agustus. Yang paling menonjol dan enerjik adalah Frederik II yang memilih jalan darat menuju medan perang, menyeberangi sungai dekat Armenia, Ruha. Tetapi nasibnya malang, ia tenggelam ketika menyeberang. Karena tidak ada pelanjut kepemimpinan yang bisa diandalkan, sebagian besar tentaranya kembali ke Jerman.

Tentara Inggris dan Prancis yang bergerak menuju jalan laut bertemu di Saqliah. Richard menuju Cyprus kemudian ke Palestina, sedangkan Philip langsung ke Palestina, dan mengepung Akka dengan bantuan sisa-sisa tentara Frederik. Dalam pengepungan ini turut pula orang-orang Latindi Syam di bawah pimpinan Guys yang pernah mengadakan perjanjian damai dengan Shalahuddin. Berkat dukungan tentara Richard dan angkatan lautnya, Akka dapat direbut. Tentara Salib melakukan pembunuhan besar-besaran meskipun setelah itu tidak ada lagi serangan militer. Perang salib ini diakhiri dengan perjanjian Ramalah (1192) yang isinya menyisakan sedikit tanah untuk orang Kristen di pantai yang berdekatan dengan Akka--memanjang dari Sur sampai Haifa--membolehkan jemaah haji Kristen berziarah ke Yerusalem tanpa membawa senjata, dan Shalahuddin menguasai wilayah yang ditaklukannya termasuk Ludd, Ar-Ramlah, dan Asqolan.

Tidak lama kemudian, Maret 1193, Shalahuddin meninggal dunia setelah mengalami sakit di Damaskus dengan meninggalkan wilayah kekuasaan yang cukup luas. Qodi Ibnu Syaddad menggambarkan keadaan duka cita kaum muslimin, "Islam dan kaum Muslimin tidak mendapatkan musibah yang setara dengan wafatnya Shalahuddin semenjak mereka kehilangan Khulafa ar-Rasyidin?."

Antara Perang Salib III dengan Perang Salib IV ada kondisi yang khas, yakni (1) gereja berusaha mengembalikan kepemimpinan, tetapi Henry VI, seorang politikus yang ulung, dapat mengganjal usaha ini; (2) perselisihan baru terjadi antara kalangan militer Latin di Syam; (3) di pihak Islam pun terdapat kelemahan, karena Shalahuddin, sebelum wafatnya, telah membagi-bagikan wilayah kekuasaan kepada para pelanjutnya. Damaskus dan bagian selatan Syria diserahkan kepada Al-Malik al-Afdal (1193-6), Mesir kepada Al-Malik al-Sahir (1993--1215); sedangkan saudara Shalahuddin, Al-Malik al-'Adil, memperoleh Karak, Jordan, Jazirah, dan Diyar Bakr--nampaknya wilayah terakhir ini kurang penting sehingga kurang menyenangkan Al-'Adil. Keluarga Al-Ayubi lainnya juga mendapat warisan daerah kekuasaan sampai Jazirah Arabia dan Yaman. Akhirnya, terjadi perselisihan antara putra-putranya dan Al-'Adil, diakhiri dengan kemenangan Al-'Adil terhadap keponakan-keponakannya itu (1199--1218). Demikianlah peta pembagian kekuasaan sampai datang serangan Mongol (1260).

Perang Salib IV (1202--1204)

Pada masa Paus Innocent III, gereja tetap mengobarkan kembali perang Salib. Dalam hal semangat dan kepemimpinan, perang ini bercorak Prancis seperti Perang Salib I. Target perang ini diarahkan ke Mesir, dengan pertimbangan: (1) kekuatan Islam sudah beralih ke Mesir, karena itu Mesir harus dikuasai dulu; (2) penaklukan Mesir akan membawa keuntungan perdagangan untuk para pedagang Italia--jika langsung menguasai Jerusalem, orang Mesir akan melakukan tindakan pembalasan terhadap para pedagang di Delta Nil, Dimyat, dan Alexanderia.

Ketika tentara Salib di Venice (1202) bersiap hendak menuju Mesir, tiba-tiba semua pasukan diperintahkan untuk menyerang Konstantinopel pada bulan Juli 1203, dan merebutnya pada bulan April 1204. Setelah itu, Baldwin VII diangkat sebagai Emperor Latin I di Konstantinopel. Kekuatan ini berkuasa selama 60 tahun.

Perang Salib V (1218--1221)

Perang Salib ini merupakan lanjutan Perang Salib I dan IV, dengan sasaran utamanya Mesir. Saat itu Mesir berada di bawah Pemerintahan Al-Malik al-'Adil, yang meninggal dunia (1218) setelah tentara Salib menguasai menara Al-Silsilah. Al-Malik kemudian digantikan oleh putranya Al-Malik al-Kamil (1218--1238).

Al-Malik al-kamil menghadapi gangguan dari dalam, yaitu konspirasi yang dipimpin oleh seorang panglima yang berasal dari Kurdi, Ibn Masytub, yang hendak menyisihkannya. Ia lalu melarikan diri ke Yaman. Namun Karena bantuan adiknya, Al-Malik Mu'azzam dari syam, ia bisa kembali menduduki tahta kesultanan Mesir. Tantangan dari luar--selain dari tentara Salib--adalah tentara Mongol yang mulai menguasai dunia Islam bagian Timur, Khawarizami, negeri-negeri Transoxiana, dan sebagian negeri Persia pada tahun 1220. Serangan Mongol ke Baghdad pun dimulai.

Kedudukan tentara Salib sebenarnya baik karena banyaknya rombongan besar menggabungkan diri atas seruan Paus Innocent III yang dilanjutkan oleh Paus Honorius III. Raja Juhanna de Brienne dan Wakil Paus, Plagius, memimpin pasukan ini. Dimyat bisa segera mereka kuasai pada tahun 1218. Namun, serangan belum dilanjutkan menuju Kairo karena menunggu bantuan Frederik II dalam perajalanan untuk menopang serangan selanjutnya.

Karena situasi yang mencekam, sebagaimana digambarkan di atas, ditambah situasi ekonomi yang sulit, terutama karena surutnya sungai Nil, Mesir diancam bahaya kelaparan. Al-Kamil pun mengajukan permintaan perdamaian. Ia mengajukan tawaran menyerahkan Jerusalem dan hampir semua kota yang ditaklukan Shalahudin kepada pihak Salib asalkan mereka (pihak Salib) menarik diri dari Dimyat. Tawaran yang begitu menguntungkan pihak Salib itu ditolak, bahkan mereka akan menguasai seluruh Mesir dan Syam. Penolakan ini terutama dikemukakan oleh utusan Paus, Pelagius, yang ditopang oleh Italia, karena kepentingan perdagangannya terancam di Mesir. Tidak ada pilihan bagi Al-Kamil: hancur atau menang. Timbullah ide yang kemudian dilaksanakannya, yaitu menghancurkan dam-dam irigasi yang menuju Dimyat. Akhirnya banjir pun melanda seluruh Dimyat. Banyak tentara Salib yang tenggelam. Mereka terancam bahaya kelaparan. Karena bantuan Frederik II yang diharapkan tak kunjung datang, tentara Salib pun meninggalkan Dimyat tanpa syarat.

Bersambung?!

Kamis, 05 November 2009

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ


Abu Bakar, khalifah Islam yang pertama dan orang paling terpercaya serta pembantu Nabi yang sangat setia, dilahirkan di Makkah dua setengah tahun setelah tahun Gajah, atau lima puluh setengah tahun sebelum dimulainya hijrah. Di masa pra Islam dikenal sebagai Abul Ka'ab dan waktu masuk Islam, Nabi memberinya nama Abdullah dengan gelar ash-Shiddiq (orang terpercaya). Ia termasuk suku Quraisy dari Bani Taim, dan silsilah keturunannya sama dengan Nabi SAW. dari garis ke-7. Dia salah seorang pemimpin yang sangat dihormati, sebelum dan sesudah mereka memeluk agama Islam. Nenek moyangnya berdagang dan sekali-kali mengadakan perjalanan dagang ke Syria atau Yaman. Sering Abu Bakar mengunjungi Nabi dan ketika turun wahyu, ia sedang berada di Yaman. Setelah kembali ke Makkah ia mendengar para pemimpin Quraisy, seperti Abu Jahal, Ataba dan Shoba mengejek pernyataan pengangkatan Muhammad menjadi Rasul Allah. Abu Bakar menjadi sangat marah, lalu bergegas ke rumah Nabi dan langsung memeluk agama Islam. Menurut Shuyuti, pengarang Tarikh ul-khulafa, Nabi berkata, "Apabila saya menawarkan agama Islam kepada seseorang, biasanya orang itu menunjukkan keragu-raguannya sebelum memeluk agama Islam. Tapi Abu Bakar adalah suatu perkecualian. Dia memeluk agama Islam tanpa sedikitpun keragu-raguan pada dirinya."

Pemeluk agama Islam pertama-tama di antara orang dewasa adalah Abu Bakar, di antara kaum muda tercatat nama Ali, sedang di antara kaum wanita adalah Khadijah. Abu Bakar sebagai seorang yang kaya raya, telah menyerahkan seluruh harta kekayaannya untuk digunakan Nabi. Ketika itu Madinah sebagai ibu kota Islam sangat terancam oleh gerombolan-gerombolan musuh. Nabi menghimbau perlunya dana untuk membiayai kampanye guna mempertahankan diri dari bahaya yang akan tiba. Maka Umar yang juga kaya raya seketika itu juga ingin mengambil kesempatan emas ini, sehingga ia berharap bisa menandingi Abu Bakar dalam berbakti kepada Islam. Beliau bergegas pulang ke rumah dan kembali membawa sejumlah besar harta kekayaannya. Nabi sangat senang melihat tindakan sahabatnya itu, dan bertanya,
"Apakah ada yang anda tinggalkan untuk keturunan Anda?"
"Sebagian dari kekayaan telah saya sisihkan untuk anak-anak saya," jawab Umar.

Demikian pula ketika Abu Bakar membawa pulang hartanya, pertanyaan yang sama juga diajukan kepadanya. Beliau langsung menjawab,
"Yang saya tinggalkan untuk anak-anak saya hanyalah Allah dan Rasul-Nya."

Sangat terkesan akan ucapan Abu Bakar, Umar berkata, "Tidak akan mungkin bagi saya melebihi Abu Bakar."

Di samping itu, ia membeli dan membebaskan sejumlah budak belian, termasuk Bilal yang mendapat siksaan secara kejam sebelum masuk Islam. Bilal harus menjalani segala macam penderitaan, intimidasi dan siksaan demi berbakti kepada kepercayaan barunya (Islam). Abu Bakar mempunyai 40.000 dirham ketika masuk agama Islam, tapi kemudian hanya tinggal 5.000 dirham saja pada waktu hijrah. Beliau ikut hijrah ke Madinah menemani Nabi, dan meninggalkan isteri serta anak-anaknya pada lindungan Allah.

Ia juga berjuang bahu-membahu dengan Nabi dalam pertempuran mempertahankan diri, di saat para pemeluk agama baru itu sedang berjuang untuk eksistensinya. Abdur Rahman bin Abu Bakar, putra Abu Bakar, mengatakan kepada ayahnya bahwa di dalam perang Badar, dengan mudah dia mendapat kesempatan membunuh ayahnya. Abu Bakar langsung menjawab bahwa apabila hal itu terjadi pada dirinya dalam menghadapi anaknya, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

Abu Bakar meninggal pada 23 Agustus 634 M dalam usia 63 tahun, dan kekhalifahannya berlangsung selama dua tahun tiga bulan sebelas hari. Jenazahnya dimakamkan di samping makam Nabi.

Pada waktu Nabi wafat, Abu Bakar dipilih menjadi khalifah Islam yang pertama. Setelah terpilih, banyak orang berebut menawarkan bai'at, khalifah lalu menyampaikan pidatonya yang mengesankan di hadapan para pemilih.

Abu Bakar berkata: "Saudara-saudara, sekarang aku telah terpilih sebagai amir meskipun aku tidak lebih baik dari siapa pun di antara kalian. Bantulah aku apabila aku berada di jalan yang benar, dan perbaikilah aku apabila aku berada di jalan yang salah. Kebenaran adalah suatu kepercayaan; kesalahan adalah suatu penghianatan. Orang yang lemah di antara kalian akan menjadi kuat bersamaku sampai (Insya Allah) kebenarannya terbukti, dan orang yang kuat di antara kalian akan menjadi lemah bersamaku sampai (Insya Allah) kuambil apa yang menjadi haknya. Patuhlah kepadaku sebagaimana aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku tidak mematuhi-Nya dan Rasul-Nya, janganlah sekali-kali kalian patuh kepadaku."

Abu Bakar berdiri tegak bagaikan batu karang menghadapi kekuatan-kekuatan yang mengacau setelah Nabi wafat. Nampaknya seluruh struktur Islam yang telah diletakkan Nabi yang baru saja mangkat akan hancur berantakan. Namun Abu Bakar telah membuktikan dirinya menjadi orang yang kuat memegang teguh jalan yang ditunjukkan Nabi. Selama Nabi sakit, satuan tentara yang berkekuatan 7000 orang dimobilisir di bawah pimpinan Usamah bin Zaid menuntut balas atas kekalahan orang-orang Muslim dari tangan pasukan Romawi. Begitu Nabi wafat terjadi pula huru-hara besar di Arab. Maka Abu Bakar mengirim pasukan. Pengukuhan Usamah sebagai panglima pasukan berkuda yang diangkat Nabi dipimpin langsung oleh khalifah sendiri. Tentara Usamah menyelesaikan tugasnya dalam tempo 40 hari. Ekspedisi itu berpengaruh sangat baik terhadap suku-suku bangsa yang mulai membandel dan ragu-ragu tentang kekuatan Islam yang sesungguhnya. Tindakan Abu Bakar yang imajinatif, tepat waktu dan dinamis, telah menyatukan kekuatan Islam.

Segera Abu Bakar menghadapi krisis yang lain, waktu Nabi wafat, sejumlah Nabi palsu, yaitu para penipu lihai yang muncul di berbagai bagian Arab. Di antara mereka yang terkenal ialah Aswad Asni, Talha Bani Asad, Musailama si pendusta dan Sajah seorang wanita Yaman. Di suatu daerah di Zhul Qassa, khalifah memberikan sebelas peta untuk menyamai jumlah komandannya dan menugaskan mereka di berbagai sektor. Ekspedisi melawan Musailama terasa sangat berat dan baru setelah Khalid bin Walid menggempur dengan dahsyatnya, musuh dapat dihancurkan. Musailama mati terbunuh. Seorang sejarawan, Tabrani mengatakan, "Belum pernah Muslimin bertempur sedahsyat pertempuran ini."

Tak lama setelah pemilihan khalifah, sejumlah anggota suku mengimbau para pemimpin Islam di Madinah agar mereka dibebaskan dari membayar zakat. Keadaan tampaknya begitu suram, sehingga menghadapi masalah itu orang seperti Umar pun terpaksa mengalah dan ia memohon kepada Abu Bakar: "O, Khalifah Rasul, bersikap ramahlah kepada orang-orang ini, dan perlakukanlah mereka dengan lemah lembut." Khalifah sangat jengkel dengan pameran kelemahan yang tidak disangka-sangka itu, dan dengan amarah yang amat sangat ia menjawab: "Anda begitu keras pada zaman jahiliyah, tapi sekarang Anda menjadi begitu lemah. Wahyu Allah telah sempurna dan iman kita telah mencapai kesempurnaan. Sekarang Anda ingin merusakkannya pada saat aku masih hidup. Demi Allah, walau sehelai benang pun yang akan dikurangi dari zakat, aku akan berjuang mempertahankannya dengan semua kekuatan yang ada padaku."

Dalam sejarahnya, khalifah Abu Bakar adalah seorang yang memegang teguh pendirian dan integritasnya, berwatak baja. Ia selalu tampil mempertahankan ajaran dasar agama Islam pada saat-saat yang sangat kritis.

Semua ekspedisi militer yang ditujukan terhadap orang-orang yang ingkar kepada agama dan terhadap suku-suku yang berontak, berakhir dengan sukses menjelang akhir tahun 11 H. pemberontakan dan perselisihan yang mencekam Arab dapat ditumpas untuk selama-lamanya.

Di dalam negeri tidak ada pergolakan lagi, tetapi khalifah harus menghadapi bahaya dari luar yang pada gilirannya dapat menghancurkan eksistensi Islam. Dua orang raja paling berkuasa di dunia, Kaisar dan Kisra, sedang mengintai kesempatan untuk menyerang pusat agama baru itu. Orang-orang Persi selama berabad-abad memerintah Arab sebagai maharaja, yang tentu saja tidak dapat mentolerir setiap kekuatan Arab militan untuk bersatu membentuk kekuatan yang besar. Hurmuz adalah raja lalim yang memerintah Irak atas nama Kisra. Penganiayaan terhadap orang-orang Arab menimbulkan pemberontakan kecil, tapi lalu berkembang menjadi peperangan berdarah. Kini, keadaan yang terjadi malah sebaliknya; orang-orang Persia yang dengan penuh kecongkakan dan selalu meremehkan kekuatan orang-orang Muslim akhirnya tidak dapat menahan gelombang maju pasukan Islam, dan mereka harus mundur dari satu tempat ke tempat lainnya sampai Irak jatuh.

Pada mulanya, Muthanna yang memimpin tentara Islam melawan orang-orang Persi. Dia banyak mendapat kemenangan. Lalu kemudian Khalid bin Walid yang tak terkalahkan dan dikenal sebagai Pedang Allah itu bergabung. Pertempuran yang menentukan melawan Hurmuz dimenangkan orang-orang Muslim, dan saat itulah Hurmuz mati terbunuh di tangan Khalid bin Walid dan orang-orang Persi dihancurkan dengan meninggalkan banyak korban jiwa. Seekor unta dimuati rantai seberat tujuh setengah Maund yang dikumpulkan dari medan tempur, sehingga pertempuran itu dikenal sebagai "Pertempuran Rantai."

Khalid bin Walid ketika menjabat panglima tentara Islam di Irak memisahkan administrasi sipil dan militer. Said bin No'man diangkat sebagai kepala departemen militer, sedangkan Suwaid memegang kepala administrasi sipil. Sebagian besar daerah Irak direbut selama pemerintahan Khalifah Abu Bakar, sedang sisanya ditaklukkan oleh pemerintahan Umar.

Raja Byzantium, Heraclius, yang menguasai Syria dan Palestina, benar-benar musuh Islam yang paling besar dan paling perkasa. Intrik-intrik dan akal bulusnya menimbulkan beberapa kerusuhan yang dilakukan oleh suku-suku non Islam di Arab. Dialah bahaya laten bagi Islam. Sejak tahun 9 H, Nabi sendiri telah memimpin tentara melawan orang Romawi, kemudian pada masa Abu Bakar, sang khalifah mengirimkan tentaranya untuk menghadang orang-orang Romawi dan membagi kekuatannya dalam empat pasukan di bawah komando Abu Ubaidah, Syarjil bin Hasanah, Yazid bin Sofyan dan Amr bin Ash serta menempatkan mereka di beberapa sektor di Suria. Tentara Islam tanpa persenjataan yang lengkap, tidak terlatih dan rendah mutunya sedangkan angkatan perang Romawi bersenjata lengkap dan baik, terlatih dan jumlahnya lebih banyak. Pasukan Islam dan musuh berhadapan di dataran Yarmuk. Tentara Romawi yang hebat itu berkekuatan lebih dari 3 lakh serdadu bersenjata lengkap, di antaranya 80.000 orang diikat dengan rantai untuk mencegah kemungkinan mundurnya mereka. Tentara Muslim seluruhnya berjumlah 46.000 orang. Sesuai dengan strategi Khalid, mereka dipecah menjadi 40 kontingen untuk memberi kesan seolah-olah mereka lebih besar dari musuh. Operasi militer yang tak terlupakan bagi ummat Islam berakhir dengan kemenangan di pihak kaum Muslimin. Pertempuran Yarmuk, dengan persiapan pendahuluannya yang dimulai sejak khalifah Abu Bakar, dimenangkan pada masa khalifah Umar.

Abu Bakar adalah sahabat Nabi yang paling terpercaya, Nabi berkata, "Saya tidak tahu apakah ada orang yang melebihi Abu Bakar dalam kedermawaannya." Ketika sakit Nabi semakin parah , beliau meminta Abu Bakar menjadi imam dalam shalat. Abu Bakar mengimami shalat 17 kali selama Nabi hidup.

Nabi berkata, "Saya sudah membayar semua kewajiban saya, kecuali kepada Abu Bakar yang akan mendapatkan ganjarannya pada hari kiamat."

Menurut Tarmidzi, Umar pernah berkata, "O, Abu Bakar, Anda orang terbaik sesudah Rasul Allah."

Menurut keterangan Imam Ahmad, Ali pernah berkata, "Orang-orang terbaik di antara umat Islam setelah Nabi adalah Abu Bakar dan Umar."

Abu Bakar merupakan salah seorang tokoh revolusi besar Islam, ia telah menciptakan berbagai perubahan sosial, politik dan ekonomi yang paling fundamental dalam sejarah manusia. Juga beliau sebagai salah seorang peletak dasar demokrasi yang sebenarnya di dunia ini, lebih dari 1.400 tahun yang lalu, tapi tak pernah ada lagi setelah itu.

Abu Bakar adalah seorang khalifah dan juga merupakan raja. Tapi Abu Bakar berjalan hilir mudik tanpa pengawal atau pun teman. Ia makan makanan yang jelek dan pakaian yang lusuh. Bahkan rakyat awam pun dapat menghubunginya setiap waktu di siang hari, dan menanyakan segala tindakannya secara terbuka.

Beliau pernah memerintahkan pembuatan daftar tuntunan moral bagi tingkah laku para prajurit Islam. Tuntunan ini seyogyannya menjadi contoh bagi dunia yang sekarang di jaman modern ini sudah kacau balau dengan moral yang sudah menyimpang jauh dari nilai-nilai kemanusian apalagi nilai agama. Hanya sedikit sekali prajurit yang masih memegang nilai-nilai etik moral dan keagamaan. Para pembaca yang budiman, pernahkah Anda mendengar seorang prajurit atau perwira di jaman modern ini yang berani menolak atau mengundurkan diri karena diperintah atasan untuk menjalankan tugas yang melanggar hukum Allah? Amat sangat sedikit. maka orang-orang yang berani berkata "tidak" dalam hal yang demikian ini adalah merupakan prajurit dan pejuang sejati.

Kembali kepada khalifah, kepada setiap tentara diberi instruksi: "Jangan melakukan penyelewengan, jangan menipu orang, jangan ingkar kepada atasan, jangan memotong bagian badan manusia, jangan membunuh orang-orang tua, para wanita dan anak-anak, jangan menebang atau membakar pohon buah-buahan, jangan membunuh hewan kecuali disembelih untuk dimakan, jangan menganiaya para pendeta Kristen, dan jangan lupa kepada Allah atas karunia-Nya yang telah anda nikmati."

Abu Bakar mengangkat Umar sebagai Qadhi Agung. Tapi kehidupan moral rakyat telah terbiasa dengan hidup jujur dan bersih, sehingga tak ada pengaduan yang disampaikan kepada Qadhi selama satu tahun. Adapun Utsman, Ali dan Zaid bin Tsabit bekerja sebagai khatib.

Abu Bakar selalu cermat dalam mengambil uang bantuan dari Baitul Mal. Beliau menggunakan secukupnya saja untuk keperluan hidup minimal setiap hari. Pernah isterinya minta manisan tapi si suami tidak punya uang lebih untuk membelinya. Untung, isterinya punya uang tabungan beberapa dirham selama dua Minggu, yang lalu diberikannya uang itu kepada suaminya untuk membeli manisan. Melihat uang itu, Abu Bakar bilang terus terang kepada isterinya bahwa tabungannya itu telah membuatnya mengambil uang melebihi dari jumlah yang mereka butuhkan. Lalu dikembalikan uang itu kepada Baitul Mal dan dikurangi pengambilan uangnya di masa mendatang.

Abu Bakar senang sekali mengerjakan semua pekerjaan dengan tangannya sendiri, dan tidak pernah mengijinkan siapapun juga untuk ikut membantu melakukan pekerjaan rumah tangganya. Bahkan seandainya tali kekang untanya terjatuh, ia tidak akan pernah meminta siapapun untuk mengambilnya. Ia lebih suka turun dari unta dan mengambilnya sendiri.

Apabila di hadapannya ada orang memujinya, dia berkata, "Ya, Allah! Engkau lebih tahu akan diriku dari pada aku sendiri, dan aku mengetahui diriku sendiri lebih dari pada orang-orang ini. Ampunilah dosa-dosaku yang tidak mereka ketahui, dan janganlah mengakibatkan aku bertanggung jawab atas puji-puji mereka itu."

Abu Bakar dikenal memiliki kebiasaan hidup sangat sederhana. Pada suatu hari, seorang putra mahkota Yaman dalam pakaiannya yang mewah tiba di Madinah. Dilihatnya Abu Bakar hanya mengenakan dua lembar kain warna cokelat, yang selembar menutupi pinggang dan yang selembar lagi menutupi bagian badan yang lainnya. Putra mahkota itu begitu terharu melihat kesederhanaan khalifah, sehingga dia juga membuang pakaiannya yang indah itu. Dia berkata, "Di dalam Islam, saya tidak menikmati kepalsuan seperti ini."

Pada akhir perjalanan hidupnya, Abu Bakar bertanya kepada petugas Baitul Mal, berapa jumlah yang telah ia ambil sebagai uang tunjangan. Petugas itu memberi tahu bahwa beliau telah mengambil 6.000 dirham selama dua setengah tahun kekhalifahan. Ia lalu memerintahkan agar tanah miliknya dijual dan seluruh hasilnya diberikan kepada Baitul Mal. Amanatnya sebelum mangkat itu telah dilaksanakan. Dan untuk seekor unta dan sepotong baju seharga seperempat rupee milik pribadinya, ia amanatkan agar diberikan kepada khalifah baru setelah ia meninggal dunia. Ketika barang-barang tersebut dibawa kepada yang berhak, Umar yang baru saja menerima jabatan sebagai khalifah mengeluarkan air mata dan berkata, "Abu Bakar, engkau telah membuat tugas penggantimu menjadi sangat sulit."

Pada malam sebelum meninggal, Abu Bakar bertanya pada putrinya Aisyah, berapa jumlah kain yang digunakan sebagai kain kafan Nabi. Aisyah menjawab, "Tiga." Seketika itu juga ia bilang bahwa dua lembar yang masih melekat di badannya supaya dicuci, sedangkan satu lembar kekurangannya boleh dibeli. Dengan berurai air mata Aisyah berkata bahwa dia tidaklah sedemikian miskinnya, sehingga tidak mampu membeli kain kafan untuk ayahnya. Khalifah menjawab, kain yang baru lebih berguna bagi orang yang hidup dari pada orang yang sudah meninggal.

Banyak penghargaan yang diberikan kepada khalifah Abu Bakar tentang kepandaian dan kebaikan hatinya. Baik kawan maupun lawan memuji kesetiaannya kepada agama baru itu, demikian pula watak kesederhanaan, kejujuran, dan integritas pribadinya. Jurji Zaidan, sejarawan Mesir beragama Kristen menulis, "Zaman khalifah-khalifah yang alim adalah merupakan masa keemasaan Islam. Khalifah-khalifah itu terkenal karena kesederhanaan, kealiman dan keadilannya. Ketika Abu Bakar masuk Islam, ia memiliki 40.000 dirham, jumlah yang sangat besar pada waktu itu, akan tetapi ia habiskan semua, termasuk uang yang diperolehnya dari perdagangan, demi memajukan agama Islam. Ketika wafat, tidaklah ia memiliki apa-apa kecuali uang satu dinar. Ia biasa berjalan kaki ke rumahnya di Sunh, di pinggir kota Madinah. Ia juga jarang sekali menunggangi kudanya. Ia datang ke Madinah untuk memimpin sembahyang berjamaah dan kembali ke Sunh di sore hari. Setiap hari Abu Bakar membeli dan menjual domba, dan mempunyai sedikit gembalaan yang sesekali harus ia gembalakan sendiri. Sebelum menjadi khalifah, ia telah terbiasa memerah susu domba milik kabilahnya, sehingga ketika ia menjadi khalifah, seorang budak anak perempuan menyesalkan dombanya tidak ada yang memerah lagi. Abu Bakar kemudian meyakinkan anak perempuan itu bahwa akan tetap memerah susu dombanya. Sebelum wafat, ia memerintahkan menjual sebidang tanah miliknya dan hasil penjualannya dikembalikan kepada masyarakat Muslim sebesar sejumlah uang yang telah ia ambil dari masyarakat sebagai honorarium."

Referensi : SERATUS MUSLIM TERKEMUKA, Jamil Ahmad

Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Perang Salib (III)


Selama Perang Salib sudah nampak kelemahan di pihak tentara Salib, yaitu perselisihan dan persaingan antara raja-raja dengan Emperor Alexius dan persaingan antara raja-raja sendiri, apalagi ketika musuh bersama mereka sudah tidak berdaya lagi. Kelemahan itu bertambah dengan kembalinya sebagian besar tentara Salib ke Eropa.

Di pihak lain, kaum muslimin yang menyadari kelemahannya mulai mengonsolidasikan diri. Dari selatan, tentara Salib mulai didesak oleh tentara Mesir sehingga Ar-Ramlah dapat ditaklukan pada tahun 1102 melalui pertemperan yang hebat. Dari utara mereka mendapat serangan dari kerajaan-kerajaan Atabek yang didirikan di atas reruntuhan dinasti Salajiqoh, anatar lain Atabek al-Mausal yang dipimpin oleh Imadiddim Zangi pada tahun 1127. Prof K. Ali pernah menggambarkan pribadi Imaduddin Zangi, anak Sultan Malek Syah ini sebagai berikut, "Ia lebih mencintai sadel kuda daripada tempat tidur sutera, lebih senang menjadi pemimpin pertempuran daripada menikmati lagu dan musik yang indah, dan lebih memilih berbicara dengan senjata daripada bersenda gurau dengan wanita cantik." Ia mampu menahan perluasan kekuatan Salib, bahkan mampu menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai Kristen satu per satu, sehingga Ruha (Edessa) dapat ditaklukan lagi pada tahun 1144. Edessa dianggap oleh orang Kristen sebagai kota suci. Karena itu, di sana didirikan keuskupan. Ketika Imaduddin dan tentaranya memasuki daerah itu, mereka tidak menghukum semua orang Kristen, kecuali yang ikut berperang dan membantu tentara Salib Jerman. Imaduddin dibunuh oleh tentaranya sendiri ketika beroperasi di Kalat-Jabir. Putranya, Nuruddin Zangi, kemudian menggantikannya dan menjadikan Aleppo sebagai pusat pemerintahannya. Pada masa Nurudin inilah terjadi Perang Salib II.

Paus Eugenius III memilih seorang dai, Padri Bernand, untuk berbicara atas nama Paus. Ia pandai membakar semangat orang-oarang Eropa untuk membantu orang-orang Salib di Timur. Padri ini berhasil mempengaruhi Louis VII, raja Prancis, dan Conrand III, raja Jerman, untuk memimpin serangan baru menyelamatkan wilayah Kristen di Syam itu. Baron-baron dari kedua negara itu turut serta mengikuti jejak raja-raja mereka.

Tentara Jerman lebih dahulu bergerak menyeberangi Sungai Danube menuju Konstantinopel. Di sana mereka disambut Emperor Manual yamng memiliki semangat tanpa perhitungan matang dan tidak sepandai Alexius. Sesampainya tentara Jerman ke Asia Kecil, dengan mudah tentara Islam menggempurnya sampai sebagian besar tentara Jerman ini terbunuh. Demikian pula nasib tentara Prancis yang sampai ke Konstantinopel, mereka mengalami nasib yang sama seperti tentara Jerman--selain banyak yang mati karena wabah penyakit. Sisa-sisa tentara mereka berangkat juga menuju Syiria hendak mengepung Damaskus. Akan tetapi, Nuruddin Zangi dapat menghalau mereka. Kedua anak raja ini pulang ke Eropa, Perang Salib II selesai.

Penyebab kegagalan tentara Salib adalah tidak adanya kerja sama yang baik antara meraka. Satu dengan yang lain tidak saling mempercayai karena masing-masing merasa khawatir kekuasaannya akan dicaplok, ditambah lagi wabah penyakit terutama yang menimpa tentara Prancis, di samping serangan yang tidak dilakukan secara serempak seaperti pada Perang Salib II.

Sejak Dinasti Zangi memegang kembali pimpinan, perimbangan kekuatan berubah lagi. Kemenangan Nuruddin mempertinggi semangat untuk menaklukan lagi wilayah-wilayah yang dikuasai Kristen. Pada tahun 1149, ia menaklukan Antioch, pada tahun 1151 menaklukan Ruha (Edessa), dan tahun 1164 menawan Bohemond III dan Raymond III yang memerintah Tripoli. Kemudian, Nuruddin mengambil alih Damaskus dari Muiddin Umar yang dianggapnya lemah dalam menghadapi gerakan Salib, bahkan secara rahasia ia berusaha mengkhianati Nuruddin. Yang penting pula Nuruddin mengirimkan seorang panglima yang gagah berani, Asaduddin Syirkuh, ke Mesir dalam rangka memperkuat sayap kiri menghadapi tentara Salib. Syirkuh diterima baik oleh rakyat Mesir dan Khalifah Fatimiyyah. Ia diangkat sebagai perdana menteri, dan praktis memegang kekuasaan pada tahun 1169. Namun, tidak lama kemudian ia wafat. Kedudukannya lalu digantikan oleh Shalahuddin al-Ayyubi yang melanjutkan jabatan perdana menteri pada masa Khalifah Al-Adhid. Di samping memperkuat sayap kiri barisan kaum muslimin, Shalahuddin juga memberi peluang timbulnya dinasti Al-Ayyubi. Peristiwa demi peristiwa terjadi pada masa kekuasaannya, sehingga Salahuddin akhirnya menutup riwayat Khilafah Fatimiyah Syi'iyah. Ia berhasil mengembalikan Mesir kepada Ahli Sunnah, dan tunduk kepada Khalifah Abbasiyyah di Baghdad. Selanjutnya ketika Nuruddin Zangi meninggal dan digantikan anaknya, Ismail, terbuka kesempatan bagi Shalahudin untuk mengambil alih kekuasaan. Ia berusaha keras mengadakan konsolidasi, menggabungkan daerah-daearah yang belum tunduk kepada kekuasaan Nuruddin. Penting juga untuk dicatat, dengan berkuasanya Salahuddin di Mesir, pusat kekuasaan Islam beralih ke Selatan, sehingga Mesir menjadi markas utama dalam melawan gerakan Salib. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perpecahan di kalangan pelanjut Nuruddin di Syam.

Di antara strategi dan taktik Salahuddin ialah mendahulukan konsolidasi negara-negara Arab-Islam, termasuk Al-Nubah, Yaman, Hijaz, dan Syam. Selain sebagai panglima militer, ia juga seorang politikus di zamannya. Ia mempergunakkan taktik mengulur waktu melalui perjanjian damai dengan pihak Salib. Sementara itu, ia melakukan konsolidasi kekuatan militer untuk mencapai sasaran utama.

Setelah itu, baru Salahuddin melancarkan serangan-serangan ke kubu kekuatan Latin. Pertama-tama, untuk mengamankan Mesir dari serangan sebelah Barat, ia menaklukkan Afrika yang diduduki tentara Normandia. Karena sistem yang tidak begitu kuat, dalam waktu singkat ia bisa menduduki Tripoli (Libya) dan Tunis, bahkan kota Kobis pada tahun 568 H. Lalu, ia mengarahkan serangan demi serangan ke Palestina. Salahuddin mencoba menyerang Balabak dan Damaskus, kemudian Palestina (1117). Serangan-serangan ini gagal, bahkan Salahuddin sendiri hampir tertawan. Ia kembali ke Mesir untuk mempersiapkan diri lebih baik.

Ada dua peristiwa pertempuran penting yang menyebabkan nama Salahuddin semakin harum, dan dengan sendirinya membuka pertahanan untuk menerobos dan merebut kembali Bait al-Maqdis dari kekuasaan Salib. Pertama, penaklukan benteng Ya'kub yang kokoh di Banyas--benteng itu merupakan sarana penyokong bantuan. Sementara itu, Farukh Syah, keponakan Salahuddin, dapat menaklukkan Damaskus dari Baldwin IV. Sementara pengepungan benteng Ya'kub makin diperketat, Salahuddin juga mengirim tentera untuk menaklukkan Beirut dan Saida. Pihak Latin terpaksa meminta perdamaian. Dalam hal ini siasat Salahuddin adalah menerima sebagian dan menolak sebagian yang pernah mengkhianati perjanjian, tujuannya untuk memecah kekuatan mereka. Selain itu, ia juga membenahi kekuasaannya di Mausol dan Aleppo setelah wafatnya Al-Malik al-Salih, Sultan Ismail Ibn Nuruddin. Kedua, pertempuran Hittin (1187) setelah Salahuddin menaklukkan wilayah-wilayah lainnya, dan setelah Regional of Chatillon mengkhianati perjanjian perdamaian, bahkan tenteranya melakukan serangan-serangan yang membabi-buta terhadap jamaah haji kaum muslimin. Reginald menawan kafilah haji, termasuk saudara perempuan Salahuddin. Hittin adalah suatu lapangan yang dikelilingi bukit-bukit dan berdekatan dengan laut Tabariah. Tentara Latin berjumlah 20.000 orang dipimpin oleh raja Bait al-Maqdis, Guy of Lusignon, dan Reginald of Chatillon, penguasa benteng Karak. Namun, kaum Muslimin berjaya dapat memenangkan pertempuran yang menentukan ini. Kekalahan salib ini berdampak besar terhadap kekuatan tentara Islam. Sebaliknya, tentara Salib semakin lemah, karena yang ditawan bukan saja prajurit biasa, melainkan juga panglima-panglimanya, Guy dan Reginald. Oleh karena itu, penaklukkan kota-kota lainnya, seperti benteng Tabariah, Akka, Al-Naisiriah, Qisariah, Haifa, Saida, dan Beirut dilakukan dengan mudah, dan merupakan kulminasi atau puncak reputasi Salahuddin yang ditakuti oleh pihak Salib.

Selanjutnya Salahuddin mengarahkan tentaranya menuju Jerusalem. Pusat-pusat kekuatan yang akan memberikan bala bantuan dapat diamankan. Pada mulanya Salahuddin ingin memasuki kota suci itu secara damai karena mempertimbangkan kedudukan daerah ini yang bukan saja kota suci bagi Kristen, tetapi juga kota suci agama samawi lain, termasuk Islam. Akan tetapi, pihak penguasa Salib tidak mau begitu saja menyerahkannya, karena mereka merasa bentengnya kuat, dan orang-orangnya banyak karena merupakan pelarian terakhir. Salahuddin terpaksa harus menggempurnya. Ia mengambil posisi di Bukit Zaitun sebagai markas tentaranya, dan memerintahkan agar menempatkan majanik-majanik di atas bukit itu. Tentara Salahuddin menjadikan batu-batu bukit sebagai peluru. Tentara-tentara Salib berlindung di benteng-benteng besar. Pasukan penerobos berusaha memasuki benteng dengan keberanian yag luar biasa. Tidak ada jalan lain bagi tentara Salib, kecuali menyerah dan mengadakan perundingan mengenai pemberangkatan tentara Salib daru Jerusalem. Dalam tempo 40 hari, mereka harus keluar dari Jerusalem dengan membayar semacam kerugian perang: laki-laki membayar 10 dinar, perempuan 5 dinar, dan anak kecil 2 dinar setiap orangnya. Dari fakta ini tampak kebesaran jiwa Salahuddin, yang mampu menguasai diri dan anak buahnya untuk tidak mengadakan tindakan pembalasan di luar perikemanusiaan seperti yang pernah dilakukan tentara Salib ketika merebut Jerusalem tahun 1099.

Sekumpulan istri para bangsawan dengan anak-anaknya datang berbondong-bondong kepada Salahuddin agar suami atau bapak mereka dibebaskan sehingga mereka bisa pulang ke Eropa dengan tenang. Mendengar ratapan ini Salahuddin segera melepaskan suami atau orangtua mereka dengan rasa perikemanusiaan yang tinggi. Sikap Salahuddin ini menambah harum namanya, baik di mata lawan maupun kawan. Beberapa sejarawan Barat yang pernah menulis ketinggian pribadinya, antara lain Stanley Lane Poole.

Akhirnya Jerusalem kembali ke pangkuan kaum muslimin. Suara azan mulai berkumandang di Al-Masjid al-Aqsa, sementara lonceng gereja masih sepi, turut berduka-cita. Anak buah Salahuddin menurunkan salib Emas dari Al-Qubbah al-Sakhra, tetapi tidak memasang menara azan di Kanisah al-Qiyamah.

Bersambung?!

Sumber: Gerakan Kembali ke Islam; Warisan Terakhir A. Latief Mukhtar, K.H. Abdul Latief Mukhtar, M.A.

Terorisme, Perang Melawan Siapa?


Istilah terorisme telah mengglobal dan dibicarakan oleh hampir seluruh kalangan. Bahkan istilah atau kata terorisme telah dipergunakan oleh Amerika sebagai instrumen kebijakan standar untuk memukul atau menindas lawan-lawannya dari kalangan Islam. Perang melawan terorisme telah menjadi teror baru bagi masyarakat, khususnya kaum Muslimin yang berdakwah dan bercita-cita menjalankan syariat secara kaaffah. Lalu apakah pengertian sebenarnya dari istilah terorisme ini? Siapakah teroris yang sebenarnya?

Definisi Terorisme

Masalah pertama dan utama dalam perdebatan seputar "terorisme" adalah masalah definisi. Tidak ada satu definisi pun yang disepakati oleh semua pihak. Terorisme akhirnya menjadi istilah multitafsir, setiap pihak memahaminya menurut definisi masing-masing, dan sebagai akibatnya aksi dan respon terhadap terorisme pun beragam.

Sebenarnya, istilah terorisme bukan suatu hal yang kompleks, bahkan secara bahasa istilah ini tidak mampu memberikan arti secara menyeluruh. Lalu kenapa orang lambat sekali dalam menempatkan definisi istilah ini?

Dari fakta yang ada, terdapat sebuah kedengkian di balik semua ini, karenanya dibutuhkan definisi yang menyeluruh termasuk variasi komponen-komponennya dan batasan-batasan yang diperlukan dari aspek yang berlawanan dengan komponen tersebut. Dalam fikiran banyak orang sekarang ini justru membutuhkan banyak kalangan untuk mendefinisikan istilah ini supaya tidak menjatuhkan hukuman pada orang yang tidak bersalah atas sejumlah tindak kejahatan dan sejumlah kebenaran yang disimpangkan.

Terorisme menurut Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat adalah “Tindak kekerasan apapun atau tindakan paksaan oleh seseorang untuk tujuan apapun selain apa yang diperbolehkan dalam hukum perang yang meliputi penculikan, pembunuhan, peledakan pesawat, pembajakan pesawat, pelemparan bom ke pasar, toko, dan tempat-tempat hiburan atau yang sejenisnya, tanpa menghiraukan apa pun motivasi mereka.”

Oxford’s Advanced Learner’s Dictionary, 1995 mendefinisikan Terorisme adalah Penggunaan tindak kekerasan untuk tujuan politis atau untuk memaksa sebuah pemerintahan untuk melakukan sesuatu (yang mereka tuntut), khususnya untuk menciptakan ketakutan dalam sebuah masyarakat.

Badan intelejen Amerika CIA mendefinisikan Terorisme Internasional sebagai terorisme yang dilakukan dengan dukungan suatu pemerintahan atau organisasi asing dan atau diarahkan untuk melawan nasional, institusi, atau pemerintahan asing.

Dalam Oxford Dictionary disebutkan : Terrorist : noun person using esp organized violence to secure political ends. (perorangan tertentu yang mempergunakan kekerasan yang terorganisir dalam rangka meraih tujuan politis).

Dalam Encarta Dictionary disebutkan : Terrorism : Violence or the threat of violence carried out for political purposes. (Kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan demi tujuan politis).

Terrorist : Somebody using violence for political purposes : somebody who uses violence or the threat of violence, especially bombing, kidnapping, and assassanition, to intimidate, often for political purposes. (Seseorang yang menggunakan kekerasan untuk tujuan politis: seseorang yang menggunakan kekerasan, atau ancaman kekerasan, terkhusus lagi pengeboman, penculikan dan pembunuhan, biasanya untuk tujuan politis).

Dr. F. Budi Hardiman dalam artikel berjudul "Terorisme: Paradigma dan Definisi" menulis: "Teror adalah fenomena yang cukup tua dalam sejarah. Menakut-nakuti, mengancam, memberi kejutan, kekerasan, atau mem­bunuh dengan maksud menyebarkan rasa takut adalah taktik-taktik yang sudah melekat dalam perjuangan kekua­saan, jauh sebelum hal-hal itu dinamai “teror” atau “terorisme”.

Istilah “terorisme” sendiri pada 1970-an dikenakan pada beragam fenomena: dari bom yang meletus di tempat-tempat publik sampai dengan kemiskinan dan kelaparan. Beberapa pemerintah bahkan menstigma musuh-musuhnya sebagai “teroris” dan aksi-aksi mereka disebut “terorisme”. Istilah “terorisme” jelas berko­notasi peyoratif, seperti juga istilah “genosida” atau “tirani”. Karena itu istilah ini juga rentan dipolitisasi. Kekaburan definisi membuka peluang penyalahgunaan. Namun pendefinisian juga tak lepas dari keputusan politis."

Mengutip dari Juliet Lodge dalam The Threat of Terrorism (Westview Press, Colorado, 1988), “teror” itu sendiri sesungguhnya merupakan pengalaman subjektif, karena setiap orang memiliki “ambang ketakutannya” masing-masing. Ada orang yang bertahan, meski lama dianiaya. Ada yang cepat panik hanya karena ketidaktahuan. Di dalam dimensi subjektif inilah terdapat peluang untuk “kesewenangan” stigmatisasi atas pelaku terorisme.

Amerika Memanfaatkan Terorisme Untuk Melawan Islam

Noam Chomsky, ahli linguistik terkemuka dari Massachussetts Institute of Technology, AS, telah menyebutkan kebijakan Amerika dan Barat terhadap Dunia Islam dengan isu "terorisme" ini sudah begitu kuat terasa sejak awal 1990–an. Tahun 1991, ia menulis buku "Pirates and Emperor: International Terrorism in The Real World."

Dalam artikelnya yang dimuat oleh harian The Jakarta Post (3 Agustus 1993), dan dimuat ulang terjemahannya oleh harian Republika dengan judul "Amerika Memanfaatkan Terorisme Sebagai Instrumen Kebijakan", ia menulis bahwa Amerika memanfaatkan terorisme sebagai instrumen kebijakan standar untuk memukul atau menindas lawan-lawannya dari kalangan Islam.

Jadi, kebijakan Amerika dan Barat untuk memerangi dunia Islam dengan menggunakan isu "perang melawan terorisme internasional" sudah digulirkan sejak awal 1990-an, jauh sebelum kemunculan Taliban, apalagi Al-Qaeda, tragedi WTC maupun berbagai pemboman di sejumlah kawasan di dunia Islam.

Demikianlah, perang melawan terorisme yang digalang oleh Amerika, Barat dan antek-anteknya, sejatinya adalah perang malawan Islam dan kaum Muslimin. Targetnya adalah umat Islam, sampai kepada titik mengganti kurikulum pendidikan agama agar sesuai dengan nilai-nilai dan keinginan Barat. Upaya apapun untuk mengkaburkan hakekat ini, justru kontra produktif dan menguntungkan mereka-mereka yang membenci Islam.

Bagaimana Dengan Islam ?

Dalam Islam, istilah terorisme sendiri tidak pernah dikenal. Jikapun dicari padanan kata terorisme, maka yang dikenal adalah istilah Al Irhab, yang menurut Imam Ibnu Manzhur dalam ensiklopedi bahasanya mengatakan: Rohiba-Yarhabu-Rohbatan wa Ruhban wa Rohaban : Khoofa (takut). Rohiba al-Syai-a Rohban wa Rohbatan : Khoofahu (takut kepadanya).

Bisa difahami bahwa kata Al-Irhab (teror) berarti (menimbulkan) rasa takut. Irhabi (teroris) artinya orang yang membuat orang lain ketakutan, orang yang menakut-nakuti orang lain. Dus, setiap orang yang membuat orang yang ia inginkan berada dalam keadaan ketakutan adalah seorang teroris. Ia telah meneror mereka, dan sifat "teror" melekat pada dirinya, baik ia disebut sebagai seorang teroris maupun tidak; baik ia mengakui dirinya seorang teroris maupun tidak.

Dalam Islam, tidak diperbolehkan untuk melanggar kesucian kehidupan seseorang, baik secara lisan, fisik, maupun finansial, tanpa ijin atau hak dari Sang Pencipta, Allah SWT. Setiap Muslim memiliki kesucian jiwa, harta, dan kehormatan, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa membantu orang untuk membunuh kaum Muslimin bahkan dengan sebuah ucapan atau kurma, maka dia kafir.”

Kalau demikian adanya, maka apa namanya ketika tentara Amerika datang dari jauh ke Irak untuk membunuh dan menawan kaum Muslimin, seraya mengklaim bahwa mereka memerangi teroris, yang diartikan (menurut) mereka dengan menghancurkan masjid-masjid, menawan para Muslimah, menginjak-injak Al-Qur’an sebagaimana mereka melakukannya juga di negeri-negeri kaum Muslimin lainnya ? Tindakan inilah yang merupakan akar permasalahan terorisme yang hingga saat ini terus berlanjut.

Amerika, The Real Terrorist

Ungkapan di atas adalah fakta yang tidak terbantahkan. Terlalu banyak dan panjang catatan peristiwa sejarah Amerika yang dapat membuktikan bahwa Amerika adalah teroris sejati. Amerika dengan dukungan sekutunya NATO, berhasil menekan PBB untuk mengembargo Irak, pasca Perang Teluk Kedua (1991). Kaum Muslimin menjadi korban, tidak kurang 1,5 juta orang meninggal. Belum lagi mereka yang cacat dibombardir tentara Multinasional dalam Perang Teluk Kedua ini.

Setelah lebih dari 12 tahun embargo, tahun 2003 Amerika dengan sekutu-sekutunya menginvasi Irak, menggulingkan pemerintahan, dan membentuk pemerintahan boneka. Dalam aksinya ini, Amerika telah membunuh ribuan kaum Muslimin, baik anak-anak, orang tua, maupun wanita. Semuanya demi kepentingan Amerika dan sekutunya. Apakah aksi-aksi brutal ini bukan sebuah bentuk teror, bahkan puncak dari teror ? Dus, Amerika dan sekutunya adalah teroris bahkan teroris sejati? Sayangnya media massa menyebut warga Irak yang mempertahankan negaranya dari agresi Amerika itulah yang teroris, fundamentalis, ataupun pemberontak.

Contoh serupa terjadi di negeri-negeri kaum Muslimin lainnya, seperti Afghanistan, dan Pakistan. Bahkan contoh kasus negeri Muslim Palestina yang dijajah sejak tahun 1948 oleh Israel atas restu Amerika dan sekutunya, lebih menunjukkan lagi bahwa Amerika benar-benar teroris sejati. Serangkaian teror yang dilakukan agresor Israel atas kaum Muslimin Palestina tidak pernah mendapatkan sanksi. Tentu saja karena Israel dibesarkan dan dibela oleh Amerika. Setiap tahun, Amerika memberikan bantuan ekonomi kepada Israel tak kurang dari 3 miliar dolar USA. Ini belum terhitung bantuan militer yang dipergunakan untuk melakukan politik terornya kepada bangsa muslim Palestina yang tak bersenjata.

Jadi, semuanya sangat tergantung kepada definisi teror dan terorisme yang saat ini didominasi oleh definisi yang dibuat Amerika dan sekutu-sekutunya. Seandainya mereka membuat definisi standar "teror dan terorisme" yang dapat diterima semua pihak, mereka (Amerika) adalah pihak pertama dan teratas yang menempati daftar teror dan terorisme.

Jika definisi teror adalah membunuh rakyat sipil yang tak berdosa; anak-anak, wanita dan orang tua, maka mereka adalah teroris paling pertama, teratas dan terjahat yang dikenal oleh sejarah umat manusia. Mereka telah membantai jutaan rakyat sipil tak berdosa di seluruh dunia; Jepang, Vietnam, Afghanistan, Iraq, Palestina, Chechnya, Indonesia dan banyak negara lainnya.

Jika definisi teror adalah membom tempat-tempat dan kepentingan-kepentingan umum, mereka adalah pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang mengajarkan, memulai dan menekuni hal itu.

Jika definisi teror adalah menebarkan ketakutan demi meraih kepentingan politik, maka merekalah yang pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu di seluruh penjuru dunia.

Jika definisi teror adalah pembunuhan misterius terhadap lawan politik, maka mereka adalah pihak pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu.

Jika definisi mendukung teroris adalah membiayai, melatih dan memberi perlindungan kepada para pelaku kejahatan, maka mereka adalah pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu. Mereka bisa berada di balik berbagai kudeta di seluruh penjuru dunia. Aliansi Utara di Afghanistan, John Garang di Sudan, Israel di bumi Islam Palestina, Serbia dan Kroasia di bekas negara Yugoslavia, dan banyak contoh lainnya merupakan bukti konkrit tak terbantahkan bahwa The Real Terrorist adalah Amerika dan sekutu-sekutunya!

Terorisme, Perang Melawan Siapa?

Kini menjadi jelas siapa sebenarnya teroris sejati. Amerika bersama sekutunya telah melakukan teror kepada Islam dan kaum Muslimin sejak lama, diketahui bahkan direstui oleh dunia internasional. Ini sungguh tidak adil. Dunia diam saja dengan jumlah korban yang mencapai ratusan ribu dari umat Islam, namun berteriak-teriak lantang dan dipublikasikan luas jika dari pihak Amerika dan sekutunya yang terbunuh.

Sekilas realita teror dan terorisme ini cukup memberi contoh bentuk teror yang hari ini wujud di pentas dunia. Perang terhadap terorisme yang dikampanyekan oleh dunia internasional hari ini, di bawah arahan Amerika, tanpa memberi definisi dan batasan yang jelas terhadap "teror dan terorisme" telah menjadi alat efektif kekuatan pembenci Islam, untuk memerangi Islam dan kaum Muslimin. Melalui kampanye media massa dan elektronik internasional, "teror dan terorisme" telah didistorsikan dan dikaburkan sedemikian rupa; definisi, batasan, substansi, tujuan dan bentuk kongkritnya.

Adapun jika definisi teror dan terorisme distandarisasi, maka mereka yang akan menjadi pihak yang paling pertama, teratas dan terjahat yang terkena definisi tersebut. Oleh karenanya, mereka enggan memberikan definisi teror dan terosrime. Satu-satunya hal yang bisa dipahami seluruh umat manusia di dunia saat ini, bahwa "teror dan terorisme" versi hukum internasional (PBB yang mewakili kepentingan Amerika dan negara-negara adidaya lainnya) adalah Islam dan umat Islam, terutama umat Islam yang ingin hidup di dunia ini dengan merdeka penuh, bertauhid dan membela orang bertauhid, serta ingin menjalankan Islam secara kaafah.

Wallahu’alam bis Showab!.

By: M. Fachry
Arrahmah.Com International Jihad Analys

Rabu, 04 November 2009

Perang Salib (II)


Ada beberapa penafsiran tentang berapa kali Perang Salib itu terjadi. Batas antara Perang Salib yang satu dengan yang lainnya secara pasti tidak dapat ditentukan. Menurut K. Hitti tiga kali, menurut Shalaby tujuh kali, sedangkan menurut Sa'ad Abd Fatah 'Asyur delapan kali. Karena itu, untuk memastikan kebenarannya, perlu penelitian lebihn lanjut. Saya akan menguraikan apa yang ditulis Syalaby.

Perang salib I

Ide Perang Salib I bersumber dari pidato Paus Urban II pada tahun 1095 di Clermont, daerah tenggara Prancis. Ia menganjurkan perang suci melawan kaum muslimin di Timur dengan satu teriakan: "Inilah kehendak Tuhan" (Deus vult). Hal ini sebagai hasil pendekatan berkali-kali kepada Paus Urban II oleh Emperor Alexius Comnenus yang posisinya sedang terdesak di Asia kecil oleh dinasti Saljuq. Pada tahun 1097 sebanyak 150.000 orang, sebagian besar dari Jerman dan Normandia, dikerahkan dalam tiga angkatan di bawah pimpinan Raja Godfrey, Raja Bohemond, dan Raja Raymond. Mereka bertemu di Konstantinofel.

Tetapi, tampaknya tidak semua raja di Eropa menopang gerakan salib ini. Dalam pertemuan bersejarah di Clermont itu, ada juga yang tidak hadir untuk menyatakan keikutsertaannya. Dari semula Paus Urban II merasa perlu dukungan dari kekuatan sekular. Para uskup bersidang dan mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa setiap yang turut serta dalam perang suci akan mendapatkan pengampunan dosa dan kekayaan para bangsawan selama berperang dalam pengamanan gereja. Sidang itu juga menghasilkan kesepakatan, sebagai simbol gerakan, bahwa pakaian setiap orang yang turut berperang akan diberi tanda salib merah pada bagian pundak dan punggung dan gerakan diarahkan menuju Konstantinofel. Keputusan lainya, siapa saja yang pulang tanpa menunaikan tugasnya akan menerima hukuman dari gereja.

Angkatan Perang Salib I ini terdiri dari tiga kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh Raja Godfrey of Bouillon dari Lorraine dan saudaranya, Baldwin. Kelompok kedua dipimpin oleh Bohemond dari Normandia. Dan, angkaan ketiga dipimpin oleh Raymond IV dari Provinve, yang didampingi utusan pribadi Paus, Uskup Adheman. Di samping itu, Raymond memperingatkan Paus akan pentingnya bantuan dari Genoa, yaitu bantuan angkatan lautnya. Akhirnya, Gemoa memberikan bantuan dua belas kapal perang untuk menopang Perang Salib ini. Karena itu, Genoa mendapat hak atas pelabuhan-pelabuhan Syiria.

Ketiga kelompok tentara Salib tersebut, setelah sampai di Konstantinofel, harus tunduk kepada pimpinan dan komando Kaisar Alexius Comenus. Pada mulanya ada perlawanan terutama dari Godfrey dan Raymond. Namun, akhirnya mereka terpaksa tunduk kepada kekuasaan Bizantium. Di samping itu, Kaisar Bizantium dapat memaksakan suatu perjanjian: "Setelah menaklukan daerah-daerah di Asia Kecil dan dan di Syam, para raja harus mengembalikan daerah-daerah bekas kekuasaan Bizantium yang di rebut oleh Saljuq".

Dari fakta-fakta tersebut nampak bahwa pihak Bizantium Timur, Alexius, cukup berpengalaman dalam memaksakan keinginannya mempertahankan daerah-daearah jajahannya. Dari pihak raja-raja juga sebenarnya hendak mendirikan pemerintahan masing-masing. Perlawanan terhadap kekaisaran Bizantium dibalas dengan pemboikotan bahan makanan, sehingga mereka tidak berdaya menghadapi Kaisar Alexius itu, seperti terjadi terhadap Godfrey. Peselisihan Emperor dengan Raymond tidak setajam dengan Godfrey karena dapat diredakan oleh utusan Paus, Adhemar. Namun, perselisihan ini berlanjut ampai raja-raja mengingkari janjinya. Ini merupakan kelemahan pihak tentara Salib, sehingga Paus menjadi kecewa.

Pada permulaan 1097 tentara Salib mulai menyeberangi Selat Bosforus bagaikan air bah. Mereka berkemah di Asia Kecil yang ketika itu dikuasai oleh Dinasti Saljuq, Qolej Arslan. Mula-mula mereka mengepung pelabuhan Naicaea selama sebulan sampai jatuh ke tangan tentara Salib pada tanggal 18 Juni 1097. Ini berarti Bizantium telah merebut kembali apa yang telah dikuasai dari Antioch selama enam tahun. Tentara Bizantium di bawah pimpinan Emperor mengadakan perundingan dengan penguasa kaum muslimin seputar penyerahan kota itu kepadanya, dengan jaminan muslim Turki akan diselamatkan. Hal ini mengejutkan tentara Salib karena merasa kalah cepat oleh kelihaian Emperor.

Tentara Salib terus maju. Pertempuran di Darylaeum (Eski-Shar) meluas ke tenggara Nicaea sampai akhir 1097. Tentara Salib meraih kemenangan karena Saljuq dalam keadaan lemah. Mereka berhsil memasuki selatan Anatolia dan Provinsi Torres. Di bawah pimpinan Baldwin, mereka mengepung Ruha, yang penduduk Armenianya beragama Kristen. Rajanya, Turus, telah melantik Baldwin untuk menggantikannya setelah ia mati, sehingga Baldwin dapat menaklukan Ruha pada tahun 1098.

Bohemond menaklukan Antioch, ibu kota lama Bizantium, pada tanggal 3 Juni 1098 setelah susah payah mengepungnya selama sembilan bulan. Antioch termasuk benteng yang sangat kuat karena secara geografis sangat strategis--setelah konstantinofel-- dengan gunung-gunungnya yang mengelilingi sebelah utara dan timur, dan sungai yang membatasinya. Jatuhnya Antioch dari Yagi Sian (Saljuq) disebabkan oleh berpecah-belah dan lambatnya bantuan dari Salajiqoh Persia (Karbugha), serta terjadinya pengkhianatan di dalam Antioch sendiri oleh bangsa Armenia yang tentu memihak Kristen. Bantuan logistik dan perlengkapan dari Inggris dan armada laut Genoa yang tiba di pelabuhan Suwaida semakin memperkuat tentara Salib.

Bahemond telah menunjukan keberaniannya yang luar biasa. Ketika tentara Salib mengalami krisis dalam pengepungan Antioch ini, ia pura-pura bersedia pulang ke Italia. Dengan sendirinya tentara meminta-minta agar tidak ditinggalkan oleh pemimpinnya, terutama pada saat yang kritis, ketika mendapat serangan tentara gencar dari tentara Saljuq. Ia menuduh panglima Bizantium, Titikios, telah mengkhianati tentara Salib karena mengadakan hubungan rahasia dengan penguasa Saljuq-Turki untuk menghancurkan tentara Salib. Hal ini menyebabkan kemarahan tentara Salib meluap-luap. Akhirnya, Tatikios dengan tentaranya lari melalui pelabuhan Suwaida ke Pulau Cyprus karena takut dibunuh tentara Salib. Nampaknya kali ini Bahemond berhasil menempatkan dirinya sebagai satu-satunya panglima-- setelah mendapat pengalaman menghadapi kaki tangan Emperor di Nicaea--sehingga ada alasan untuk tidak menyerahkan Antioch kepada Emperor Bizantium. Di sini nampak persaingan kekuasaan antara Bizantium dan raja Eropa.

Setelah penaklukan Antioch, Bohemond dapat menguasai daerah-daerah sekitarnya. Raymond menguasai sebelah barat daya Antioch dan tidak mau menyerahkannya kepada Bohemond, karena sebenarnya ia pun berambisi menguasai seluruh Antioch. Krisis ini baru bisa diselesaikan setelah Raymond diserahi pimpinan untuk penyerangan ke Yerusalem, karena ia mempunyai peluang untuk menguasai daerah yang lebih luas di tanah suci itu. Akhirnya, Antioch berada di bawah kekuasaan Kristen selama kurang lebih seperempat abad.

Dalam perjalanan ke Baitul Maqdis, Raymond mengadakan hubungan kerja sama dengan amir-amir Arab, antara lain dengan Muwaranah yang memberikan bantuan kepada tentera Salib. Pemerintah Tripoli dan Beirut juga memberikan bantuan kepada tentara Salib, mungkin karena Solidaritas agamanya lebih diutamakan daripada tanah airnya, atau karena tidak tunduk kepada tentara Turki. Dalam tempo satu bulan, Yerusalem sudah dapat direbut pada tanggal 15 Juli 1099. Kekalahan kaum muslimin Dinasti Fatimiyah yang menguasai Bait al-Maqdis sudah dapat dipastikan, karena kota-kota penting yang merupakan pintu gerbang satu-persatu telah ditaklukan. Jumlah tentara Salib jauh lebih banyak daripada tentara Fatimiyah, yaitu 40.000 orang (20.000 orang merupakan tentara terlatih).

Penaklukan Bait al-Maqdis oleh tentara Salib diwarnai dengan pembantaian yang tak pandang bulu (indiscriminate massacre). Kaum muslimin--meliputi semua umur dan jenis yang tak berdaya--dibantainya. K. Hitti menuliskan, "Heaps of heads and hand feet were to be seen throughout the street and squares of the city." Para ahli sejarah mencatat jumlah korban pembantaian itu sekitar 60.000--100.000 orang lebih. Peristiwa yang kejam ini (jika dibandingkan dengan penaklukan Shalahuddin al-Ayyubi dalam merebut kembali Bait al-Maqdis) tentu menimbulkan pertanyaan, "Benarkah motivasi agama (Kristen) menjiwai perang ini?"

Akhirnya misi tentara Salib tercapai, yaitu merebut Bait al-Maqdis dan berhasil mendirikan pemerintahan, masing-masing Baldwin memegang tampuk kekuasaan di Ruha (1098), Bohemond menguasai pemerintahan di Antioch, dan Godfrey menjadi penguasa di Yerusalem, karena Raymond tidak terpilih menjadi penguasa di sana. Godfrey meninggal dunia dan digantikan saudaranya, Baldwin I, tanpa ada yang menyaingi karena Bohemond ditawan Raja Al-Ghazi Kamusytakin Turki.

Meskipun Yerusalem telah dikuasai, peperangan di Syam terus berlangsung. Raja Yerusalem menyerahkan kepemimpinan kepada Raymond (1101) untuk menaklukan Tripoli di Syam. Kaum muslimin di Tripoli dapat mempertahankan pengepungan Salib selama delapan tahun. Pada tahun 1109, Tripoli jatuh ke tangan tentara Salib, tetapi Raymond tidak sempai menyaksikan kejatuhan kota itu karena meninggal dunia (1105) ketika pengepungan mencapai puncaknya. Ia digantikan oleh Wiliam Yordan, yang meninggal dunia pada tahun 1108. Wiliam kemudian diganti oleh Bertrand. Pada zaman Bertrand, Tripoli dapat ditaklukan. Kota-kota penting lain yang ditaklukan ialah Akka (ditaklukan pada tahun 1104) dan Sur (ditaklukan pada tahun 1124).

Bersambung?!

Sumber: Gerakan Kembali ke Islam; Warisan Terakhir A. Latief Mukhtar, K.H. Abdul Latief Mukhtar, M.A.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin


Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Utsaimin Al Wuhaibi At Tamimy.
Dilahirkan di kota 'Unaizah pada tanggal 27 Ramadhan tahun 1347 H.

Pendidikannya:
Beliau belajar Al Qur'anul Karim kepada kakek dari pihak ibunya, yaitu Abdurahman bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah sampai hafal, selanjutnya beliau belajar Khath, berhitung dan sastra.
Seorang ulama besar, Syaikh Abdurahman As Sa'dy Rahimahullah telah menunjuk dua orang muridnya agar mengajar anak-anak kecil, masing-masing adalah Syaikh Ali Ash Shalihy dan Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al Muthawwa'. Kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz inilah beliau belajar kitab Mukhtasharul Aqidah Al Wasithiyah dan Minhaajus Saalikin Fil Fiqhi, keduanya karya Syaikh Abdurahman As Sa'dy dan Al Ajrumiyah serta Al Alfiyah.
Lalu kepada Syaikh Abdurrahman bin Ali 'Audan beliau belajar Fara'idh dan Fiqih.
Kepada Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'dy yang dikategorikan sebagai Syaikhnya yang utama beliau belajar kitab Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih, Fara'idh, Musthalahul Hadits, Nahwu dan Sharaf.
Syaikh Utsaimin memiliki tempat terhormat dalam pandangan Syaikhnya, hal ini terbukti di antaranya ketika ayahanda beliau pindah ke Riyadh pada masa awal perkembanganya dan ingin agar anaknya, Muhammad Al Utsaimin pindah bersamanya. Maka Syaikh Abdurrahman As Sa'dy (sang guru) menulis surat kepada ayahanda beliau: "Ini tidak boleh terjadi, kami ingin agar Muhammad tetap tinggal di sini sehingga dia bisa banyak mengambil manfaat."
Berkomentar tentang Syaikh tersebut, Syaikh Utsaimin mengatakan: "Syaikh As Sa'dy sungguh banyak memberi pengaruh kepada saya dalam hal methode mengajar, memaparkan ilmu serta pendekatannya kepada para siswa melalui contoh-contoh dan substansi-substansi makna. Beliau juga banyak memberi pengaruh kepada saya dalam hal akhlak. Syaikh As Sa'dy Rahimahullah adalah seorang yang memiliki akhlak agung dan mulia, sangat mendalam ilmunya serta kuat dan tekun ibadahnya. Beliau suka mencandai anak-anak kecil, pandaimembuat senang dan tertawa orang-orang dewasa. Syaikh As Sa'dy adalah orang yang paling baik akhlaknya dari orang-orang yang pernah saya lihat."
Syaikh Utsaimin juga belajar kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz Hafizhahullah, Syaikh Abdul Aziz bin Baz adalah guru kedua beliau, setelah Syaikh As Sa'dy. Kepada Syaikh Bin Baz beliau belajar kitab Shahihul Bukhari dan beberapa kitab karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan kitab-kitab Fiqih.
Mengomentari Syaikh Bin Baz, Syaikh Utsamin mengatakan: "Syaikh Bin Baz banyak menpengaruhi saya dalam hal perhatian beliau yang sangat intens terhadap hadits. Saya juga banyak terpengaruh dengan akhlak beliau dan kelapangannya terhadap sesama manusia."
Pada tahun 1371 H, beliau mulai mengajar di masjid. Ketika dibuka Ma'had Ilmi, beliau masuk tahun 1372 H, Syaikh Utsaimin mengisahkan: "Saya masuk Ma'had Ilmi pada tahun kedua (dari berdirinya Ma'had) atas saran Syaikh Ali Ash Shalihy, setelah sebelumnyamendapat izin dari Syaikh Sa'dy. Ketika itu Ma'had Ilmi dibagi menjadi dua bagian: Umum dan Khusus, saya masuk ke bagian Khusus, saat itu dikenal pula dengan sistem loncat kelas. Yakni seorang siswa boleh belajar ketika liburan panjang dan mengikuti tes kenaikan di awal tahun. Jika lulus dia boleh di kelas yang lebih tinggi. Dengan sistem itu saya bisa menghemat waktu."
Setelah dua tahun menamatkan belajar di Ma'had Ilmi, beliau lalu ditunjuk sebagai guru di Ma'had ilmi 'Unaizah sambil melanjutkan kuliah di Fakultas Syari'ah dan tetap juga belajar di bawah bimbingan Abdurahman As Sa'dy Rahimahullah
Ketika As Sa'dy wafat beliau ditetapkan sebagai Imam Masjid Jami' di 'Unaizah, mengajar di Maktabah 'Unaizah Al Wathaniyah dan masih tetap pula mengajar di Ma'had Ilmi. Setelah itu beliau pindah mengajar di Cabang Universitas Imam Muhammad Ibnu Saud Qashim pada fakultas Syari'ah dan Ushuluddin hingga sekarang. Kini beliau menjadi anggota Hai'atu Kibaril Ulama (di Indonesia semacam MUI, pent.) Kerajaan Saudi Arabia. Syaikh Utsaimin memiliki andil besar di medan dakwah kepada Allah Azza wa Jalla, beliau selalu mengikuti berbagai perkembangan dan situasi dakwah di berbagai tempat.
Perlu dicatat, bahwa Yang Mulia Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah telah berkali-kali menawarkan kepada Syaikh Utsaimin untuk menjadi qadhi (hakim), bahkan telah mengeluarkan Surat Keputusan yang menetapkan beliau sebagai Ketua Mahkamah Syari'ah dikota Ihsa' , tetapi setelah melalui berbagai pendekatan pribadi, akhirnya Mahkamah memahami ketidaksediaan Syaikh Utsaimin memangku jabatan ketua Mahkamah .

Karya-karya beliau:
Syaikh Utsaimin Hafizhahullah memiliki karangan lebih dari 40 buah. Di antaranya berupa kitab dan risalah. Insya Allah semua karya beliau akan dikodifikasikan menjadi satu kitab dalam Majmu'ul Fatawa war Rasa'il.

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Selasa, 03 November 2009

Cita-Cita Islam dalam Membentuk Masyarakat Qurani


Banyak tokoh Islam yang berbicara tentang cita-cita Islam, tetapi sering terbawa oleh situasi masanya. Padahal, harus dibedakan antara doktrin Islam dan konsepsi manusia. Pertama, doktrin Islam bersifat sakral dan pasti kebenarannya, karena datang dari Sang Maha Kuasa, sedangkan konsep manusia tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat nisbi.

Kedua, antara konsep Islam ideal dan realitas kehidupan manusia harus diupayakan sedemikian rupa untuk dapat diaplikasikan secara indah dan manusiawi demi mencapai keadilan dan kesejahteraan. Berbeda dengan teori politik al-Farabi dalam Negara Utamanya yang cenderung terlalu idealis dan utopis sehingga konsepnya hanya cocok bagi masyarakat malaikat. Kita melihat para tokoh politik Islam seperti Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, al-Mawardi, al-Ghazali, dan Ibnu Khaldun lebih realistis ketika mereka meninjau politik Islam dari perspektif sosiologis yang bermuara kepada ajaran Islam. Hanya saja, pada masa modern ini konsepsi politik Islam itu perlu dikemas lebih canggih dan menarik, tetapi tidak berkacamata dan mengadopsi pemikiran politik Barat yang pada umumnya para pemikir politik Islam kontemporer terlalu inferiority complex. Sehingga muncullah istilah-istilah seperti "demokrasi" dan konsep "civil society", kemudian dilegitimasi dengan dasar-dasar Islam. Ini bukan suatu kemajuan, tetapi suatu kemunduran.

Alquran dan Masyarakat Islam

Benar apa yang dikatakan oleh Imam Malik bahwa umat Islam dewasa ini tidak akan berjaya manakala tidak mengikuti jejak para pendahulu mereka. Sebagaimana Alquran menegaskan, "Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah (|Alquran) dan jangan tercerai-berai...." (Ali Imran: 103). Demikian juga Rasulullah saw memperingatkan umatnya, "Kutinggalkan untuk kalian dua pegangan, niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya: Alquran dan sunnahku." (HR Malik).

Kenyataannya, umat banyak yang tidak lagi berpegang kepada sumber itu, kecuali hanya slogan. Padahal, di dalam Alquran terdapat petunjuk-petunjuk bagaimana terbentuknya suatu masyarakat ideal dan praktik Nabi Muhammad saw dengan masyarakat Qurani itu nyata sebagai realitas sosial dan berkelanjutan pada masa-masa berikutnya. Hal itu sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dan Ibnu Taimiyah bahwa Allah memberikan petunjuk bagi tercapainya masyarakat Qurani dengan turunnya surat An-Nur ayat 55 yang artinya, "Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dari kalian dan beramal saleh, bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaiman dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan aku, dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."

Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas bahwa itu janji Allah kepada Rasulullah saw yang akan menjadikan umatnya sebagai penguasa-penguasa di muka bumi. Sehingga, negara-negara menjadi makmur dan rakyat menjadi patuh... dan janji itu terjelma sebelum Nabi Muhammad saw wafat, yaitu bermula dari penaklukan Mekah, Bahrain, dan seluruh Jazirah Arab dan Yaman.

Ibnu Taimiyah berkomentar atas ayat itu bahwa kebaikan penguasa bergantung kepada kesungguhannya mengikuti Alquran dan sunnah Rasul-Nya serta mengajak rakayatnya untuk mengikutinya. Dan, Allah menjadikan kebaikan penguasa itu pada empat hal: (1) mendirikan salat; (2) menunaikan zakat; (3) amar ma'ruf; (4) nahi mungkar. Sang pengusa mengajak mendirikan salat berjamaah bersama para pembantunya dan menyuruh rakyatnya mendirikan salat serta menghukum mereka yang teledor melaksanakannya sesuai dengan hukum Allah. Dengan tegaknya ketentuan Alquran itu akan dicapai masyarakat Qurani yang dapat menegakkan habluminallah (hubungan vertikal) dan hablunminanas (hubungan horizontal) yang berarti memadukan dua kemaslahatan.

Masyarakat Qurani itu akan tampak pada ketertundukan mereka terhadap supremasi hukum Alquran. Dan, Alquran meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam mengatur dan mengendaikan masyarakat muslim. Prinsip-prinsip tersebut adalah justice (keadilan), deliberation (syura), equality (persamaan), dan freedom (kebebasan). Orientasi politik Islam menurut Alquran menekankan pada tauhid, syariah, dan program ketakwaan.

Nabi Muhammad dan Masyarakat Qurani

Allah SWT tidak hanya menurunkan ajaran dan doktrin bagi umat manusia, tetapi juga menurunkan nabi-Nya untuk memberi contoh dan memimbing umat manusia menuju kepada keadilan Islam dunia. Kalau kita perhatikan, proses yang dilakukan Nabi dalam membentuk masyarakat Qurani, yang sebelumnya terkenal dengan masyarakat jahili, ada lima jalan yang ditempuhnya:
Pertama, nabi membangun aqidah umat selama berada di Mekah untuk mempersiapkan diri menerima tanggung jawab mengemban tugas risalah dan khalifah. Proses ini dilakukan paling lama sekitar 13 tahun. Setelah matang, Nabi mengutus mereka untuk menyebarkan misi dakwah, seperti Mush'ab bin Umair dikirim ke Madinah dan sebagian dikirim ke ethiopia. Ketika dakwah sudah menampakkan hasilnya dan tidak ada satu rumah pun di Madinah melainkan sudah ada orang yang masuk Islam, maka keadan ini sangat tepat bagi umat Islam di Mekah (yang selalu ditindas kaum jahiliyah) untuk berhijrah meninggalkan tempat asalnya.

Kedua, Nabi memerintahkan kepada seluruh sahabat agar berhijrah ke Madinah. Dan yang menarik adalah bahwa sesampai di Madinah, pertama yang dilakukan Nabi untuk pembinaan umat adalah membangun masjid Nabawi sebagai sentral kegiatan dan aktifitas umat Islam. Penempaan kaderisasi terus berlanjut di masjid tersebut.

Ketiga, Nabi mempersaudarakan antarumat Islam. Mereka yang berasal dari Mekah disebut Muhajirin, sementara yang berasal dari Madinah disebut Anshor. Hal itu dilakukan untuk merekatkan umat Islam sehinga tidak mudah diadu domba.

Keempat, Nabi membuat "Piagam Madinah" untuk mengatur hubungan dengan masyarakat Etnis lain, yaitu ahlul kitab dari bangsa Yahudi, sekaligus upaya pembentengan bagi masyarakat muslim.

Kelima, Nabi melakukan ekspedisi perang bagi siapa saja yang ingin memaksakan kehendaknya untuk merusak tatanan masyarakat muslim. Maka, beliau tampil sebagai penglioma perang. Dengan demikian, terbentuklah masyarkat muslim Madinah yang mengejawantahkan Allah pada ayat di atas.

Ciri-Ciri Masyarakat Qurani

Ajaran Alquran selalu berpijak kepada umat manusia, artinya bahwa Alquran selalu memperhatikan maslahat dan kepentingan umat manusia, karenanya para ulama sepakat bahwa apabila konsep Alquran ditetapkan dalam suatu masyarakat tertentu akan mendapatkan palig tidak lima hal pokok:
1. terjaga agamanaya;
2. terjaga jiwanya;
3. terjaga hartanya;
4. terjaga akalnya; dan
5. terjaga kehormatannya.

Demikian uraian singkat tentang cita-cita Islam dalam membentuk masyarakat Qurani dan kita tidak perlu terlibat analisa dikotomis ala Barat yang menempatkan umat Islam pada kondisi pemahaman yang formalistik, substanstivistik, dan fundamentalis. (Farid Achmad Okbah)