Senin, 16 November 2009

Imam Bukhori


Sumber dari segala sumber hukum yang utama atau yang pokok di dalam agama Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Selain sebagai sumber hukum, Al-Qur'an dan As-Sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang universal. Isyarat sampai kepada ilmu yg mutakhir telah tercantum di dalamnya. Oleh karenanya siapa yang ingin mendalaminya, maka tidak akan ada habis-habisnya keajaibannya.

Untuk mengetahui As-Sunnah atau hadits-hadits Nabi, maka salah satu dari beberapa bagian penting yang tidak kalah menariknya untuk diketahui adalah mengetahui profil atau sejarah orang-orang yang mengumpulkan hadits, yang dengan jasa-jasa mereka kita yang hidup pada jaman sekarang ini dapat dengan mudah memperoleh sumber hukum secara lengkap dan sistematis serta dapat melaksanakan atau meneladani kehidupan Rasulullah untuk beribadah seperti yang dicontohkannya.

Untuk itu pada beberapa edisi kali ini, kami sajikan secara berturut-turut Profile Sejarah Hidup Enam Tokoh Penghimpun Hadits yang paling terkenal serta Sekilas Penjelasan Tentang Kitab Hadits-nya yang masyur.

Abad ketiga Hijriah merupakan kurun waktu terbaik untuk menyusun atau menghimpun Hadits Nabi di dunia Islam. waktu itulah hidup enam penghimpun ternama Hadits Sahih yaitu:





Imam Bukhari

Imam Muslim

Imam Abu Daud

Imam Tirmizi

Imam Nasa'i

Imam Ibn Majah


Tokoh Islam penghimpun dan penyusun hadits itu banyak, dan yang lebih terkenal di antaranya seperti yang disebut diatas. Adapun urutan pertama yang paling terkenal diantara enam tokoh tersebut di atas adalah Amirul-Mu'minin fil-Hadits (pemimpin orang mukmin dalam hadits), suatu gelar ahli hadits tertinggi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal kemudian sebagai Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang Persia bernama Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk Islam di bawah bimbingan al-Yaman al Ja'fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Karena itulah ia dikatakan "al-Mughirah al-Jafi."

Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang ulama besar ahli hadits. Ia belajar hadits dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn Hibban dalam kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, membuat biografinya dalam at-Tarikh al-Kabir.

Ayah Bukhari disamping sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara' (menghindari yang subhat/meragukan dan haram) dan takwa. Diceritakan, bahwa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: "Dalam harta yang kumiliki tidak terdapat sedikitpun uang yang haram maupun yang subhat." Dengan demikian, jelaslah bahwa Bukhari hidup dan terlahir dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara'. Tidak heran jika ia lahir dan mewrisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu.

Ia dilahirkan di Bukhara setelah salat Jum'at. Tak lama setelah bayi yang baru lahr itu membuka matanya, iapun kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo'a ke hadapan Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata: "Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali, semua itu berkat do'amu yang tiada henti-hentinya." Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya meninggal di waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididikl oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian.

Keunggulan dan kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadits. Ketika berusia 10 tahun, ia sudah banyak menghafal hadits. Pada usia 16 tahun ia bersama ibu dan abang sulungnya mengunjungi berbagai kota suci. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan belajar hadits, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra'yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan mazhabnya.

Rasyid ibn Ismail, abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang waktu dengan percuma karena tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka. Tercenganglah mereka semua karena Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 haddits, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.

Tahun 210 H, Bukhari berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya, Ahmad. Saudaranya yang lebih tua ini kemudian pulang kembali ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat tinggalnya. Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz. Sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. Di kedua tanah suci itulah ia menulis sebagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab Al-Jami'as-Sahih dan pendahuluannya.

Ia menulis Tarikh Kabir-nya di dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam hari yang terang bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir, Al-Awsat dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi mengenai pengetahuan terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik, sehingga ia pernah berkata bahwa sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.

Kemudian ia pun memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke berbagai negeri, hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke seluruh Asia Barat. Diceritakan bahwa ia pernah berkata: "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah dan Madinah) selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits."

Pada waktu itu, Baghdad adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu, ia sering menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang ia mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut dan mencelanya karena menetap di negeri Khurasan.

Dalam setiap perjalanannya yang melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadits-hadits dan ilmu pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam yang sunyi, ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali. Perbutan ini ia lakukan hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi hadits dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super jenius, ia dapat menghapal hadits sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.

Kemasyuran Imam Bukhari segera mencapai bagian dunia Islam yang jauh, dan kemanapun ia pergi selalu di elu-elukan. Masyarakat heran dan kagum akan ingatanya yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi Naisabur. Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh gurunya, az-Zihli dan para ulama lainnya.

Imam Muslim bin al-Hajjaj, pengarang kitab as-Sahih Muslim menceritakan: "Ketika Muhammad bin Ismail dating ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (? 100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: "Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, seebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya Muhammad bin Yahya az-Zihli, sebagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan Imam Bukhari, ia pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri itu, ia mengajarkan hadits secara tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim yang saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya."

Tak lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam bukhari atas perbuatan orang-orang yang iri dengki. Mereka meniupkan tuduhannya kepada Imam Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahwa "Al-Qur'an adalah makhluk." Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: "Barang siapa berpendapat lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan majelisnya tidak boleh di datangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya, curigailah dia." Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.

Pada hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali. Tetapi orang tersebut terus mendesaknya, maka ia menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'a." Yang dimaksud dengan perbuatan manusia adalah bacaan dan ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari perbah berkata: "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW. yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman kemudian Ali. Dengan berpegang pada keyakinan dan keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akherat kelak, insya Allah." Demikian juga ia pernah berkata: "Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."

Az-Zahli benar-benar telah murka kepadanya, sehingga ia berkata: "Lelaki itu (Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku di negeri ini." Oleh karena Imam Bukhari berpendapat bahwa keluar dari negeri itu lebih baik, demi menjaga dirinya, dengan hrapan agar fitnah yang menimpanya itu dapat mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari negeri tersebut.

Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari pulang ke negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya disambut meriah oleh seluruh penduduk. Untuk keperluan itu, mereka mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah sepanjang satu farsakh (? 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi kegembiraan mereka. Selama beberapa tahun menetap di negerinya itu, ia mengadakan majelis pengajian dan pengajaran hadits.

Tetapi kemudian badai fitnah dating lagi. Kali ini badai itu dating dari penguasa Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-Zihli, walaupun sebabnya timbul dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan ilmu yang dimlikinya. Ketika itu, penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari, supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah karangannya, al-Jami' al-Sahih dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan itu. Ia hanya berpesan kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid, bahwa "Aku tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke istana. Jika hal ini tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka keluarkanlah larangan supaya aku tidak mengadakan majelis pengajian. Dengan begitu, aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahwa sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu." Mendapat jawaban seperti itu, sang penguasa naik pitam, ia memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian ia mempunyai alas an untuk mengusir Imam Bukhari. Tak lama kemudian Imam Bukhari pun diusir dari negerinya sendiri, Bukhara.

Imam Bukhari, kemudian mendo'akan tidak baik atas Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah. Belum sebulan berlalu, Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid bin Ahmad dijatuhi hukuman, dipermalukan di depan umum dengan menungang himar betina. Maka hidup sang penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari itu berakhir dengan kehinaan dan dipenjara.

Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh intelegensi dan daya ingatnnya yang luar biasa itu pada karya tulisnya yang terpenting, Sahih Bukhari, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi dan berdo'a sebelum menulis buku itu. Sebagian buku tersebut ditulisnya di samping makan Nabi di Madinah.

Imam Durami, guru Imam Bukhari, mengakui keluasan wawasan hadits muridnya ini: "Di antara ciptaan Tuhan pada masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling bijaksana."

Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari yang isinya meminta ia supaya menetap di negeri mereka. Maka kemudian ia pergi untuk memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah dsa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, dan desa itu terdapat beberapa familinya, ia pun singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi mereka. Tetapi di desa itu Imam Bukhari jatuh sakit hingga menemui ajalnya.

Ia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Jenazahnya dikebumikan lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal yang mulia. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya.

Pengembaraannya ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru yang berbobot dan dapat dipercaya, yang mencapai jumlah sangat banyak. Diceritakan bahwa dia menyatakan: "Aku menulis hadits yang diterima dari 1.080 orang guru, yang semuanya adalah ahli hadits dan berpendirian bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan." Di antara guru-guru besar itu adalah Ali ibn al-Madini, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma'in, Muhammad ibn Yusuf al-Faryabi, Maki ibn Ibrahim al-Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al-Baykandi dan Ibn Rahawaih. Guru-guru yang haditsnya diriwayatkan dalam kitab Sahih-nya sebanyak 289 orang guru.

Karena kemasyurannya sebagai seorang alim yang super jenius, sangat banyak muridnya yang belajar dan mendengar langsung haditsnya dari dia. Tak dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah orang yang meriwayatkan hadits dari Imam Bukhari, sehingga ada yang berpendapat bahwa kitab Sahih Bukhari didengar secara langsung dari dia oleh sembilan puluh ribu (90.000) orang (Muqaddimah Fathul-Bari, jilid 22, hal. 204). Di antara sekian banyak muridnya yang paling menonjol adalah Muslim bin al-Hajjaj, Tirmizi, Nasa'i, Ibn Khuzaimah, Ibn Abu Dawud, Muhammad bin Yusuf al-Firabri, Ibrahim bin Ma'qil al-Nasafi, Hammad bin Syakr al-Nasawi dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi. Empat orang yang terakhir ini merupakan yang paling masyur sebagai perawi kitab Sahih Bukhari.

Dalam bidang kekuatan hafalan, ketajaman pikiran dan pengetahuan para perawi hadits, juga dalam bidang ilat-ilat hadits, Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan (ayat) dan kebesaran Allah di muka bumi ini. Allah telah mempercayakan kepada Bukhari dan para pemuka dan penghimpun hadits lainnya, untuk menghafal dan menjaga sunah-sunah Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahwa Imam Bukhari berkata: "Saya hafal hadits di luar kepala sebanyak 100.000 buah hadits sahih, dan 200.000 hadits yang tidak sahih."

Mengenai kejeniusan Imam Bukhari dapat dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad, ahli-ahli hadits di sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya. Mereka mengambil 100 buah hadits, lalu mereka tukar-tukarkan sanad dan matannya (diputar balikkan), matan hadits ini diberi sanad hadits lain dan sanad hadits lain dinbuat untuk matan hadits yang lain pula. 10 orang ulama tampil dan masing-masing mengajukan pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan tentang hadits yang telah diputarbalikkan tersebut. Orang pertama tampil dengan mengajukan sepuluh buah hadits kepada Bukhari, dan setiap orang itu selesai menyebutkan sebuah hadits, Imam Bukhari menjawab dengan tegas: "Saya tidak tahu hadits yang Anda sebutkan ini." Ia tetap memberikan jawaban serupa sampai kepada penanya yang ke sepuluh, yang masing-masing mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara hadirin yang tidak mengerti, memastikan bahwa Imam Bukhari tidak akan mungkin mampu menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan itu, sedangkan para ulama berkata satu kepada yang lainnya: "Orang ini mengetahui apa yang sebenarnya."

Setelah 10 orang semuanya selesai mengajukan semua pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan tadi, kemudian Imam Bukhari melihat kepada penanya yang pertama dan berkata: "Hadits pertama yang anda kemukakan isnadnya yang benar adalah begini; hadits kedua isnadnya yang benar adalah beginii?" Begitulah Imam Bukhari menjawab semua pertanyaan satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh hadits. Kemudian ia menoleh kepada penanya yang kedua, sampai menjawab dengan selesai kemudian menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab semua pertanyaan dengan selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh sampai selesai. Imam Bukhari menyebutkan satu persatu hadits-hadits yang sebenarnya dengan cermat dan tidak ada satupun dan sedikitpun yang salah dengan jawaban yang urut sesuai dengan sepuluh orang tadi mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama Baghdad tidak dapat berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada Imam Bukhari akan kekuatan daya hafal dan kecemerlangan pikirannya, serta mengakuinya sebagai "Imam" dalam bidang hadits.

Sebagian hadirin memberikan komentar terhadap "uji coba kemampuan" yang menegangkan ini, ia berkata: "Yang mengagumkan, bukanlah karena Bukhari mampu memberikan jawaban secara benar, tetapi yang benar-benar sangat mengagumkan ialah kemampuannya dalam menyebutkan semua hadits yang sudah diputarbalikkan itu secara berurutan persis seperti urutan yang dikemukakan oleh 10 orang penguji, padahal ia hanya mendengar pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu hanya satu kali."Jadi banyak pemirsa yang heran dengan kemampuan Imam Bukhari mengemukakan 100 buah hadits secara berurutan seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya padahal beliau hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau membetulkan rawi-rawi yang telah diputarbalikkan, ini sungguh luar biasa.

Imam Bukhari pernah berkata: "Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah hadits pun juga yang diterima dari para sahabat dan tabi'in, melainkan saya mengetahui tarikh kelahiran sebagian besar mereka, hari wafat dan tempat tinggalnya. Demikian juga saya tidak meriwayatkan hadits sahabat dan tabi'in, yakni hadits-hadits mauquf, kecuali ada dasarnya yang kuketahui dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW."

Dengan kedudukannya dalam ilmu dan kekuatan hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan, wajarlah jika semua guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan pujian kepadanya. Seorang bertanya kepada Qutaibah bin Sa'id tentang Imam Bukhari, ketika menyatakan : "Wahai para penenya, saya sudah banyak mempelajari hadits dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fiqh, ahli ibadah dan para ahli zuhud; namun saya belum pernah menjumpai orang begitu cerdas dan pandai seperti Muhammad bin Isma'il al-Bukhari."

Imam al-A'immah (pemimpin para imam) Abu Bakar ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui hadits, yang melebihi Muhammad bin Isma'il." Demikian pula semua temannya memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: "Khurasan belum pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadits melebihi Muhammad bin Isma'il; juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Irak yang melebihi kealimannya."

Al-Hakim menceriakan, dengan sanad lengkap. Bahwa Muslim (pengarang kitab Sahih), dating kepada Imam Bukhari, lalu mencium antara kedua matanya dan berkata: "Biarkan saya mencium kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para ahli hadits dan dokter ahli penyakit (ilat) hadits." Mengenai sanjungan diberikan ulama generasi sesudahnya, cukup terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: "Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi."

Imam Bukhari adalah seorang yang berbadan kurus, berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak pendek; kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauhi kesenangan dunia dan cinta akhirat. Banyak hartanya yang disedekahkan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, lebih-lebih untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Kepada para pelajar ia memberikan bantuan dana yang cukup besar. Diceritakan ia pernah berkata: "Setiap bulan, saya berpenghasilan 500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk kepentingan pendidikan. Sebab, apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal."

Imam Bukhari sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik para perawi. Terhadap perawi yang sudah jelas-jelas diketahui kebohongannya, ia cukup berkata: "Perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri tentangnya." Perkataan yang tegas tentang para perawi yang tercela ialah: "Haditsnya diingkari."

Meskipun ia sangat sopan dalam mengkritik para perawi, namun ia banyak meninggalkan hadits yang diriwayatkan seseorang hanya karena orang itu diragukan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ia berkata: "Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan, dan meninggalkan pula jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan perawi yang dalam pandanganku, perlu dipertimbangkan."

Selain dikenal sebagai ahli hadits, Imam Bukhari juga sebenarnya adalah ahli dalam fiqh. Dalam hal mengeluarkan fatwa, ia telah sampai pada derajat mujtahid mustaqiil (bebas, tidak terikat pendapatnya pada madzhab-madzhab tertentu) atau dapat mengeluarkan hukum secara sendirian. Dia mempunyai pendapat-pendapat hukum yang digalinya sendiri. Pendapat-pendapatnya itu terkadang sejalan dengan madzhab Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan Madzhab Syafi'i dan kadang-kadang berbeda dengan keduanya. Selain itu pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas, dan disaat lain memilih madzhab Mujahid dan 'Ata dan sebagainya. Jadi kesimpulannya adalah Imam Bukhari adalah seorang ahli hadits yang ulung dan ahli fiqh yg berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah setatusnya sebagai ahli hadits, bukan sebagai ahli fiqh.

Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang alim, ia juga tidak melupakan kegiatan lain yang dianggap penting untuk menegakkan Diunul Islam. Imam Bukhari sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan bahwa sepanjang hidupnya, ia tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya. Tujuannya adalah untuk memerangi musuh-musuh Islam dan mempertahankannya dari kejahatan mereka.

Diantara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :





Al-Jami' as-Sahih (Sahih Bukhari).

Al-Adab al-Mufrad.

At-Tarikh as-Sagir.

At-Tarikh al-Awsat.

At-Tarikh al-Kabir.

At-Tafsir al-Kabir.

Al-Musnad al-Kabir.

Kitab al-'Ilal.

Raf'ul-Yadain fis-Salah.

Birril-Walidain.

Kitab al-Asyribah.

Al-Qira'ah Khalf al-Imam.

Kitab ad-Du'afa.

Asami as-Sahabah.

Kitab al-Kuna.


Sekilas Tentang Kitab AL-JAMI' AS-SAHIH (Sahih Bukhari)


Diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah SAW.; seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian ahli ta'bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits Rasulullah SAW. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' as-Sahih."

Dalam menghimpun hadits-hadits sahih dalam kitabnya, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan kesahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Beliau telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya. Beliau senantiasa membanding-bandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan yang lain, menyaringnya dan memlih has mana yang menurutnya paling sahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku susun kitab Al-Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun." Dan beliau juga sangat hati-hati, hal ini dapat dilihat dari pengakuan salah seorang muridnya bernama al-Firbari menjelaskan bahwa ia mendengar Muhammad bin Isma'il al-Bukhari berkata: "Aku susun kitab Al-Jami' as-Sahih ini di Masjidil Haram, dan tidaklah aku memasukkan ke dalamnya sebuah hadits pun, kecuali sesudah aku memohonkan istikharoh kepada Allah dengan melakukan salat dua rekaat dan sesudah aku meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar sahih."

Maksud pernyataan itu ialah bahwa Imam Bukhari mulai menyusun bab-babnya dan dasar-dasarnya di Masjidil Haram secara sistematis, kemudian menulis pendahuluan dan pokok-pokok bahasannya di Rawdah tempat di antara makan Nabi SAW. dan mimbar. Setelah itu, ia mengumpulkan hadits-hadits dan menempatkannya pada bab-bab yang sesuai. Pekerjaan ini dilakukan di Mekah, Madinah dengan tekun dan cermat, menyusunnya selama 16 tahun.

Dengan usaha seperti itu, maka lengkaplah bagi kitab tersebut segala faktor yang menyebabkannya mencapai kebenaran, yang nilainya tidak terdapat pada kitab lain. Karenanya tidak mengherankan bila kitab itu mempunyai kedudukan tinggi dalam hati para ulama. Maka sungguh tepatlah ia mendapat predikat sebagai "Buku Hadits Nabi yang Paling Sahih."

Diriwayatkan bahwa Imam Bukhari berkata: "Tidaklah kumasukkan ke dalam kitab Al-Jami'as-Sahih ini kecuali hadits-hadits yang sahih; dan kutinggalkan banyak hadits sahih karena khawatir membosankan."

Kesimpulan yang diperoleh para ulama, setelah mengadakan penelitian secara cermat terhadap kitabnya, menyatakan bahwa Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya selalu berpegang teguh pada tingkat kesahihan yang paling tinggi, dan tidak turun dari tingkat tersebut kecuali dalam beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab, seperti hadits mutabi dan hadits syahid, dan hadits-hadits yang diriwayatkan dari sahabat dan tabi'in.

Jumlah Hadits Kitab Al-Jami'as-Sahih (Sahih Bukhari)

Al-'Allamah Ibnus-Salah dalam Muqaddimah-nya menyebutkan, bahwa jumlah hadits Sahih Bukhari sebanyak 7.275 buah hadits, termasuk hadits-hadits yang disebutnya berulang, atau sebanyak 4.000 hadits tanpa pengulangan. Perhitungan ini diikuti oleh Al-"Allamah Syaikh Muhyiddin an-Nawawi dalam kitabnya, At-Taqrib.

Selain pendapat tersebut di atas, Ibn Hajar di dalam muqaddimah Fathul-Bari, kitab syarah Sahih Bukhari, menyebutkan, bahwa semua hadits sahih mawsil yang termuat dalam Sahih Bukhari tanpa hadits yang disebutnya berulang sebanyak 2.602 buah hadits. Sedangkan matan hadits yang mu'alaq namun marfu', yakni hadits sahih namun tidak diwasalkan (tidak disebutkan sanadnya secara sambung-menyambung) pada tempat lain sebanyak 159 hadits. Semua hadits Sahih Bukhari termasuk hadits yang disebutkan berulang-ulang sebanyak 7.397 buah. Yang mu'alaq sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi' sebanyak 344 buah hadits. Jadi, berdasarkan perhitungan ini dan termasuk yang berulang-ulang, jumlah seluruhnya sebanyak 9.082 buah hadits. Jumlah ini diluar haits yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dari tabi'in dan ulama-ulama sesudahnya.

Sumber: Kitab Hadis Sahih yg Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Kunci Kemenangan Kaum Muslimin atas Yahudi


Hendaknya kaum muslimin menyiapkan diri-diri mereka secara aqidah dan manhaj, dengan berangkat dari kitab Rabb mereka dan sunnah Nabi mereka, serta jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para shahabatnya ra dan jalan yang ditempuh para pengikut mereka dalam kebaikan dari para tabi’in terbaik dan para imam petunjuk dan agama, karena sesungguhnya inilah wasilah (sarana) paling agung untuk kemenangan kaum muslimin atas musuh-musuh mereka, dan wasilah paling agung bagi keluhuran nilai kaum muslimin, kebahagiaan mereka, dan kemulian di dunia dan akhirat.

Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah, disibukkan oleh ternak dan tanaman, dan kalian tinggalkan jihad di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah tidak akan mencabut kehinaan itu dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no 3462, Baihaqi dalam Sunan Kubra 5/316, dan Thabrani dalam Musnad Syamiyyin hal 464 dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Silsilah Shahihah 11)

Hendaknya mereka bersihkan tangan-tangan mereka dari hawa-hawa nafsu, bid’ah-bid’ah dan ta’ashshub (fanatisme) terhadap kebatilan dan pemilliknya. Kemudian, hendaknya mereka berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempersiapkan diri secara materiil dari berbagai macam persenjataan dan hal-hal yang berhubunngan dengannya serta kewaspadaan dan latihan militer, sebagaimana diperintahkan Allah dan RasulNya. Allah SWT berfirman:

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian”. (QS. al-Anfaal: 60)

Kekuatan di dalam nash diatas meliputi setiap kekuatan yang menggentarkan musuh dari berbagai macam persenjataan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar”. (Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya 3/13, Tirmidzi dalam Jami’-nya 5/270, dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya 2/940 dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami 2633).

Dan melempar disini meliputi semua senjata yang dilempar, semuanya ini wajib diusahakan dengan industri, atau jual beli atau dengan cara yang lainnya.

Makar Ahlul Kitab (Sebuah Lintasan Sejarah)


"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)'. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah: 120).




Sejarah Berbicara

Bentuk ketidakrelaan Yahudi dan Nasrani dapat dibuktikan melalui fakta sejarah, berlangsung dari "doloe" hingga kini, kadang tidak diperlukan analisa tinggi untuk memahaminya, masyarakat awam juga bisa membaca fakta yang "kasat mata" itu.

Konflik hubungan Islam dengan Yahudi mulai memburuk terutama sejak mereka melakukan konspirasi bersama pasukan kafir Mekah untuk memusuhi kaum Muslim di Madinah hingga akhirnya mereka diusir dari Madinah dan Khaibar. Peristiwa Khaibar di kemudian hari menjadi satu peristiwa paling traumatis dan mewariskan dendam kesumat orang Yahudi hingga berabad-abad.

Pada masa sahabat, Yahudi melakukan infiltrasi dengan cara menyusup ke tengah-tengah barisan Islam. Puncaknya, mereka berhasil membunuh Khalifah Amirul Mukminin Umar bin Khatthab. Mereka juga berhasil membangkitkan fitnah atas diri Utsman bin Affan, dan mempertajam pertentangan antara kubu Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abu Sofyan. Tidak hanya sampai di situ, mereka bahkan menyusup ke barisan Syi'ah dan kelompok-kelompok militan lainnya dengan pola provokasi agar kelompok-kelompok itu melakukan perlawanan, baik terhadap idiologi maupun institusi as-sawad al-a'dham (kelompok mayoritas) saat itu.

Sedangkan konflik pertama kali dengan kaum Nasrani terjadi pada Perang Mu'tah (8 H) dan Perang Tabuk, melawan tentara Romawi (Bizantium). Perang Mu'tah terjadi karena al-Harits ibnu Umair al-Azady yang diutus Nabi untuk membawa surat kepada pemimpin Bushro, namun dalam perjalanan dihadang Syurahbil bin Amr al-Ghassany, pemimpin al-Balqa', masuk wilayah Syam di bawah pemerintahan Kaisar Romawi. Syurahbil mengikat al-Harits dan membawanya ke hadapan Kaisar, lalu dia memenggal lehernya. Padahal, membunuh duta merupakan kejahatan yang amat keji dan sama halnya mengumumkan perang.

Penasaran atas kekalahan mereka dalam perang Mu'tah, Nasrani, dibawah Komando Raja Romawi Hiraqla, bermaksud menyerang Madinah. Namun, mereka buru-buru mundur teratur saat mendengar Rasulullah telah siap siaga menghadang mereka di Tabuk dalam jumlah pasukan yang besar, sebuah perbatasan antara Jazirah Arab dan Syam.

Perang berikutnya terjadi pada masa kekhalifahan Abu Bakar yang dikenal dengan perang Yarmuk. Di bawah pimpinan Khalid bin Walid, umat Islam menang telak hingga Raja Hiraqla melarikan diri ke Konstantinopel sambil berlinang air mata.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khottob umat Islam berhasil membebaskan Baitul Maqdis dari kekuasaan Nasrani Romawi, buah dari paket ekspansi terhadap yang menghalangi gerakan dakwah Islam. Jatuhnya Jerussalem yang merupakan tanah kelahiran Nabi Isa as ditambah takluknya wilayah Balkan di Eropa Timur oleh pasukan Bani Umayyah serta semenanjung Liberia Spanyol pada awal 700-an M membuat masyarakat Nasrani marah dan selalu berusaha merebutnya kembali, maka lahirlah perang salib. Dengan memanfaatkam momen konflik internal umat Islam, Perang Salib berlangsung selama berabad-abad dan baru reda pada abad ke-16. Alhamdulillah, meski melalui perjuangan panjang dan berliku, umat Islam kembali memenangkan peperangan di bawah komando Shalahuddin al-Ayyuby.


Imperialisme Modern

Usaikah peperangan? ternyata belum, karena sesudah itu ada perang salib gaya baru berupa ekspedisi kolonialisme bangsa Eropa ke dunia muslim. Inggris menjajah India, Mesir, Irak, Yordania, dan Malaysia. Prancis menjajah Suriah, Libanon. Belanda menjajah Indonesia setelah sebelumnya dijajah Portugis; Spanyol menjajah Moro dan seterusnya. Tampaknya mereka banyak belajar dari sejarah, bahwa sulit sekali mengalahkan umat Islam di medan pertempuran sepanjang Akidah masih berakar dalam sanubari mereka.

Seiring penjajahan atas negeri muslim, mereka melakukan serangkaian program strategis, tentu semua tak lepas dari misi idiologi, seperti missi 3 G yang sangat terkenal: Gold-Glory-Gospel.

Program tersebut, misalnya, selain berupa eksploitasi kekayaan alam, juga berupa dikotomi pendidikan antara pendidikan agama dan ilmu pengetahuan umum. Ibarat bom waktu, praktik ini berdampak pada lahirnya kader "intelektual " yang tidak memiliki kepahaman dan kejuangan akan dien, padahal di kemudian hari mereka banyak tampil mengisi jabatan-jabatan strategis dan bahkan memimpin negeri muslim dalam format nation state yang sekuler. Di sisi lain, lahir kaum "ahli dien" yang tidak mendapatkan tempat strategis dalam negara--kalau tidak dikatakan kurang mampu memimpin--serta terkesan hanya sebagai 'assesoris' dalam ritus formal kagamaan. Kaum ini bahkan sering digambarkan sebagai simbol kemunduran dengan performa lusuh dan menggelikan.

Aspek lain yang mereka serang adalah moralitas (akhlak) masyarakat muslim. Orientalis Syatilyn memberikan statement yang cukup terkenal, "Gelas dan artis mampu menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam, maka tenggelamkanlah umat Muhammad ke dalam cinta materi dan syahwat." Hidupnya kolonial di tengah-tengah negeri muslim dengan jargon kemajuan otomatis memberikan inspirasi bagi masyarakat muslim dalam mengartikan arti "kemajuan" itu sendiri yang oleh bangsa penjajah diwujudkan dengan memberikan contoh dalam bentuk pergaulan bebas, mabuk-mabukan, dan perilaku amoral lainnya.

Aspek lain adalah "Invasi Pemikiran" (Gozwul Fikri). Mereka belajar dari resep kemenangan Islam, tak lain adalah akidah sahihah yang selalu melandasi setiap perilakunya, juga jiwa merdeka dari perbudakan sesama manusia serta semangat "hidup mulia atau mati syahid". Dalam kesimpulan mereka, sepanjang "ruh" dari resep tersebut masih mengurat mengakar pada setiap pribadi muslim, maka kekalahan episode berikutnya adalah sebuah keniscayaan.

Karenanya, missionaris Zwimmer pada konferensi yang diselenggarakan negara-negara imperialis di kota Al-Quds menyatakan, "Tugas besar di pundak missionaris yang dikirim negara-negara Nasrani ke negara-negara Islam ialah mengeluarkan umat Islam dari keislamannya agar ia menjadi manusia yang tidak memiliki hubungan dengan Allah. Dengan sendirinya ia kemudian tidak berpegang teguh kepada akhlak yang merupakan lambang suatu bangsa dalam kehidupan." Gladston dengan bahasa lain, "Sesungguhnya kepentingan Eropa di Asia Jauh dan Tengah tetap terancam selama di sana masih ada Alquran yang dibaca dan ka'bah yang kerap dikunjungi." Louis IX berpesan kepada negara Eropa: "Kalian tidak mungkin dapat mengalahkan kaum muslimin di medan perang, kalian harus mengalahkan mereka terlebih dahulu di medan pemikiran. Setelah itu akan mudah bagi kalian untuk menguasai mereka. Dan, mereka adalah kaum yang hati-hati terhadap bius-bius budaya kalian."

Invasi itu berupa tayskik (menanamkan keragu-raguan dan pendangkalan Islam), tasywih (menghilangkan kebanggaan umat Islam terhadap diennya dengan, misalnya, pencitraan negatif bahwa Islam kejam, teroris...), tadzwib (pencampuradukan antara haq dan bathil hingga membingungkan umat Islam dalam memilih) dan taghrib (pembaratan dunia Islam dengan mendorong umat Islam agar menerima pemikiran dan budaya Barat, seperti sekulerisme, nasionalisme dan sebagainya).

Secara teknis, antara lain melalui kaderisasi putra-putri terbaik Islam dengan memberikan beasiswa untuk belajar Islam di negeri Barat, yang tentu saja penuh distorsi. Dengan "bekal" legalitas intelektual, sepulang dari study, kader-kader tersebut akhirnya lebih banyak menyuarakan islam versi Barat, didukung hegemoni musuh akan media massa, menjadikan mereka cepat melejit dan selalu menjadi referensi umat untuk klarifikasi atas wacana keislaman yang aktual. Kadang hal itu tidak disadari oleh mereka, karena yang rusak pola pikirnya (tashowwur). Fitnah syubuhat (kesamaran, keraguan akan prinsip Islam) akhirnya "mewabah", sebagai efek domino dari invasi tersebut. Tragisnya, reaksi balik dari ulama' yang hanif dan kredibel tidak seimbang, tampaknya disamping karena tidak didukung sarana/kemampuan teknis yang memadahi, juga diakibatkan lemahnya iradah.

Natijahnya, saat strategi imprialisme modern berlangsung lama, disadari atau tidak, sebuah kekalahan menimpa negeri muslim hampir pada setiap lini kehidupan, mulai dari menjangkitnya paham nasionalisme sekuler di kalangan muslim yang berujung dengan mencampakkan hukum Allah, fitnah syubuhat, krisis akhlak yang akut, kekayaan alam yang sudah terkeruk hingga menghantarkan masyarakat muslim pada jurang kebangkrutan, kebodohan, dan ketertinggalan, serta ketergantungan.



Pelita yang Runtuh

Di antara "prestasi" spektakuler kerja sama Yahudi Nasrani adalah tumbangnya lembaga Khilafah Turki Utsmani. Kamal at-Taturk, "pemimpin masa depan", demikian mereka menjuluki, resmi membubarkan dan menggantinya dengan sistem sekuler 13 Maret 1924, setelah sebelumnya tampil sebagai sosok pahlawan yang dielu-elukan karena dianggap telah mengembalikan kewibawaan Turki dari kekalahan memalukan pada PD I 02 Agustus 1914 M. Tentu itu sekenario yang disiapkan dengan membuat perang jadi-jadian yang berakhir pada kemenangan Kamal, sebuah modus yang biasa dilakukan, baik dalam perjuangan idiologi maupun politik.

Bukan tanpa alasan, mereka melakukan hal itu dengan sangat sadar, dalam pandangan mereka, meski institusi khilafah mengalami degradasi dari idealismenya, namun peran pengawal dien dan simbol persatuan Islam sedunia begitu kuat pengaruhnya. Tentu ini merupakan ganjalan bagi cita-cita idiologi mereka, khususnya Yahudi yang terobsesi mendirikan Israel Raya di tanah suci Islam Palestina setelah sebelumnya watak dasar yang mereka miliki meghantarkannya menjadi "gelandangan" terlunta-lunta.

Yang pasti, dua fungsi khilafah, hirasatud dien (pengawal dien) dan siyasatud dunya bid dien (memanage dunia dengan visi dien) menjadi lumpuh; pelecehan terhadap ajaran Islam tidak bisa ditindak; pembantaian terhadap umat Islam menjadi pemandangan sehari-hari tanpa umat bisa berbuat banyak, kecuali hanya bersifat seruan moral.



Penutup

Terlalu singkat dan sederhana paparan sejarah ini dalam menggambarkan makar ahlul kitab. Ada ratusan bahkan ribuan kiat menghancurkan Islam yang belum tersaji, namun sekurang-kurangnya fakta sejarah ini dapat membuka mata sekaligus menambah keimanan kita dari pernyataan Allah dalam QS Al-Baqarah: 120 di atas. Secara kauniyah, bahwa permusuhan itu berkesinambungan hingga kini, misalnya dapat dilihat pada tragedi-tragedi yang menimpa umat Islam di banyak belahan dunia seperti Palestina, Bosnia, Kosovo, Chechnya, Kasymir, Moro, Ambon, Poso, dan sekarang Afghanistan, disamping perang pemikiran yang juga masih berlangsung.

Dengan demikian, kita tidak tertipu oleh arus pembonsaian dan peninabobokan oleh sekelompok orang, tokoh, atau lainnya atas nama toleransi agama, pela-gandong dan seribu satu istilah lainnya, sementara sosialisasi permusuhan di pihak mereka terus berjalan, baik melalui tempat ibadah, institusi pendidikan--seperti yang dilakukan Teo Syafi'i beberapa waktu lalu--atau pesan-pesan hiburan semacam true list, the siege, dan media lain. Hingga kini permusuhan belum usai.

"(Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (Al-Baqoroh: 217). (Abu Zahrah)


Referensi:

Alquran al-Karim

Ar-Rahiq al-Makhtum Bahtsun fis Sirah an-Nabawiyah, Sofiyurrahman al-Mubarakfury

Wajah Dunia Islam dari Dinasti Bani Umayyah hingga Imperialisme Modern, Dr. Muhammad Sayyid al-Wakil

Demonologi Islam Upaya Barat membasmi Kekuatan Islam, Asep Syamsul M Romli, S.I.P.

Tarbiyah Jihadiyah, Abdullah Azzam

Al-Imamah al-Udzma, Abdullah bin Umar ad-Damijy

Majalah Suara Hidayatullah, 2/2000, 11/2000

Berbagai sumber lain.


Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Minggu, 15 November 2009

Menegakkan Islam dengan Cara Islam


Judul diatas menggambarkan upaya sungguh-sungguh untuk memahami dan mempraktekkan dengan benar penegakan syareat Islam dengan cara yang sesuai dengan Islam.


PENDAHULUAN

Meskipun kenyataan factual banyak upaya yang dilakukan ummat Islam dalam menegakan kalimat Allah itu dengan berbagai cara. Adakalanya Islami tapi parsial, ada pula yang tidak Islami tetapi berusaha melegitimasi dengan dalil-dalil syar'i dengan lebih banyak bersifat ijthadi pada saat ada dalil, sebab ijtihad dilakukan pada saat tidak ada dalil atau dalil bisa difahami lebih dari satu pengertian.

Karenanya kita dapati berbagai corak perjuangan yang dilakukan ummat Islam satu sama lain menekankan pentingnya bidang garapan yang digelutinya. Para politisi muslim umpamanya, menekankan perjuangan Islam yang paling efektif adalah melalui jalur politik. Sementara para ekonom muslim menganalisa, mana mungkin perjuangan Islam bisa berhasil kalau ummat Islam lemah ekonominya. Demikian pula para juru dakwah mengemukakakan bahwa perjuangan Islam yang paling dominan adalah ummat Islam ini kembali berpegang kepada Islam agar mereka jaya, tanpa memperinci lebih jauh apa dan bagaimana merealisasikannya?dst?dst.

Maka dari itu tema ini menjadi penting untuk dibahas dalam rangka merekonstruksi perjuangan ummat Islam dalam menegakkan dienullah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta perjalanan salafus Sholeh sepanjang sejarah perjuangan ummat Islam.


TUJUAN

Kita menyadari bahwa tanggung jawab yang akan dipertanyakan kelak di hari akherat adalah tanggung jawab personal. Artinya Allah tidak membebankan tanggung jawab pihak lain kepada kita, kecuali kalau kita punya andil dalam persoalan tersebut. Karenanya banyak ayat yang menekankan tanggung jawab ini,

Allah SWT telah berfirman yang artinya:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
(Q. S. Al-Baqarah: 286)

"Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri."
(Q. S. An-Nisa: 84)

"Hai orang-orang yang beriman selamatkanlah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka."
(Q. S. At-Tahrim : 6)

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:

"Mulailah dengan diri kalian sendiri atau mulailah dengan keluargamu"

Sehingga dengan demikian prioritas kita adalah menyelamatkan diri sendiri dari segala kemungkinan penyimpangan terhadap misi utama kehidupan kita yaitu :

"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."
(Adz-Dzariyat : 56)

Apabila kita sadari hal itu, kita akan memahami arti ibadah seluas-luasnya, yaitu :
"Segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan kita sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhoi Allah SWT"

"Segala apa yang dicintai dan diridhoi Allah baik berupa perkataan, perbuatan yang nampak maupun yang tersembunyi." (Ibnu taimiyah, Al-'Ubudiyah hal 1)

Ini mengandung pengertian bahwa seluruh aktivitas kita harus sesuai dengan syareat Islam. Jadi fokusnya adalah kita sementara acuannya adalah syareat Islam.
Karenanya tidak benar seseorang yang belum mengerti ajaran Islam dalam membangun kepribadiannya, tetapi sudah sibuk bagaimana menegakkan Islam. Tidak berarti menegakkan Islam tidak penting, tetapi prosesnya salah. Sesudah seseorang dalam sekup individu melaksanakan tanggung jawab dirinya sebagai hamba Allah, dia akan melangkah menempati posisi dimasyarakatnya sesuai dengan kapasitas masing-masing. Disinilah terjadi interaksi dan kooperasi antara anggota masyarakat muslim sesuai dengan firman Allah SWT :

"Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."
(Q. S. Al-Maidah: 2)

Dan tanggung jawabnya semakin luas sesuai dengan kapasitas kemampuannya, sehingga dengan posisi masing-masing itu akan dimintai pertanggung jawabannya seperti sabda nabi SAW :

"Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah penanggung jawab dan setiap kalian akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Imam yang ada ditengah manusia adalah penanggung jawab dan dia akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya dan dia akan ditanyai tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dan seorang isteri bertanggung jawab terhadap rumah suaminya dan anaknya dan dia akan ditanya tentang mereka."
(HR. Bukhori, Muslim dan selain keduanya)

Dan apabila setiap individu tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah yang berkewajiban melaksanakan syareat Islam sesuai dengan kemampuannya, berarti dia telah berkhianat :

"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui."
(Q. S. Al-Anfal : 27)

Dalam istilah fiqih bahwa tanggung jawab personal itu fardhu 'ain sedangkan tanggung jawab kolektif adalah fardhu kifayah. Adalah salah besar kalau ada orang yang mengutamakan fardhu kifayah (tanggung jawab kolektif) daripada tanggung jawab fardhu 'ain (individu). Tetapi menjadi sangat baik kalau dia mengerjakan fardhu 'ainnya juga melaksanakan fardhu kifayahnya. Kalau tidak maka seluruh ummat berdosa.


TAULADAN RASULULLAH SAW

Gambaran diatas akan lebih jelas pada personifikasi Rasulullah SAW sebagai taudalan bagi perjuangan ummat Islam. Dan mempelajari perjalanan perjuangan nabi SAW tidak boleh sepotong sepotong seperti mereka yang terperangkap dengan mengkotak-kotakan masa Makkah dan masa Madinah. Karena Islam sudah lengkap dan Nabi saw telah mempraktekkannya secara sempurna. makanya kewajiban kita adalah memahami sirah Nabi SAW itu secara komperehensif dan mempaktekkannya sesuai dengan kapasitas dan kondisi kita seperti firman Allah SWT, yang artinya:

"Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian ....."
(Q. S. Ath-Thaghobun : 16)

Dan Rasulullah saw memberikan arahan atas kelengkapan syareat Islam yang harus kita pedomani :

"Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan hal-hal yang wajib maka janganlah kalian meninggalkannya dan telah memberikan batasan-batasan maka janganlah kalian melanggarnya. Dia mengharamkan sesuatu maka janganlah kalian melanggarnya dan mendiamkan banyak hal sebagai rahmat bagi kalian, maka janganlah kalian mencari-cari (hukum)nya."
(HR. Daruqutni, hadits Hasan)

Dan beliau menekankan pegangan yang harus di pedomani pada saat terjadi perbedaan atau perselisihan :

"Maka barang siapa yang hidup diantara kalian, niscaya akan melihat perbedaan yang banyak. Maka hendaklah kalian (mengikuti) sunnahku dan juga sunnah Khulafa Ar-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk dan gigitlah dengan gigi geraham dan hendaklah kalian menjauhui perkara-perkara yang diciptakan karena sesungguhnya setiap bid'ah adalah sesat. "
(HR. Abu daud dan Tirmidzi , hadits Hasan)

Secara ringkas kita melihat praktek nabi SAW dalam membangun kekuatan Islam:


Nabi SAW ketika berada di Makkah beliau membuat kader yang difokuskan di rumah-rumah dan terutama di rumah Arqam bin Abi Arqom. Diantara kader yang matang ditugasi menyampaikan dakwah seperti Mushab bin 'Umair yang dikirim ke madinah.

Nabi SAW mencari tempat yang kondusif untuk mengembangkan dakwah dan kekuatan Islam. Beliau pergi ke Thoif tetapi tidak cocok. Kemudian beliau lebih memilih ke Madinah karena mendapat sambutan disana. Kemudian beliau membangunn masjid sebagai pusat kegiatan ummat Islam dan penempaan para kader.
Langkah berikutnya beliau mempererat hubungan sesama muslim dengan mempersaudarakan antara Muhajirin (dari makkah) dan Anshor (dari Madinah). Beliau membuat piagam madinah untuk membentengi ummat Islam dan memberikan hak-hak non muslim.

Nabi Saw mempersiapkan kekuatan untuk menghadang segala upaya ofensif kaum kuffar sampai 27 kali belaiu berperang antara perang defensif dan ofensif (seperti perang Tabuk).


Disini menjadi jelas bahwa kesatuan visi yaitu membangun akidah yang benar sampai kesatuan langkah yaitu kepada tegaknya kekuatan jihad merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. (lihat, DR. Robi' bin Hadi Al-Madkhal, Minhajul Anbiya, hal : 87)


Karena itu Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah menggunakan istilah perjuangan menegakkan Islam dengan cara Islam yaitu dengan ungkapan Jihad. Beliau membagi jihad ini menjadi 4 bagian:






Jihad menundukkan hawa nafsu meliputi 4 tahap:




Berjihad dengan mempelajari ajaran agama Islam demi kebahagiaan dunia dan akherat.

Jihad melaksanakan Ilmu yang diperolehnya itu, karena ilmu tanpa amal adalah tidak berarti dan bahkan membahayakan.

Jihad dengan berdakwah berdasarkan Ilmu yang benar dan praktek nyata.

Jihad menekan diri agar sabar terhdap cobaan dakwah berupa gangguan manusia (Empat hal inilah makna yang terkandung dalam surat Al-Ashr, yang kata Imam syafi' seandainya Allah tidak menurunkan ayat kecuali Al-'Ashr, niscaya cukup bagi manusia).



Jihad melawan syaithon meliputi dua hal:

Jihad melawan pemikiran syaithon berupa syubhat dan keragu-raguan yang dapat merusak keimanan. Perlawanannya adalah dengan keyakinan.

Jihad melawan syaithon yang membisikan agar terjerumus kepada syahwat hawa nafsu. Caranya dengan sabar dan menahan diri dengan berpuasa. (Lihat ,QS. As-Sajdah : 2)


Jihad melawan kaum kufar dan munafikin, melalui 4 tahap:

Dengan Kalbu

Dendan lisan

Dengan harta

Dengan tangan
Jihad melawan kaum kuffar lebih utama dengan tangan, sementara terhadap kaum munafikin dengan lisan.


Jihad melawan kedholiman, kemungkaran dan bid'ah ditempuh melalui tiga
tahap :

Dengan tangan kalau mampu, kalau tidak

Dengan lisan, kalau tidak mampu

Minimal dengan hati
(HR.Muslim)


Demikian 13 tingkatan jihad yang telah dilaksanakan secara sempurna oleh Rasulullah SAW . (Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, Zaadul Ma'ad, Juz 3 hal 6-12)




PENUTUP


Demikian uraian kami atas topik yang diberikan kepada kami. Semoga kita menjadi jelas sebagai pejuang-pejuang Islam yang meniti jalan salafus sholeh dan tidak terjerumus kepada methode perjuangan lain yang terbukti secara faktual telah gagal berulang kali baik lewat prioritas politik, apalagi perjuangan parlementer melalui demokrasi yang telah gagal lebih lima kali didunia Islam. Atau lewat metode sufi yang sedang marak digabung ekonomi atas nama manajemen kalbu, atau semacamnya. Tetapi kita perlu menempuh semua aspek integral baik aqidah, ibadah, akhlak, ekonomi, politik dan bahkan militer.

Benar kata Umar bin Khottob dalam ungkapan spektakulernya, yang artinya:

"Kami adalah kaum yang dimuliakan Allah dengan Islam, seandainya kami mencari selainnya, niscaya kami akan dihinakan oleh Allah."

Juga ucapan Imam Malik :

"Tidaklah urusan ummat ini akan menjadi baik kecuali dengan mengikuti hal-hal yang telah menjadikan ummat terdahulu menjadi baik."
Wallohu A'lam. (Farid Achmad Okbah)

Hamzah bin Abdul Mutthalib


Hamzah telah kenal akan kebesaran dan kesempurnaan keponakannya, tahu sebaik-baiknya akan kepribadian dan watak serta akhiaqnya. la tidak hanya mengenalnya sebagai seorang paman terhadap keponakannya semata, tetapi juga sebagai saudara terhadap saudaranya, dan shahabat terhadap teman sejawatnya. Sebabnya ialah karena Rasulullah dan Hamzah dari satu generasi, dan usia yang berdekatan. Mereka dibesarkan bersama, bermain bersama dan menjadi shahabat karib, serta menempuh jalan kehidupan dari bermula selangkah demi selangkah secara bersama-sama pula.

Memang di waktu muda masing-masing mereka telah menempuh jalan sendiri-sendiri. Hamzah mulai bersaing dengan teman-temannya untuk mendapatkan kelayakan hidup dan merintis jalan bagi dirinya untuk beroleh kedudukan di kalangan pembesar-pembesar kota Mekah dan pemimpin-pemimpin Quraisy. Sementara Muhammad SAW tetap bertahan di lingkungan cahaya ruhani yang mulai menerangi jalan baginya menuju Ilahi, serta mengikuti bisikan hati yang mengajaknya menjauhi kebisingan hidup untuk mencapai renungan yang dalam, serta mempersiapkan diri dalam menyambut dan menerima kebenaran.

Walaupun kedua anak muda itu telah mengambil arah yang berlainan, tetapi tidak satu detik pun hilang dari ingatan Hamzah. Keutamaan shahabat dan keponakannya, yakni keutamaan dan kemuliaan yang mengantarkan pemiliknya kepada kedudukan tinggi di mata manusia umumnya, dan melukiskan secara gamblang masa depannya yang gemilang telah banyak diketahui Hamzah.

Suatu ketika seperti biasa Hamzah keluar rumahnya. Di sisi Ka'bah didapatinya serombongan pembesar dan bangsawan Quraisy, lalu ia pun duduk bersama mereka, mendengarkan apa yang mereka percakapkan. Rupanya mereka sedang membicarakan Muhammad SAW. Dan untuk pertama kali Hamzah melihat mereka diliputi rasa gelisah disebabkan oleh da'wah yang dilakukan oleh keponakannya. Dari ucapan mereka tersembur amarah murka, kebencian dan kedengkian. Sebelum itu mereka tidak peduli, atau pura-pura tidak peduli dan ambil pusing. Tetapi sekarang wajah-wajah mereka mengerikan, menyeringai karena berang dan kecewa serta hendak menerkarn. Lama Hamzah tertawa mendengar obrolan mereka. Dituduhnya mereka keterlaluan dan salah tafsir.

Di saat itu Abu Jahal segera menegaskan kepada hadirin bahwa sebenarnya Hamzah paling tahu akan bahaya ajaran yang diserukan oleh Muhammad SAW hanya ia menganggapnya enteng hingga Quraisy jadi lengah dan lalai. Kemudian nanti datang suatu saat di mana keadaan telah terlambat dan terbukalah baginya bahaya yang dibawa oleh keponakannya itu. Demikianlah mereka melanjutkan pembicaraan dalam suasana hiruk pikuk yang tidak luput dari ancaman.

Ketika perternuan itu usai dan masing-masing meneruskan acaranya, kepala Hamzah pun dipenuhi fikiran dan perasaan baru, menyebabkan perhatiannya tertuju kepada urusan keponakannya dan mempertimbangkan kembali baik dan buruknya.

Hari-hari pun berlalu silih berganti, dan makin lama desas-desus yang disebarkan Quraisy sekitar da'wah Rasul makin memuncak. Kemudian desas-desus itu berubah menjadi hasutan dan komplotan.

Ketabahan hati keponakannya itu amat mengherankannya, sementara usahanya yang mati-matian membela keimanan dan kelancaran da'wahnya, merupakan suatu hal yang baru bagi kaum Quraisy urnumnya, walaupun sebenarnya mereka terkenal gigih keras kepala.

Dan seandainya ketika itu keragu-raguan dapat menggoyahkan kepercayaan seseorang tentang kebenaran Rasulullah dan kebesaran jiwanya, tetapi ia takkan menernukan jalan untuk mempengaruhi dan memperdayakan Hamzah. Hamzah adalah orang yang paling kenal siapa Muhammad SAW, semenjak masa kanak-kanak hingga waktu mudanya yang tidak bernoda, dan sampai usia dewasanya yang terpercaya.

Ia kenal Muhammad SAW semenjak mereka baru lahir ke alam wujud, menjadi remaja dan sama-sama berangkat dewasa, di mana lembaran kehidupan Muhammad SAW terbuka di hadapan matanya yang suci bersih laksana sinar matahari, tidak satu cacat pun dilihatnya pada lembaran itu ... ! Tidak sekali pun dilihatnya ia marah atau naik darah, kecewa atau putus asa, apalagi menampakkan ketamakan dan keserakahan, berolok-olok atau berbuat hal yang sia-sia.

Dan Hamzah bukan saja seorang yang menikmati kekuatan jasmaniah belaka, tetapi ia dikaruniai pula kekuatan kemauan dan ketajaman akal pikiran. Dari itu tidak wajar bila ia ketinggalan dan tak ingin mengikuti orang yang diketahuinya betul-betul jujur dan dapat dipercaya. Hanya hal itu dipendamnya dalam hati, menunggu saat yang tepat untuk membukakannya, yang waktunya telah dekat dan tidak akan menunggu lama...

Dan hari yang ditunggu-tunggu itu pun datanglah juga... Hamzah keluar dari rumahnya menjinjing busur dan menujukan langkahnya ke arah padang belantara untuk melatih kegemaran dan melakukan olah raga yang amat disukainya yaitu berburu. Ia amat mahir dalam hal ini. Ada kira-kira setengah hari ia menghabiskan waktunya di sana, dan ketika kembali dari perburuannya ia langsung pergi ke Ka'bah untuk thawaf seperti biasa sebelum pulang ke rumahnya. Setibanya dekat Ka'bah ia diternui oleh seorang pelayan wanita Abdullah bin Jud'an. Dan demi dilihatnya Hamzah telah dekat, berkatalah pelayan itu kepadanya: "Wahai Abu Umarah, seandainya anda melihat apa yang dialami oleh keponakan anda Muhammad SAW baru-bam ini...! Abul Hakarn bin Hisyam, ketika mendapatkan Muhammad SAW sedang duduk di sana, disakiti dan dimakinya, hingga mengalami hal-hal yang tidak diinginkan...!" Lalu dilanjutkannya cerita mengenai perlakuan Abu Jahal kepada Rasulullah....

Hamzah mendengarkan perkataannya dengan baik, kemudian ia menundukkan kepalanya sejenak, lalu membawa busur panahnya dan menyandangkan ke bahunya. Setelah itu dengan langkah cepat tetapi tegap ia pergi menuju Ka'bah dan berharap akan bertemu dengan Abu Jahal di sana... Dan jika tidak diternuinya, maka pencarian akan dilakukannya di mana pun juga sampai berhasil...

Tetapi belum lagi sampai di Ka'bah, kelihatan olehnya Abu Jahal di pekarangannya sedang dikelilingi oleh beberapa orang pembesar Quraisy. Maka dalam ketenangan yang mencekarn, Hamzah maju mendapatkan Abu Jahal lalu melepaskan busurnya dan memukulkannya ke kepala Abu Jahal hingga luka dan mengeluarkan darah. Dan sebelum orang-orang itu menyadari apa yang terjadi, Hamzah pun membentak Abu Jahal, katanya, "Kenapa kamu cela dan kamu maki Muhammad SAW, padahal aku telah menganut Agamanya dan mengatakan apa yang dikatakannya...? Nah, cobalah ulangi kembali makianmu itu kepadaku jika kamu berani!"

Dalam sekejap, orang-orang yang berada di sana lupa akan penghinaan yang baru menimpa pemimpin mereka dan darah yang mengalir dari kepalanya, terpesona oleh kata-kata yang keluar dari mulut Hamzah yang tak ubahnya bagaikan bunyi halilintar di siang belong..., yaitu kata-kata yang diucapkannya untuk menyatakan bahwa ia telah menganut Agama Muhammad SAW, mengakui apa yang diakuinya dan mengatakan apa yang dikatakannya...

Apa, apakah Hamzah telah masuk Islam...? Dan..., seorang anak muda Quraisy yang paling gigih membela haknya serta yang paling mulia...! Sungguh suatu bencana besar yang tak dapat diatasi oleh bangsa Quraisy...! Keislaman Hamzah akan menarik perhatian tokoh-tokoh pilihan untuk sama-sama memasuki Agama itu, hingga Muhammad SAW akan beroleh tenaga dan kekuatan yang akan membela dakwah dan memperkokoh barisannya, dan di suatu saat nanti orang-orang Quraisy akan bangun dan sadarkan diri, karena mendengar bunyi linggis dan tembilang yang menghancurleburkan berhala-berhala dan tuhan-tuhan mereka...!

Memang tidak salah...! Hamzah telah masuk Islam, dan di hadapan umum telah dikeluarkan simpanan hatinya selama ini, dan ditinggalkannya orang banyak itu merenungi kekecewaan dan kegagalan harapan mereka, dan dibiarkannya Abu Jahal menjilat darah yang mengucur dari kepalanya yang luka. Hamzah kembali memungut busur dengan tangan kanannya, dan menggantungkannya di bahu, lalu dengan langkah yang tegap dan hati yang pekat pergi pulang ke rumahnya...!

Hamzah adalah seorang yang berpikiran cerdas dan berpendirian keras. Ketika ia telah pulang ke rumahnya dan hilang rasa lelahnya duduklah ia, dan membawa dirinya berfikir serta merenungkan peristiwa yang baru saja dialaminya.

Bagaimana cara ia menyatakan keislamannya dan kapan? Ia telah menyatakannya dalam saat emosi dan tersinggung, saat amarah dan naik darah... Ia tak sudi bila keponakannya diperlakukan secara sewenang-wenang dan dianiaya tanpa adanya pembela! Oleh sebab itulah ia jadi murka dan tampil membela Muhammad SAW serta kehormatan Bani Hasyim. Lalu ia langsung menerima Agama baru yang belum lagi diselidiki ajarannya dan belum dikenal hakikatnya kecuali sekelumit kecil...?

Benar, ia tidak sedikit pun ragu tentang kebenaran Muhammad SAW dan ketulusan maksudnya. Tetapi mungkinkah seseorang menerima satu agama baru berikut segala kewajiban dan tanggung jawabnya di saat marah dan naik darah sebagai yang dilakukan oleh Hamzah sekarang ini?

Memang dalam dadanya terpendam niat untuk menghormati da'wah baru yang panji-panjinya dipikul oleh keponakannya. Hanya seandainya ia telah ditaqdirkan akan menjadi salah seorang pengikut dari dakwah ini, yang beriman dan menyediakan diri untuk menjadi pembantu dan pembelanya, maka apabilakah sebenarnya waktu yang tepat untuk memasukinya...? Apakah di saat berang dan tersinggung ataukah setelah berpikir dan merenung...?

Demikianlah kelugasan pendirian dan kemurnian berpikir mengharuskannya untuk membawa semua masalah ini kembali ke batu ujian dan neraca pertimbangan. Mulailah ia berpikir dan hari-hari berlalu..., siang hatinya tak pernah tenteram dan malam matanya tak pernah terpejam...

Dan anehnya ketika kita berusaha mencari kebenaran dengan perantaraan akal, maka kebimbangan pun tampil ke depan sebagai penghalang... Demikianlah, demi Hamzah menggunakan akalnya untuk membahas masalah agama Islam dan membanding-bandingkan yang lama dengan yang baru, timbullah keraguan dalam dirinya yang dibangkitkan oleh kerinduan yang telah mendarah daging terhadap agama nenek moyangnya, dan kecemasan yang telah jadi pusaka turun-temurun terhadap segala
hal yang baru...

Bangkitlah semua kenangannya mengenai Ka'bah berikut tuhan-tuhan dan berhala-berhalanya, begitupun tentang pengaruh keagamaan yang telah ditanarnkan oleh patung-patung pahatan itu terhadap semua penduduk Mekah dan bangsa Quraisy urnumnya..., hingga memisahkan diri dari sejarah tersebut dan meninggalkan agama lama yang telah berurat akar ini, tak ubahnya bagai hendak melompati jurang yang lebar...

Timbullah keheranannya mengapa orang demikian mudah dan tergesa-gesa mau meninggalkan agama nenek moyangnya... Maka menyesallah ia atas apa yang telah dilakukannya..., hanya perjalanan akal tetap diteruskan dan tidak dihentikannya...

Dan tatkala dirasakan bahwa akal pikiran semata tidak berdaya, maka dengan ikhlas dan tulus hati, ia pun pergi berlindung kepada yang ghaib. Di sisi Ka'bah, sambil wajahnya menengadah ke langit dan dengan minta pertolongan kepada segala kudrat dan nur yang terdapat di alam wujud ini, ia memohon dan berdo'a agar beroleh petunjuk dari yang Haq dan memperoleh jalan yang lurus.

Dan marilah kita dengar ceritanya ketika mengisahkan berita selanjutnya, katanya:
"... Kemudian timbullah sesal dalam hatiku karena meninggalkan agama nenek moyang dan kaumku..., dan aku pun diliputi kebingungan hingga mata tak hendak tidur... Lalu pergilah aku ke Ka'bah, dan memohon kepada Allah agar membukakan hatiku untuk menerima kebenaran dan melenyapkan segala keraguan. Maka Allah pun mengabulkan
permohonanku itu dan memenuhi hatiku dengan keyakinan... Aku pun segera menernui Rasulullah SAW, dan memaparkan keadaanku padanya, maka dido'akannya kepada Allah agar ditetapkan-Nya hatiku dalam Agamanya..." Demikianlah Hamzah menganut Islam secara yakin. Allah menguatkan Agama Islam dengan Hamzah, dan sebagai batu karang yang kukuh menjulang ia membela Rasulullah dan shahabat-shahabatnya yang lemah.

Abu Jahal melihat Hamzah berdiri dalam barisan Kaum Muslimin, maka menurut keyakinannya perang sudah tak dapat dielakkan lagi. Oleh sebab itu dihasutnyalah orang-orang Quraisy untuk melakukan kekerasan terhadap Rasulullah dan para shahabatnya, dania terus mempersiapkan diri untuk melancarkan perang saudara yang akan dapat mernuaskan haus dahaga, melipur rasa dendam dan sakit hatinya.

Tentu saja Hamzah tak dapat membendung segala siksaan mereka, tetapi keislamannya seolah-olah menjadi benteng dan perisai, di samping menjadi daya penarik bagi kebanyakan kabilah Arab. Apalagi setelah diikuti pula dengan masuk Islarnnya Umar bin Khatthab untuk mengikuti langkahnya, hingga mereka pun memasukinya dengan berduyun-duyun.

Dan semenjak masuk Islam, Hamzah telah bernadzar akan membaktikan segala keperwiraan, kesehatan bahkan hidup matinya untuk Allah dan Agama-Nya, hingga Nabi SAW berkenan memasangkan pada dirinya julukan istimewa ini: "Singa Allah dan singa Rasul-Nya."

Sariyah, atau angkatan bersenjata tanpa disertai Nabi, yang mula pertama dikirim untuk menghadapi musuh, dipimpin oleh Hamzah. Dan panji-panji pertama yang dipercayakan oleh Rasulullah SAW kepada salah seorang Muslimin, diserahkan kepada Hamzah.

Kemudian ketika kedua angkatan bersenjata berhadapan rnuka di perang Badar, keberanian luar biasa telah ditunjukkan oleh Singa Allah dan Singa Rasul-Nya yang tiada lain adalah Hamzah...!

Sisa-sisa tentara Quraisy kembali dari Badar ke Mekah membawa kegagalan dan kekalahan. Abu Sufyan tak ubah bagai pohon kayu besar yang tumbang dan tercabut dengan urat akarnya. la berjalan dengan kepala tunduk meninggalkan di tengah-tengah medan, tubuh pernuka-pernuka Quraisy yang telah tiada bernyawa, seperti Abu Jahal, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Umayah bin Khalaf, 'Uqbah bin Abi Mu'aith, Aswad bin Abdul Aswad al Makhzumi, Walid bin 'Utbah, Nadlar bin Harits, 'Ash bin Sa'id, Tha'mah bin 'Adi serta beberapa puluh pemimpin dan tokoh Quraisy lainnya seperti mereka.

Setelah kekalahannya itu, mereka mulai mempersiapkan diri, menghimpun segala kekuatan dan dana untuk menebus kekalahan mereka. Pendeknya Quraisy telah bertekad bulat untuk berperang...!

Dan datanglah saatnya perang Uhud di mana orang-orang Quraisy tumpah keluar, disertai oleh sekutu mereka dari berbagai kabilah Arab lainnya. Mereka dipimpin oleh Abu Sufyan. Sedang yang dituju oleh pernuka-pernuka Quraisy dengan peperangan ini sebagai sasaran hanyalah dua orang saja, yaitu Rasulullah SAW dan Hamzah r.a.

Sebelum berangkat, mereka telah memilih seseorang yang diberi tugas untuk menyelesaikan rencana mereka terhadap Hamzah. Orang itu adalah seorang budak Habsyi yang memiliki kemahiran istimewa dalam melemparkan tombak. Sebagai imbalan mereka berjanji akan membalas jasanya dengan harga besar dan tinggi, yakni kebebasan dirinya dari budak yang bernama Wahsyi itu sebagai milik Jubair bin Muth'am waktu perang Badar, paman Jubair ini tewas di tengah medan dan ia ingin menuntut bela, maka katanya kepada Wahsyi, "Berangkatlah bersama orang-orang itu! Dan jika kamu berhasil membunuh Hamzah, maka kamu bebas...!"

Kemudian mereka bawa ia kepada Hindun binti 'Utbah yakni isteri Abu Sufyan, agar dihasut dan didesaknya untuk melaksanakan rencana yang mereka inginkan. Dalam perang Badar, Hindun ini telah kehilangan bapak, paman, saudara dan puteranya... Disampaikan orang kepadanya bahwa Hamzahlah yang telah membunuh sebagian keluarganya itu, dan yang menyebabkan terbunuhnya yang lain. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bahwa wanita inilah di antara orang-orang Quraisy, baik wanita maupun laki-lakinya yang paling keras menghasut untuk berperang. Tujuannya tidak lain hanyalah untuk mendapatkan kepala Hamzah.

Berhari-hari lamanya sebelum peperangan dimulai, tak ada pekerjaan Hindun kecuali menggembleng dan menghasut Wahsyi serta menumpahkan segala dendam dan kebenciannya kepada Hamzah dan merencanakan peranan yang akan dimainkan oleh budak itu... la telah menjanjikan kepada budak itu, andainya ia berhasil membunuh Hamzah, akan diberinya kekayaan dan perhiasan paling berharga yang dimiliki oleh wanita. Sementara itu jari-jarinya yang penuh kebencian memegang anting-anting permata yang mahal serta kalung emas yang terlilit pada lehernya, lalu dengan kedua matanya yang bercahaya katanya kepada Wahsyi, "Jika kamu dapat membunuh Hamzah, maka semua ini menjadi milikmu...!" Demikianlah persekongkolan jahat, di mana segala unsur-unsur perang sama-sama menginginkan Hamzah r.a. terbunuh secara terbuka tanpa ditawar-tawar.

Dan pertempuran itu pun tibalah saatnya. Kedua pasukan telah berhadapan muka, sementara Hamzah berada di tengah-tengah medan peperangan. Hamzah mulai menyerbu dan menyerang kiri kanan, dan setiap kepala yang diarahkannya pastilah terputus oleh pedangnya. Pukulannya terhadap orang-orang musyrik tiada henti-hentinya, dan seolah-olah maut menyerahkan diri ke dalam medan pertempuran yang sengit. Seluruh kaum muslimin maju dan menyerbu ke muka, hingga kemenangan hampir dalam genggamannya.

Namun karena kelengahan pasukan kaum muslimin atas perintah tuannya, agar tidak meninggalkan kedudukan mereka di puncak bukit dan turun ke bawah untuk memungut barang-barang rampasan, maka disaat mereka lengah itulah pasukan berkuda Quraisy menyerang kaum muslimin dari belakang hingga mereka menjadi sasaran dan bulan-bulanan pedang. Sergapan yang tiba-tiba itu memang amat kejam dan pahit sekali.

Hamzah melihat apa yang terjadi. Maka semangat perjuangan untuk menang berlipat ganda. Ia menerjang ke kanan ke kiri, kemuka dan ke belakang, sementara Wahsyi sedang mengintainya dan menunggu terbukanya kesempatan untuk melemparkan tombak ke tubuhnya.

Inilah cerita laporan Wahsyi tentang peristiwa tersebut:
"Saya seorang Habsyi, dan mahir melemparkan tombak dengan teknik Habsyi, hingga jarang sekali lemparanku meleset. Tatkala orang-orang telah mulai berperang, saya pun keluar dan mencari-cari Hamzah. Hingga akhirnya tampak diantara manusia tak ubahnya bagai unta kelabu yang mengancam orang-orang dengan pedangnya hingga tak seorang pun yang dapat bertahan di depannya. Maka demi Allah, ketika saya bersiap-siap untuk membunuhnya, saya bersembunyi di balik pohon agar dapat menerkamnya atau menunggunya supaya dekat, tiba-tiba saya didahului oleh Siba' bin Abdul 'Uzza yang tampil ke depannya. Tatkala ia tampak oleh Hamzah, maka serunya: "Marilah ke sini hai anak tukang sunat wanita!" Lalu ditebasnya hingga tepat mengenai kepalanya. Ketika itu saya pun menggerakkan tombak mengambil ancang-ancang, hingga setelah terasa tepat, saya lontarkanlah hingga mengenai pinggang bagian bawah dan tembus
ke hagian muka di antara dua pahanya. Dicobanya bangkit ke arahku, tetapi ia tak berdaya lalu rubuh dan meninggal. Saya datang mendekatinya dan mencabut tombakku, lalu kembali ke perkemahan dan duduk-duduk di sana, karena tak ada lagi tugas dan keperluanku. Saya telah membunuhnya semata-mata demi kebebasan dari perbudakan yang memilikiku...!"

Kisah dari Wahsyi selanjutnya:
"Sesampainya di Mekah saya pun dibebaskan. Saya tetap bermukim di sana sampai kota itu dimasuki oleh Rasulullah di hari pembebasan, maka saya lari ke Thaif. Dan tatkala perutusan Thaif menghadap Rasulullah untuk menyatakan keislaman, timbul berbagai rencana dalam pikiranku. Kataku dalam hati biarlah saya pergi ke Syria, atau ke Yaman, atau ke tempat lain. Demi Allah, ketika saya berada dalam kebingungan itu datanglah seseorang mengatakan kepadaku: "Hai tolol! Rasulullah tak hendak membunah seseorang yang masuk Islam...!" Maka pergilah saya mendapatkan Rasulullah SAW di Madinah. Saya baru tampak olehnya ketika tiba-tiba telah berdiri di depannya mengucapkan dua kalimat syahadat. Tatkala saya dilihatnya, beliau bertanya:
"Apakah kamu ini Wahsyi...?" "Benar, ya Rasulullah", ujarku. Lalu sabdanya: "Ceritakanlah kepadaku bagaimana kamu membunuh Hamzah!" Maka saya ceritakanlah. Dan setelah ceritasaya itu selesai, sabdanya pula: "Sangat menyesal...! Sebaiknya engkau menghindarkan perjumpaan denganku...!" Maka selalulah saya menghindarkan diri dari hadapan dan jalan yang akan ditempuh oleh Rasulullah agar tidak kelihatan oleh beliau sampai saat beliau diwafatkan Allah. Tatkala Kaum Muslimin pergi memadarnkan pemberontakan (Nabi palsu) Musailamatul Kadzdzah penguasa Yamamah,
saya pun ikut bersama mereka dan membawa tombak yang saya gunakan untuk membunuh Hamzah dahulu. Ketika orang-orang mulai bertempur saya lihat Musailamatul Kadzdzab sedang berdiri dengan pedang di tangan. Maka saya pun bersiap-siaplah dan menggerakkan tombak membuat ancang-ancang, hingga setelah terasa tepat, saya lemparlah dan menernui sasarannya. Maka sekiranya saya dengan tombak itu telah membunuh sebaik-baik manusia yaitu Hamzah, saya berharap kiranya Allah akan mengampuniku karena dengan tombak itu pula saya telah membunuh sejahat-jahat manusia yaitu Musailamah..."

Demikianlah Singa Allah dan Singa Rasul-Nya itu gugur sebagai syahid mulia...! Dan sebagaimana hidupnya telah menggemparkan, demikian kewafatannya telah nggemparkan pula.

Musuh-musuh tak puas hanya dengari kewafatannya belaka! Ketika itu, Hindun binti 'Utbah yakni isteri Abu Sufyan telah menyuruh Wahsyi agar mengambil hati Hamzah untuk dirinya. Keinginannya yang mempunyai imbalan ini dikabulkan oleh orang Habsyi itu. Dan tatkala ia kembali kepada Hindun dan memberikan hati Hamzah dengan tangan kanannya, maka ia menerima kalung dan anting-anting dan wanita itu dengan tangan kirinya sebagai balas jasa dalam memenuhi tugasnya. Maka Hindun yang ayahnya telah tewas di tangan Kaum Muslimin di perang Badar itu dan isteri Abu Sufyan panglima kaum musyrik penyembah berhala, menggigit dan mengunyah hati Hamzah dengan harapan akan dapat mengobati hatinya yang pedih karena dendam dan amarah murka.

Peperangan pun usailah, kaum musyrikin menaiki unta dan menghalau kuda mereka pulang ke Mekah. Dan Rasulullah beserta shahabat turun ke bekas medan pertempuran untuk meninjau para syuhada. Beliau memeriksa wajah para shahabatnya yang telah menjual diri mereka kepada Allah dan menyajikannya sebagai kurban yang ikhlas kepada Allah Yang Maha Besar, beliau berhenti sejenak, menyaksikan dan membisu, menggertakkan gigi dan membasahi pelupuk mata. Sambil matanya tertuju kepada tubuh pamannya itu, beliau bersabda:
"Tak pernah aku menderita mushibah seperti yang kuderita dengan peristiwa anda sekarang ini. Dan tidak satu suasana pun yang lebih menyakitkan hatiku seperti suasana sekarang ini...!"

Lalu sambil menoleh para shahabat, sabdanya:
"Sekiranya Shafiah, saudara perempuan Hamzah takkan berduka dan tidak akan menjadi sunnah sepeninggalku nanti, akan kubiarkan ia mengisi perut binatang buas dan tembolok burung nasar...! Tetapi sekiranya aku diberi kemenangan oleh Allah di salah satu medan pertempuran dengan orang Quraisy, akan kuperbuat sebagaimana yang mereka perbuat, terhadap tiga pulah orang laki-laki di antara mereka."

Maka para snahabat pun berseru pula:
"Demi Allah, sekiranya pada suatu waktu nanti kita diberi kemengan oleh Allah terhadap mereka, akan kita cencang mayat-mayat mereka seperti yang belum pernah dilakukan oleh seorang Arab pun...!"

Tetapi Allah yang telah memberi kemuliaaa kepada Hamzah sebagai seorang syahid, memuliakannya sekali lagi dengan menjadikan gugurnya itu sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh pelajaran penting yang akan melindungi keadilan sepanjang masa dan mengharuskan diperhatikannya kasih sayang walau dalam qishash dan menjatuhkan hukuman.

Belum lagi Rasulullah meninggalkan tempat itu, turunlah firman Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Adil:
"Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasihat yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang utama! Sesungguhnya Tuhan kalian lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan la lebih mengetahai siapa-siapa yang beroleh petunjuk. Jika kalian hendak membalas, balaslah seperti yang telah dilakukan mereka kepada kalian dan jika kalian bersabar, maka itu memang lebih baik bagi orang-orang yang shabar. Dan bersabarlah kamu, dan kesabaranmu itu takkan tercapai kecuali dengan pertolongan Allah, serta jangan kamu berduka-cita atas mereka, serta janganlah sesak nafas karena tipu daya yang mereka lakukan. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang taqwa serta orang-orang yang berbuat baik...!" (Q. S. An-Nahl: 125 -128)

Turunnya ayat tersebut adalah setelah peristiwa gugurnya Hamzah, yang merupakan penghormatan sebaik-baiknya terhadapnya, yang pahalanya pasti akan diberikan oleh Allah SWT. Dan semoga Allah merahmatinya, amin.

Kami semua milik Allah, dan kepada-Nya kami akan kembali.

Sumber: Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat Rasulullah, Khalid Muh. Khalid

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia