Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya." Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci. (QS.As-Shaf:8-9)
Jumat, 18 Desember 2009
Abdullah bin Abbas
Dia pemuda tua, banyak bertanya (belajar), dan sangat cerdas.
Sahabat yang mulia ini mulia segala-galanya, tidak ada yang ketinggalan. Dalam pribadinya terdapat kemuliaan sebagai sahabat Rasulullah saw. Dia beroleh kemuliaan sebagai keluarga dekat Rasulullah karena sebagai anak paman beliau, Abbas bin Abdul Mutthalib. Dia mulia dari sudut ilmu karena dia umat Muhammad yang amat alim dan saleh.
Nama lengkapnya Abdullah bin Abbas. Dia sangat alim tentang kitabullah (Alquran) dan sangat paham maknanya. Dia menguasai Alquran sampai ke dasar-dasarnya, mengetahui sasaran, dan segala rahasianya.
Ibnu Abbas lahir tiga tahun sebelum hijrah. Ketika Rasulullah saw. wafat, dia baru berumur tiga belas tahun. Dalam usia sebaya itu, dia telah menghafal seribu enam ratus enam puluh hadis untuk kaum muslimin yang diterimanya langsung dari Rasulullah dan dicatat oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab sahih mereka.
Setelah Ibnu Abbas lahir ke dunia, bayi yang masih merah itu segera dibawa ibunya kepada Rasulullah saw. Beliau memasukkan air liurnya ke dalam kerongkongan bayi itu. Air liur Nabi yang suci dan penuh berkat itulah yang pertama-tama masuk ke dalam rongga perut anak tersebut, sebelum ia disusukan ibunya. Seiring dengan air liur Nabi, masuk pulalah ke dalam pribadi bayi itu takwa dan hikmah. "Dan siapa saja yang diberi hikmah, sungguh dia telah diberi kebajikan yang banyak." ( Al-Baqarah: 269).
Ketika anak itu meninggalkan usia kanak-kanak dan mulai memasuki usia tamyiz (usia 6 atau 7 tahun), dia tinggal di rumah Rasulullah seperti adik terhadap kakak yang saling mengasihi. Dia menyediakan air wudu beliau apabila hendak wudu. Bila Rasulullah salat, anak itu ikut salat; bila beliau bepergian, dia membonceng di belakang. Sehingga, Ibnu Abbas bagaikan bayang-bayang yang senantiasa mengikuti ke mana saja beliau pergi, atau dia senantiasa berada di seputar beliau. Sementara itu, anak tersebut dapat menyimpan dalam hati dan pikirannya yang bersih segala peristiwa yang dilihat dan kata-kata yang didengarnya, tanpa alat tulis menulis seperti yang kita kenal sekarang.
Ibnu Abbas bercerita mengenai dirinya, "Pada suatu ketika Rasulullah saw. hendak mengerjakan salat. Aku segera menyediakan air wudu untuk beliau. Beliau gembira dengan apa yang kulakukan. Ketika beliau siap untuk salat, dia memberi isyarat kepadaku supaya berdiri di sampingnya. Tetapi, aku berdiri di belakang beliau. Setelah selesai salat, beliau menoleh kepadaku seraya bertanya, "Mengapa engkau tidak berdiri di sampingku?" Jawabku, "Anda sangat tinggi dalam pandanganku, dan sangat mulia untukku berdiri di samping Anda." Rasulullah menadahkan tangannya, lalu berdoa, "Wahai Allah, berilah dia hikmah."
Allah memperkenankan doa Rasulullah tersebut. Dia memberi cucu Hasyim tersebut hikmah, melebihi hikmah ahli-ahli hikmah yang besar-besar. Tentu Anda ingin tahu, hikmah bentuk apa yang telah dilimpahkan Allah kepada Abdullah bin Abbas. Marilah kita perhatikan kisah selanjutnya.
Ketika sebagian sahabat memencilkan dan menghina Khalifah Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas berkata kepada Ali, "Ya, Amirul Mukminin, izinkanlah saya mendatangi mereka dan berbicara kepadanya." Kata Ali, "Saya khawatir risiko yang mungkin engkau terima dari mereka." Jawab Ibnu Abbas, "Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa." Ibnu Abbas masuk ke dalam majlis mereka. Dilihatnya mereka orang-orang yang sangat rajin beribadah. Mereka berkata, "Selamat datang, hai Ibnu Abbas. Apa maksud kedatangan Anda kemari?" Jawab Ibnu Abbas, "Saya datang untuk berbicara dengan tuan-tuan." Sebagian yang lain berkata, "Katakanlah, kami akan mendengarkan bicara Anda." Ibnu Abbas berkata, "Coba tuan-tuan katakan kepada saya, apa sebabnya tuan-tuan membenci anak paman Rasulullah yang sekaligus suami anak perempuan beliau (mantu Rasulullah), dan orang yang pertama-tama iman dengan beliau?" Jawab mereka, "Kami membencinya karena tiga perkara." Tanya Ibnu Abbas, "Apa itu?" Mereka menjawab, "Pertama, dia bertahkim (mengangkat hakim) kepada manusia tentang urusan agama Allah. Kedua, dia memerangi Aisyah dan Muawiyah, tetapi dia tidak mengambil harta rampasan dan tawanan. Ketiga, dia menanggalkan gelar Amirul Mukminin dari dirinya, padahal kaum muslimin yang mengukuhkan dan mengangkatnya. Kata Ibnu Abbas, "Sudikah tuan-tuan mendengar Alquran dan hadis Rasulullah yang saya bacakan? Tuan-tuan tentu tidak akan membantah keduanya. Apakah tuan-tuan bersedia mengubah pendirian tuan-tuan sesuai dengan maksud ayat dan hadis tersebut?" Jawab mereka, "Tentu!" Kata Ibnu Abbas, "Masalah pertama, bertahkim kepada manusia dalam urusan agama Allah. Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram, siapa saja di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu." (Al-Maidah: 95). Saya bersumpah dengan tuan-tuan menyebut nama Allah. Apakah putusan seseorang tentang hak darah atau jiwa, dan perdamaian antara kaum muslimin yang lebih penting ataukah seekor kelinci yang harganya seperempat dirham?"
Jawab mereka, "Tentu darah kaum muslimin dan perdamaian di antara mereka yang lebih penting." Kata Ibnu Abbas, "Marilah kita keluar dari persoalan ini."
Kata Ibnu Abbas, "Masalah kedua, Ali berperang tetapi dia tidak menawan para wanita seperti yang terjadi pada masa Rasulullah. Mengenai masalah ini, sudikah tuan-tuan mencaci Aisyah, lantas tuan-tuan halalkan dia seperti wanita-wanita tawanan yang lain-lain. Jika tuan-tuan mengatakan "Ya," tuan-tuan kafir. Dan, jika tuan-tuan menjawab, dia bukan ibu kami, tuan-tuan kafir juga. Allah SWT berfirman: "Nabi itu hendaknya lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka." (Al-Ahzab: 6).
"Nah, pilihlah mana yang tuan-tuan suka. Mengakui ibu atau tidak. Kata Ibnu Abbas, "Ali menanggalkan gelar 'Amirul Mukminin' dari dirinya. Sesungguhnya ketika Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, mula-mula Rasulullah menyuruh untuk ditulis, inilah perjanjian dari Muhammad Rasulullah. Lalu kata kaum musyrikin, "Seandainya kami mengakui engkau Rasulullah, tentu kami tidak menghalangi engkau mengunjungi Baitullah dan tidak memerangi engkau. Karena itu, tuliskan nama engkau saja, "Muhammad bin Abdullah."
Rasulullah memenuhi permintaan mereka seraya berkata, "Demi Allah, aku adalah Rasulullah, sekalipun kalian tidak mempercayaiku.
"Bagaimana?" tanya Ibnu Abbas, "Tidak pantaskah masalah memakai atau tidak memakai gelar 'Amirul Mukminin' itu kita tanggalkan saja? Jawab mereka, "Ya Allah, kami setuju." Hasil pertemuan Ibnu Abbas dengan mereka (kaum Khawarij) dan alasan-alasan yang dikemukakannya menyebabkan 20.000 orang yang membenci Ali kembali masuk ke dalam barisan Ali. Yang memusuhinya hanya tinggal 4.000 orang.
Waktu muda Abdullah bin Abbas mencari ilmu dengan berbagai cara yang dapat dilakukannya. Waktunya dihabiskan umtuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Mula-mula dia memperoleh ilmu dari mata air yang mulia, yaitu langsung dari Rasulullah sampai beliau wafat. Setelah beliau tiada, dihubunginya ulama-ulama sahabat, lalu dia belajar kepada mereka. Ibnu Abbas pernah bercerita, "Apabila seseorang menyampaikan sebuah hadis kepadaku yang diperolehnya dari seorang sahabat Rasulullah, maka kudatangi sahabat tersebut ke rumahnya waktu dia tidur siang. Lalu, aku bentangkan serbanku dekat tangga rumahnya dan aku duduk di situ menunggu dia bangun. Sementara itu, angin bertiup memenuhi tubuhku dengan debu tanah. Seandainya aku minta izin masuk kepadanya, tentu dia akan mengizinkanku. Tetapi, memang aku sengaja melakukan demikian supaya tidak menganggunya tidur. Ketika dia keluar dan melihatku dalam keadaan demikian, dia berkata, "Wahai anak paman Rasulullah. Mengapa Anda sendiri yang datang ke sini? Mengapa tidak Anda suruh saja seseorang memanggilku. Tentu aku datang memenuhi panggilan Anda!" Jawabku, "Akulah yang harus mendatangi Anda, ilmu harus didatangi, bukan ilmu yang harus mendatangi. Sesudah itu kutanyakan kepadanya hadis yang kumaksud."
Ibnu Abbas rendah hati dalam menuntut ilmu. Dia menghormati derajat ulama. Pada suatu hari Zaid bin Tsabit, penulis wahyu dan ketua pengadilan Madinah bidang Fiqih, Qira'ah, dan Faraidh, mendapat kesulitan karena hewan yang ditungganginya bertingkah. Lalu, Abdullah bin Abbas berdiri ke hadapannya seperti seorang hamba di hadapan majikannya. Ditahannya hewan kendaraan Zain bin Tsabit. Kata Zaid, "Biarkan saja, wahai anak paman Rasulullah!" Jawab Ibnu Abbas, "Beginilah caranya kami diperintahkan Rasulullah terhadap ulama kami." Kata Zaid bin Tsabit, "Coba perlihatkan tangan Anda kepada saya!"
Ibnu Abbas mengulurkan tanganya kepada Zaid, lalu dicium oleh Zaid. "Begitulah caranya kami diperintahkan Rasulullah menghormati keluarga Nabi kami, Kata Zaid."
Ibnu Abbas sangat rajin menuntut ilmu sehingga mencengangkan ulama-ulama besar. Masruq bin Ajda', seorang ulama besar tabi'in berkata, "Paras Ibnu Abbas sangat elok. Bila dia berbicara, bicaranya sangat fasih. Bila dia menyampaikan hadits, dia sangat ahli dalam bidang itu."
Setelah ilmu yang dicarinya sempurna, Ibnu Abbas beralih menjadi guru mengajar. Rumahnya berubah menjadi jam'iah (universitas) kaum muslimin. Memang tidak salah kalau kita katakan universitas, seperti yang kita kenal sekarang. Beda universitas Ibnu Abbas dengan universitas kita sekarang ialah di universitas kita yang mengajar ada sepuluh sampai ratusan orang dosen atau profesor. Tetapi, di universitas Ibnu Abbas yang mengajar Ibnu Abbas seorang.
Salah seorang kawan Ibnu Abbas bercerita, "Saya berpendapat, seandainya kaum Quraisy mau membanggakan universitas Ibnu Abbas, memang pantas mereka bangga. Saya lihat orang banyak sudah penuh berkumpul di jalan menuju ke rumah Ibnu Abbas, sehingga jalan itu sempit dan tertutup oleh kepala orang banyak. Saya masuk menemuinya dan memberi tahu bahwa orang banyak sudah berdesak-desak di muka pintu. Katanya, "Tolong ambilkan saya air wudu!" Lalu dia berwudu dan sesudah itu duduk di ruangan majelis. Katanya, "Siapa yang hendak belajar Alquran suruhlah mereka masuk." Saya keluar memberi tahu orangn banyak. Mereka pun masuk, sehingga seluruh ruangan dan kamar-kamar penuh dengan orang yang hendak belajar Alquran. Apa saja yang mereka tanyakan dijawabnya panjang lebar. Kemudian berkata kepada mereka, "Beri kesempatan kawan-kawan yang lain!" Lalu mereka keluar semuannya. Katanya, "Suruh masuk orang-orang yang hendak belajar tafsir Alquran dan takwilnya!" Maka, kuumumkan kepada orang banyak, sehingga mereka masuk pula memenuhi ruangan dan kamar-kamar. Apa yang ditanyakan mereka dijawabnya sampai mereka puas. Katanya, "Sekarang beri kesempatan pula kawan-kawan yang lain!" Saya disuruhnya keluar menyilakan orang yang hendak belajar tentang halal dan haram dan masalah-masalah fikih. Mereka pun masuk. Segala pertanyaan mereka dijawabnya panjang lebar. Setelah cukup waktunya, dia berkata pula, "Kini beri kesempatan kawan-kawan yang hendak belajar faraid dan sebagainya!" Mereka pun keluar, dan masuk pula orang-orang yang hendak belajar ilmu faraidh. Setelah selesai pelajaran faraid, disuruh masuk pula orang-orang yang hendak sastra Arab, syi'ir dan kata-kata arab yang sulit. Kemudian Ibnu Abbas membagi-bagi hari untuk beberapa macam bidang ilmu dalam beberapa hari, guna mencegah orang berdesak-desakkan di muka pintu. Umpamanya, sehari dalam seminggu untuk bidang ilmu tafsir, besok ilmu fikih, besok ilmu peperangan (sejarah peperangan Rasulullah) atau strategi perang. Sesudah itu ilmu syi'ir, sesudah itu ilmu sastra Arab. Tidak ada orang alim yang duduk dalam majelis Ibnu Abbas melainkan menundukkan diri kepadanya.
Karena kealiman dan kemahirannya dalam berbagai bidang ilmu, dia senantiasa diajak bermusyawarah oleh khalifah rasyidah (bijaksana) sekalipun dia masih muda belia. Apabila Khalifah Umar bin Khattab menghadapi suatu persoalan yang rumit, diundangnya ulama-ulama terkemuka termasuk Ibnu Abbas yang muda belia. Bila Ibnu Abbas hadir, Khalifah Umar memberikan tempat duduk yang lebih tinggi bagi Ibnu Abbas dan Khalifah sendiri duduk di tempat yang lebih rendah seraya berkata, "Anda lebih berbobot daripada kami."
Pada suatu ketika Khalifah Umar mendapat kritik karena perlakuan yang diberikannya kepada Ibnu Abbas melebihi dari ulama yang tua-tua. Maka, kata Umar, "Dia pemuda tua, dia lebih banyak belajar dan berhati tenang."
Ketika Ibnu Abbas beralih mengajar orang-orang tertentu, dia tetap tidak melupakan kewajibannya terhadap orang-orang awam. Maka, dibentuknya majelis-majelis wa'azh dan tadzkir (pendidikan dan pengajaran). Di antara pengajarannya, dia berkata kepada orang-orang yang berdoa, "Wahai orang yang berbuat dosa! Jangan sepelekan akibat-akibat perbuatan dosa itu, sebab ekornya jauh lebih gawat daripada dosa itu sendiri. Kalau engkau tidak merasa malu kepada orang lain, padahal engkau telah berbuat dosa, maka sikap tidak punya malu itu sendiri adalah juga dosa. Kegembiraanmu ketika melakukan dosa, padahal engkau tidak tahu apa yang diperbuat Allah atas dirimu adalah juga dosa. Kalau engkau sedih karena tidak dapat berbuat dosa, maka kesedihanmu itu jauh lebih dosa daripada perbuatan itu. Engkau takut kalau-kalau angin bertiup membukakan rahasiamu, tetapi engkau sendiri telah berbuat dosa tanpa takut akan Allah yang melihatmu. Maka, sikap seperti itu adalah lebih besar dosanya ketimbang perbuatan dosa itu."
"Wahai orang yang berdosa! Tahukah Anda dosa Nabi Ayyub a.s. Yang menyebabkannya mendapat bala (ujian) mengenai jasad dan harta bendanya? Ketahuilah, dosanya hanya karena ia tidak menolong seorang miskin yang minta pertolongannya untuk menyingkirkan kezaliman."
Ibnu Abbas tidak termasuk orang-orang yang pandai berkata tetapi tidak berbuat. Dia tidak termasuk orang yang pandai melarang tetapi tidak menghentikan. Abdullah bin Mulaikah bercerita, "Saya pernah menemani Ibnu Abbas dalam suatu perjalanan dari Mekah ke Madinah. Ketika kami berhenti di suatu tempat, dia bangun tengah malam, sementara yang lain-lain tidur karena lelah. Saya pernah pula melihatnya pada suatu malam membaca ayat ke-19 surah Qaf berkali-kali sambil menangis hingga terbit fajar. Sebagai kesimpulan, tahulah kita bahwa Ibnu Abbas yang berparas tampan itu senantiasa menangis tengah malam karena takut akan siksa Allah sehingga air mata membasahi kedua pipinya.
Ibnu Abbas sampai ke puncak ilmu yang dimilikinya. Pada suatu ketika musim haji, Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan pergi haji. Bersamaan dengan khalifah, pergi pula Abdullah bin Abbas. Khalifah Muawiyah diiringkan oleh pasukan pengawal kerajaan. Abdullah bin Abbas diiringkan oleh murid-muridnya yang berjumlah lebih banyak daripada pengiring Khalifah.
Usia Abdullah bin Abbas mencapai tujuh puluh satu tahun. Selama itu dia telah memenuhi dunia dengan ilmu, paham, hikmah, dan takwa. Ketika dia meninggal, Muhammad bin Hanafiyah turut melakukan salat atas jenazahnya bersama-sama dengan para sahabat yang lain-lain serta para pemuka tabi'in.
Tatkala mereka menimbun jenazahnya dengan tanah, mereka mendengar sura membaca, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi diridai-Nya. Masuklah ke dalam kelompok jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke surga-Ku" (Al-Fajr: 27 -- 30).
Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, Dr. Abdur Rahman Ra'fat Basya
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Indonesia
Minggu, 13 Desember 2009
PEMUDA ISLAM BANGKITLAH !!
Tenang-tenang sajalah…masih ada waktu tuk kita. Saantaai..santai sajalah…masih ada waktu tersisa.
Bahwa masa muda adalah masa buat happy-happy, yang penting tetep gaya, oke, pinter, dan gaul. Ya nggak ? Padahal, dibalik semua itu sebagai pemuda atau siapa pun yang masih mempunyai semangat dan jiwa muda kita punya tugas dan misi besar.
Misi yang jauh lebih besar dari misi-misi agen BIN,DS88,FBI,CIA, bahkan agen Mossad yang tak pernah berhenti untuk menghancurkan umat Islam. Misi yang langsung Allah berikan untuk kita.Misi untuk memberlakukan hukum-hukumNya diseluruh penjuru dunia dan untuk mengalihkan manusia dari penghambaan terhadap sesamanya. Juga untuk membebaskan umat manusia dari alam yang sempit menuju alam bebas merdeka.
Misi yang sesuai dengan sunatullah penciptaan manusia, yaitu untuk mewujudkan ketaatan dan pengabdian kepada Allah serta untuk menyerahkan diri sepenuhnya terhadap seluruh keputusanNya. Sebagai mana yang dikatakan Allah dalam firmanNya :
" Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." ( Adz Dzariyat : 56 )
Disadari atau tidak masa muda adalah masa yang paling produktif bagi seorang insan. Maka sangat disayangkan jika kita menyia-nyiakan begitu saja masa muda kita. Masa disaat fisik kita masih sangat kuat, sel-sel otak kita masih cerdas untuk menangkap materi-materi yang kita dapatkan, dan terutama masa yg akan dimintai pertanggungjawabanNya.
Dengan misi yang teramat berat diatas sebagai seorang pemuda muslim kita harus memiliki lima macam kriteria yang harus kita yakini sepenuhnya, yaitu :
1. Iman yang kuat
Jagalah dalam hati kalian agar Iman tidak mudah goyah dan surut. Sesuai firman Allah dalam QS Al-Hujurat : 15.
Iman yang kuat, seperti pohon yang akarnya menghujam kedalam tanah, batangnya menjulang kuat, dan diantara daunnya yang rimbun akan dihasilkan buah akhlaq dan amal yang manis rasanya. Maka inilah saatnya memperkokoh iman kita. Mempersiapkan diri menghadapi berbagai tantangan yang akan selalu berputar dalam catatan kehidupan kita.
2. Keikhlasan yang Sungguh-sungguh
" Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam ( menjalankan ) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus."
( Al Bayinah : 5 )
Orang mukmin yang lurus adalah jika pendorong agama didalam hatinya bisa mengalahkan pendorong hawa nafsu, porsi akhirat bisa mengalahkan porsi dunia, mementingkan apa yang ada disisi Allah dari pada apa yang ada disisi manusia, menjadikan niat, perkataan dan amalnya bagi Allah, menjadikan shalat, ibadah, hidup dan matinya bagi Allah, Rabb semesta alam. Inilah ikhlas.Memang bukan hal yang mudah untuk diamalkan, tapi keikhlasan adalah landasan dari amal yang kita kerjakan. Bukankah kita tak ingin sekedar menabung kesia-siaan !
3. Tekad yang kuat tanpa rasa takut
" (Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." ( Al Ahzab : 39 )
Saatnya untuk membangkitkan hamasah ( semangat ) dan azam dalam hati kita. Untuk tetap istiqomah dan memperbaiki diri agar menjadi insan-insan yang unggul dan bermanfaat bagi sesamanya.Tanpa tekad yang kuat jangan berharap kita akan dapat berubah dan meraih kemenangan.
4. Usaha yang berkesinambungan
Salah satu yang harus dipenuhi dalam mewujudkan misi kita ialah tidak mengenal rasa jenuh dan malas.
" Dan katakanlah :"Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, …" ( QS At Taubah : 105 )
Kemalasan adalah faktor terbesar dari diri kita yang telah begitu lama membuat kita lalai dan terbuai. Padahal tiap detik yang kita lalui akan selalu tercatat dalam kitab amalan kita. Akan ada masa pertanggungjawaban, siapkah kita, apa yang akan kita katakan saat Allah bertanya untuk apa masa mudamu digunakan ?
5. Pengorbanan
Pengorbanan adalah sesuatu yang wajar sebagai bukti kecintaan kita pada Allah. Harta, jiwa, raga dan segala macam pengorbanan menjadi konsekuensi yang logis bagi orang yang sedang gila cinta. Adik-adikku,karena itulah besar kecil pengorbanan seorang mukmin juga menjadi tolak ukur seberapa besar cinta dan keimanannya pada Allah dan Rasulnya.
Pada dasarnya kelima kriteria di atas merupakan ciri khas orang-orang yang menepati janjinya kepada Allah. Ingatlah, sesungguhnya landasan iman adalah jiwa yang suci. Landasan keikhlasan adalah hati yang jernih. Landasan tekad adalah semangat yang kuat membara. Landasan usaha ialah kemauan yang keras dan landasan pengorbanan adalah aqidah yang kokoh.
Kini yang ada dihadapan kita adalah kenyataan bahwa umat Islam tengah berada di persimpangan jalan. Dunia Islam pada umumnya menghadapi benturan keras dari arus ideologi, pemikiran, moralitas, adat istiadat, kebudayaan, dan lain-lain.Mari kita berkaca diri, berapa banyak kita mendengarkan kaset-kaset barat dibandingkan kaset-kaset murotal. Atau berapa sering kita lebih memilih mode barat dibandingkan pakaian yang Islami. Maka tak dapat dipungkiri, bahwa kini masyarakat kita ( dan juga kita ) sedang sakit parah.
Sakit yang tidak hanya dapat disembuhkan dengan pemeriksaan fisik dan pemberian terapi medikamentosa. Tapi sakit yang membutuhkan pengobatan yang intensif untuk memulihkan kembali kesehatannya. Umat kita mendambakan seorang yang dapat menggandeng tangannya untuk menuju ke atas bahtera keselamatan untuk kemudian berlabuh di pantai kedamaian. Umat kita membutuhkan penyelamatan, petunjuk dan perbaikan.Dan pemuda muslim adalah satu-satunya tempat melabuhkan semua harapan. Pemuda Islamlah penentu kebangkitan dan eksistensinya.
Maka berilah qudwah ( panutan) yang baik kepada orang lain dalam segala sesuatu. Dan mulailah dari diri kita ( ibda bi'nafsik ). Bangkitlah, dan bercerminlah pada kader-kader mukmin yang digembleng Rasulullah di Darul Arqom.Mereka adalah pemuda-pemuda yang tangguh. Dari tangan merekalah terbit fajar Islam. Bagaimana tidak ? Pada waktu itu usia Rasulullah sendiri pun baru menginjak empat puluh tahun ketika beliau diangkat menjadi rasul. Sedangkan Abu Bakar pada waktu itu berusia tiga tahun lebih muda dari usia Nabi Saw. Bahkan Umar bin Khattab masih berusia 27 tahun dan Ali ra adalah orang termuda dari keempat khalifah tersebut. Juga para mujahid yang tangguh, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abdul Rahman bin Auf, Al Arqam bin Arqam, dan puluhan bahkan ratusan pemuda lainnya.
Dalam mengemban risalah dawah, mereka dengan tabah menanggung siksaan. Mereka rela berkorban demi lancarnya perjuangan Siang dan malam berusaha keras mewujudkan kemenangan gemilang serta keeksistensian Islam. Bagaimana dengan kita? Perbaikan diri bagaimana pun harus dimulai dari diri kita sendiri, sebelum kita menyeru orang lain dan mengajak sebanyak mungkin saudara-saudara kita menuju surga. Maka inilah saatnya kita mulai tiap detik selangkah lebih baik !
Janji Allah pasti akan terwujud, bahwa Islam akan kembali berjaya. Maka seperti yang dikatakan oleh Ulama mesir bahwa "Umat harus bangkit. Namun aset umat ini untuk kembali bangkit telah terkuras habis, kecuali satu : itulah pemuda." Ya, inilah saatnya bagi kita untuk bangkit, untuk senantiasa berada dalam garis keseimbangan antara amal, akal, dan ruhiyah . Pilihan kini berada ditangan kita, untuk menjadi umat pengganti atau yang tergantikan ???
Wallahu alam bishawab.
sumber : http://iqraku.blogspot.com
Pengalamanku Bertemu Syekh Usamah bin Ladin (2)
Kembali mengenai Syekh Usamah bin Ladin, sebagaimana yang telah saya sampaikan sebelumnya, saya mulai memperhatikan kepribadian dan sifat-sifat utamanya, bagaimana berdirinya, duduknya, cara bercakap-cakap, cara berjalan, cara makan, ketawanya, senyumnya, pergaulannya dengan orang lain, bagaimana bahasanya, cara berpakaian, cara mendidik anaknya, nasehat-nasehat yang disampaikan dan sebagainya.
Maka kesimpulan saya -Wallahu a'lam bis-showwab- beliau adalah salah seorang laki-laki yang tidak keluar dari fikirannya, ucapannya dan perbuatannya serta gerak-geriknya kecuali mengandung hikmah, saya tidak megatakan bahwa dia adalah maksum, sebab yang maksum adalah Rasulullah saw, namun begitulah penilaian saya selama saya bergaul dengan beliau dan saya tidak mensucikan seorang pun selain Allah.
Saya hanya menilai dari segi lahirnya adapun batinnya Allah swt yang Maha Tahu, dan siapapun tidak bisa memonitor beliau terus-menerus selama 24 jam sehari-semalam karena hal tersebut sangat tidak mungkin saya lakukan, tetapi dengan pergaulan yang pernah saya alami, saya bisa memberikan beberapa penilaian mudah-mudahan penilaian ini tidak berlebih-lebihan dan tidak pula terlalu kurang (tidak ifrath dan tafrith). Penilaian itu antara lain :
1. Aqidah.
Beliau beraqidah salaf, dengan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah hal ini sering beliau nyatakan sendiri dengan lisannya.
2. Madzhab Fiqh.
Saya tidak atau belum mendapatkan informasi tentang madzhab fiqih yang beliau ikuti apakah beliau mengikuti Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hambali atau Dzhahiri, tetapi yang jelas cara beliau beribadah terutama sifat sholat beliau mengikuti sunnah Nabi saw.
3. Akhlak dan Adab.
Sebagaimana yang telah saya uraikan sebelumnya beliau termasuk orang yang sangat memegang dan memperhatikan akhlak dan adab baik akhlak-akhlak yang asas maupun yang nampaknya kecil Akhlak Asas contohnya :
Al-Wala wal Bara'
Beliau sangat kasih sayang kepada orang yang beriman dari manapun juga dan dari Harokah atau Jamaah apapun juga.
Keras terhadap orang-orang kafir. Hal ini sangat menonjol sekali khususnya terhadap musuh-musuh Islam Yahudi Amerika dan sekutu-sekutunya, barangkali karena inilah beliau menduduki rangking pertama dalam sejarah manusia -wallahu a'lam- sosok manusia yang paling ditakuti dan dicari oleh seluruh musuh-musuh Islam baik yang di timur maupun yang di barat, baik yang kafir maupun yang musyrik atau yang munafik dan ini merupakan keutamaan yang Allah swt berikan kepada beliau, posisi beliau menjadikan orang-orang kafir yang berada di bawah kolong langit ini semua marah.
Allah Swt berfirman dalam surat At-Taubah (9) : 120.
"Dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh melainkan dituliskan bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal sholeh."
Subhanallah- jika beliau Ikhlas berapa banyak setiap detiknya amal sholeh yang beliau dapat kantongi meskipun hanya tidur di tempat persembunyiannya saja.
Saya jadi teringat keutamaan para Ashabul Kahfi, yang ditidurkan oleh Allah selama 300 tahun, jika dihitung dengan tahun Masehi dan 309 jika dihitung dengan tahun Hijriyah, mereka para pemuda itu tidur saja ditakuti.
Lihat firman Allah surat Al-Kahfi (18) : 18.
"Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari merka dengan melarikan diri dan tentulah hati kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka."
Kalau kita, jungkir balik pun musuh tidak ada rasa takut sedikitpun pada diri kita, apa rahasianya..? karena Iman kita lemah dan ruhul Jihad tidak ada..
Beliau juga menjaga adab-adab sebagai contoh :
Adab Makan.
Kebiasaan orang Arab termasuk juga Afghan dan mayoritas manusia di muka bumi kecuali yang dirahmati Allah- kurang memperhatikan terutama dalam membuang atau menyisakan makanan atau tercecernya ketika makan, padahal dalam hadits sampai yang jatuhpun diperintahkan untuk dibersihkan dan agar dimakan lagi, tidak boleh menyisakan makanan di tempatnya karena siapa tahui justru di situ ada barakahnya.
Beliau.. -Subhanallah- kalau makan tidak ada satupun nasi yang jatuh di hadapan saya, hal ini sangat mengherankan saya karena mampu melawan kebiasaan yang telah membudaya.
Penampilan Harian
Beliau selalu membawa mushaf kecil, senjata (rifle) sejenis AK (Authomatic Kalashnikov) atau Klashenkov dan tongkat. Ketiga-tiganya mushaf, senjata (rifle) dan membawa tongkat adalah bagian dari Sunnah.
Adab berbicara dengan orang lain.
Beliau jika berbicara dengan orang lain (bukan di dalam majelis) beliau biasanya menghadapkan seluruh anggota badanya kepada orang yang diajak bicara sambil menebar senyuman jika diperlukan atau terkadang berubah serta merta menjadi serius sekali dengan tatapan mata yang sangat tajam.
Wallahu'alam bis showab!
sumber : www.arrahmah.com
Mus’ab bin Umair - Duta Islam Pertama
Mus’ab bin Umair adalah sahabat Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang sangat berjasa dan menjadi teladan kepada umat Islam sepanjang zaman. Sebelum memeluk Islam, dia berperawakan lemah lembut, suka berpakaian kemas, mahal dan indah. Malah dia selalu bersaing dengan kawan-kawannya untuk berpakaian sedemikian. Keadaan dirinya yang mewah dan rupanya yang kacak menyebabkan Mus’ab menjadi kegilaan gadis di Makkah. Mereka sentiasa berangan-angan untuk menjadi isterinya.
Mus’ab sebenarnya adalah anak yang paling disayangi ibunya berbanding adik adiknya yang lain. Apa sahaja permintaannya tidak pernah ditolak. Oleh itu tidaklah mengherankan apabila ibunya begitu marah selepas mendapat tahu Mus’ab telah menganut Islam. Ibunya telah mengurung dan menyiksa Mus’ab selama beberapa hari dengan harapan dia akan meninggalkan Islam. Tindakan ibunya tidak sedikit pun menimbulkan rasa takut pada Mus’ab, sebaliknya dia tidak jemu-jemu membujuk ibunya memeluk Islam kerana sayang pada ibunya. Mus’ab membuat pelbagai usaha tetapi semua tindakannya hanya menambahkan lagi kemarahan dan kebencian ibunya.
Pada suatu hari Mus’ab melihat ibunya dalam keadaan pucat lesu. Dia pun menanyakan sebabnya. Kata ibunya, dia telah berniat di hadapan berhala bahwa dia tidak akan makan dan minum sehingga Mus’ab meninggalkan Islamnya. Mendengar jawaban ibunya, Mus’ab berkata kepada ibunya: “Andaikata ibu mempunyai seratus nyawa sekalipun, dan nyawa ibu keluar satu demi satu, nescaya saya tetap tidak akan meninggalkan Islam sama sekali”.
Mendengar jawaban Mus’ab yang begitu tegas dan berani, ibunya pun mengusir Mus’ab dari rumah, maka Tinggallah Mus’ab bersama-sama Rasulullah dan sahabat-sahabat yang sangat daif ketika itu. Untuk meneruskan kehidupannya, Mus’ab berusaha sendiri bekerja mencari nafkah dengan menjual kayu api. Apabila sampai berita ini kepada ibunya, dia merasa amat marah dan malu kerana kebangsawanannya telah dicemari oleh sikap Mus’ab. Adik-beradik Mus’ab juga sering menemui dan memujuknya supaya kembali menyembah berhala. Tetapi Mus’ab tetap mempertahankan keimanannya.
Sewaktu ancaman dan seksaan kaum Quraisy ke atas kaum Muslim menjadi-jadi, Rasulullah telah mengarahkan supaya sebahagian sahabat berhijrah ke Habysah. Mus’ab turut bersama-sama rombongan tersebut. Sekembalinya dari Habsyah, keadaan beliau semakin berubah. Kurus kering dan berpakaian compang-camping lantaran penyiksaan Quraisy ke atasnya. Keadaan itu menimbulkan rasa sedih di dalam hati Rasulullah. Kata-kata Rasulullah mengenai Mus’ab sering disebut-sebut oleh sahabat:, “Segala puji bagi bagi Allah yang telah menukar dunia dengan penduduknya. Sesungguhnya dahulu saya melihat Mus’ab seorang pemuda yang hidup mewah ditengah-tengah ayah bondanya yang kaya raya. Kemudian dia meninggalkan itu semua kerana cinta kepada Allah dan Rasul-Nya”.
Apabila ibu Mus’ab mendapat tahu mengenai kepulangannya, dia memujuk anaknya supaya kembali kepada berhala. Dia mengutuskan adik Mus’ab yang bernama Al-Rum untuk memujuknya. Namun Mus’ab tetap dengan pendiriannya. Bagaimanapun tanpa pengetahuan ibunya, Al-Rum juga sudah memeluk Islam tetapi dia merahsiakannya. Mus’ab, adalah orang pertama diutus oleh Nabi ke Madinah untuk berdakwah. Hasil dakwahnya, pada tahun tersebut 12 orang Madinah Masuk Islam dan bertemu dengan Nabi di Musim Haji untuk mengikat janji setia dengan Nabi (Perjanjian A’qabah 1). Pada tahun berikutnya 70 lagi orang Madinah masuk Islam dan datang ke Mekah di musim Haji untuk berjanji setia dengan Nabi (Perjanjian A’qabah 2). Kejayaan cemerlangnya inilah, pembuka jalan kepada Nabi dan para sahabat untuk berhijrah ke Madinah.
Sewaktu terjadi peperangan Uhud, Mus’ab ditugaskan memegang bendera-bendera Islam. Peringkat kedua peperangan telah menyebabkan kekalahan di pihak tentera Muslimin. Tetapi Mus’ab tetap tidak berganjak dari tempatnya dan menyeru: Muhammad adalah Rasul, dan sebelumnya telah banyak diutuskan rasul.
Ketika itu, seorang tentera berkuda Quraisy, Ibn Qamiah menyerbu ke arah Mus’ab dan menetak tangan kanannya yang memegang bendera Islam. Mus’ab menyambut bendera itu dengan tangan kirinya sambil mengulang-ulang laungan tadi. Laungan itu menyebabkan Ibn Qamiah bertambah marah dan menetak tangan kirinya pula. Mus’ab terus menyambut dan memeluk bendera itu dengan kedua-dua lengannya yang kudung. Akhirnya Ibn Qamiah menikamnya dengan tombak. Maka gugurlah Mus’ab sebagai syuhada’ Uhud.
Al-Rum, Amir ibn Rabiah dan Suwaibit ibn Sad telah berusaha mendapatkan bendera tersebut daripada jatuh ke bumi. Al- Rum telah berjaya merebutnya dan menyaksikan sendiri syahidnya Mus’ab. Al- Rum tidak dapat lagi menahan kesedihan melihat kesyahidan abangnya. Tangisannya memenuhi sekitar bukit Uhud. Ketika hendak dikafankan, tidak ada kain yang mencukupi untuk menutup jenazahnya. Keadaan itu menyebabkan Rasulullah tidak dapat menahan kesedihan hingga bercucuran air mata baginda. Keadaannya digambarkan dengan kata-kata yang sangat masyhur:
"Apabila ditarik kainnya ke atas, bahagian kakinya terbuka. Apabila ditarik kainnya ke bawah, kepalanya terbuka. Akhirnya, kain itu digunakan untuk menutup bahagian kepalanya dan kakinya ditutup dengan daun-daun kayu."
Demikian kisah kekuatan peribadi seorang hamba Allah dalam mempertahankankebenaran dan kesucian Islam. Beliau jugalah merupakan pemuda dakwah yangpertama mengetuk setiap pintu rumah di Madinah sebelum berlakunya hijrah.
Kisahnya mempamerkan usaha dan pengorbanannya yang tinggi untuk menegakkan kebenaran. Semua itu adalah hasil proses tarbiyah yang dilaksanakan oleh Rasulullah.
Mus’ab telah menjadi saksi kepada kita akan ketegasan mempertahankan aqidah yang tidak berbelah bagi terhadap Islam sekalipun teruji antara kasih sayang kepada ibunya dengan keimanan. Mus’ab lebih mengutamakan kehidupan Islam yang serba sederhana berbanding darjat dan kehidupan serba mewah. Dia telah menghabiskan umurnya untuk Islam, meninggalkan kehebatan dunia, berhijrah zahir dan batin untuk mengambil kehebatan ukhrawi yang sejati sebagai bekalan akhirat.
arrahmah/Iqraku
Jumat, 04 Desember 2009
Penerapan Syari'at Islam
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS. Al-Maidah:48)
Sungguh mengherankan sikap umat Islam yang loyal terhadap partai-partai sekuler yang memisahkan agama dari negara. Mereka pun tidak berkeinginan menerapkan syari‘at Islam.
=====================================================================================
Aktivitas politik Islam bertunjuan untuk menerapkan syari‘at Islam dalam kehidupan umat Islam dan merealisasikan Islam sebagai agama dan negara dalam kehidupan mereka. Ini adalah masalah penting sekali yang terkait dengan akidah itu sendiri. Betapa mengherankan sikap banyak umat Islam yang lupa akan masalah ini, bahkan kita mendapat banyak dari mereka yang loyal terhadap partai-partai sekuler yang memisahkan agama dari negara, tidak menerapkan syari‘at Islam. Seolah-olah masalah penrapan syari‘at ini tidak ada hubungannya dengan keyakinan seorang muslim. Lalu, apa kata ulama?
Dr. Shalah ash-Shawi dalam bukunya Qadhiyyah Tathbiq asy-Syari‘ah fil-‘Alam al-Islami (23) mengatakan, “Prinsip-prinsip Islam adalah ridha kepada Allah sebagai Tuhan pencipta, Islam sebagai agama, Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul. Prinsi-prinsip tersebut menuntut kita untuk menjadikan hakimiyyah (hak menetapkan hukum) tertinggi dan supremasi absolut di tangan Allah, dan untuk menjadikan kalimat-kalimat Allah semata sebagai hukum tertinggi dan argumen yang telak. Sebagaimana prinsip-prinsip tersebut menuntut pengakuan hal yang dipastikan sebagai bagian dari agama dengan sikap membenarkan dan patuh. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara ibadah dan muamalah. Membatasi agama pada dimensi akidah dan ibadah saja merupakan salah satu bentuk kemurtadan dan penyimpangan agama. Sebagaimana prinsip-prinsip tersebut menuntut pengakuan terhadap berita yang shahih dari Nabi SAW dengan sikap membenarkan dan patuh, dan bahwa barangsiapa yang menolak sebagian dari apa yang dibawa Rasulullah SAW (baik penolakannya itu karena ragu atau karena enggan menerima) maka ia seperti orang yang tidak rela terhadap kenabiannya. Karena hakikat rela terhadap kenabiannya adalah membenarkan berita beliau seluruhnya meskipun ia tidak mengetahui hakikatnya, komit terhadap petunjuknya meskipun ia tidak mengetahui hakikatnya. Barangsiapa yang dalam hatinya tidak ada pembenaran dan kepatuhan yang demokrasi itu, maka ia terbilang kafir dan keluar dari Islam.
Segenap orang yang beriman kepada Allah sebagai Tuhan Pencipta, Islam sebagai agama yang benar dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul! Pengakuan iman Anda tidak akan sah sebelum Anda menolong Rasulullah SAW, membelanya dan menghargainya. Caranya adalah dengan patuh kepada beliau secara sempurna dan tunduk kepadanya secara mutlak, menerima petunjuk dari kalimat-kalimat beliau huruf demi huruf dan tidak menentang keputusan beliau sama sekali. Pengakuan iman akal tidak akan sah sebelum Anda mengetahui bahwa supremasi tertinggi ada pada syari‘at, bukan yang lain; bahwa hak menetapkan aturan yang mutlak itu tidak diberikan Allah kepada seorang pun selain beliau SAW; dan bahwa apa yang diajarkan sekularisme, yaitu menjadikan kehendak rakyat sebagai penentu menggantikan Kitab dan Sunnah, merupakan salah satu bentuk kemurtadan, melepas tali agama dan merebut salah satu karakteristik terpenting dan sifat yang paling komprehensif milik Allah. Pengakuan iman Anda tidak akan sah sebelum Anda mengetahui bahwa Anda tunduk dengan kekuasaan-Nya, dan bahwa Kitab dan Sunnah merupakan argumen yang telak dan hukum tertinggi, dan bahwa keduanya berada di atas undang-undang dan konstitusi, serta berbagai aturan dan sistem yang dibuat manusia.
Tidakkah aneh jika al-Qur’an itu mengalahkan seluruh kitab suci, padahal seluruhnya diturunkan dari sisi Allah, sementara itu al-Qur’an dalam agama Anda tidak hegemoni terhadap konstitusi dan undang-undang yang Anda inginkan, padahal konstitusi dan undang-undang itu buatan tangan Anda, dimana Anda bisa mengubahnya dan menggantinya sesuka hati? Apakah Anda ingin mendahulu Allah dan Rasul-Nya dengan aturan-aturan buatan Perancis dan Inggris, padahal mereka telah memperlakukan Anda, bangsa dan agama Anda sedemikian buruk, baik yang Anda tahu atau yang tidak Anda tahu.
Kebenaran telah terkuat! Pengakuan sebagai seorang muslim tidak bisa berdampingan dengan sikap menolak syari‘at Islam, baik karena mendustakan atau enggan dalam kondisi apapun. Anda harus menentukan pilihan antara menjadi pembela Islam di parlemen dan selainnya, tidak mengingkari hukum Allah dan tidak menolak perintah-Nya, tidak berusaha untuk melemahkan ayat-ayatnya dan tidak berusaha menghalang-halangi penerapan syari‘at Allah, sehingga Anda menjadi muslim dan hamba Allah yang baik; atau Anda terbawa hawa nafsu untuk menjauhi agama dan loyal terhadap musuh-musuh syari‘at, berusaha melemahkan ayat-ayat Allah, tidak menerapkan syari‘at-Nya dan menolak hukum-hukum-Nya, sehingga kalian tidak punya hubungan apapun dengan Allah dan Islam, meskipun kalian shalat, puasa dan mengaku sebagai seorang muslim.” (ash-Shawi)
Ijma‘ tentang Kufurnya Orang yang Enggan Berhukum Kitab dan Sunnah
1. Al-Hafizh Ibnu Katsir.
Saat menafsirkan firman Allah, “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (al-Ma’idah [5]: 50), Ibnu Katsir berkomentar, “Allah menghujat orang yang keluar dari hukum Allah dan beralih kepada pendapat, ego dan istilah yang dibuat manusia, sebagaimana kesesatan dan kebodohan yang dijadikan bangsa jahiliyah dalam menetapkan hukum, sebagaimana politik kerajaan bangsa Tartar yang diambil dari raja mereka, Jengis Khan yang membuat Yasiq, yaitu undang-undang yang dikumpulkan dari berbagai sumber hukum dan pandangannya sendiri, lalu ia menjadi aturan yang diikuti bagi bangsa Tartar. Barangsiapa yang mengikuti hukum tersebut, maka ia kafir dan wajib diperangi sampai ia kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya.
Dalam kitab al-Bidayah wan-Nihayah (13/119), Ibnu Katsir juga mengatakan, “Barangsiapa meninggalkan syari‘at yang muhkam (tegas dan tidak mengandung takwil) yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah Penutup para Nabi SAW, lalu mengikuti hukum syari‘at yang telah dihapus, maka ia telah kufur. Lalu, bagaimana dengan orang yang mengikuti hukum Yasiq dan lebih mengutakannya daripada hukum Allah? Barangsiapa yang berbuat demokrasi, maka ia telah kufur berdasarkan ijma’ umat Islam.”
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Fatawa (3/267) mengatakan, “Ketika seseorang menghalalkan sesuatu yang disepakati haram, atau mengharamkan sesuatu yang disepakati halal, mengganti syari‘at yang telah disepakati, maka ia kafir dan murtad menurut kesepakatan para ulama fikih.”
3. Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Mantan Mufti Saudi.
Dalam risalah Tahkim al-Qawanin Syaikh Muhammad berkata, “Di antara bentuk kufur yang paling besar adalah menempatkan undang-undang yang terlaknat menggantikan apa yang diturunkan malaikat Jibril pada hari Muhammad SAW untuk dijadikan hukum yang berlaku di antara manusia. Hal itu sesuai firman Allah, “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’ [4]: 59)
4. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz.
Ia berkata, “Seruan nasionalisme Arab dan persatuan di bawah panjinya mengakibatkan masyarakat menolak hukum al-Qur’an, karena orang-orang nasionalis non-muslim tidak akan rela mengikuti hukum al-Qur’an, sehingga hal itu mengharuskan para pemimpin nasionalisme untuk mengambil hukum positif yang bertentangan dengan hukum al-Qur’an, agar semua masyarakat memiliku kedudukan yang sama di hadapan hukum-hukum tersebut. Banyak dari mereka yang meneriakkan hal ini sebagaimana telah dijelaskan. Ini merupakan kerusakan besar, kekafiran yang nyata dan kemurtadan yang jelas, sebagaimana firman Allah, “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (al-Maidah [5]: 44) Setiap orang yang tidak memutuskan menurut syari‘at Allah dan tidak tunduk terhadap hukum Allah, maka dia orang yang jahil, kafir, zhalim lagi fasiq berdasarkan nash ayat-ayat yang muhkam ini.”
Abdul ‘Aziz bin Baz juga mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang yang menyerukan sosialisme atau sosialisme atau paham-paham destruktif lain yang kontradiksi dengan hukum Islam itu kafir dan sesat, lebih kafir daripada Yahudi dan Nasrani. Mereka itu adalah orang-orang atheis yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Tidak satu pun di antara mereka yang boleh menjadi khathib atau imam di suatu masjid milik umat Islam, dan tidak sah shalat di belakang mereka. Setiap orang yang membantu kesesatan mereka, menganggap baik apa yang mereka dakwakan, serta mencaci dan mencemooh pada dai yang menyerukan Islam itu juga kafir lagi sesat. Kedudukannya sama seperti kedudukan kelompok yang sesat dimana ia berjalan dalam paradenya dan membantu mereka. Para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang membantu orang-orang kafir untuk memusuhi umat Islam dengan cara apapun, maka ia kufur sepeti mereka.”
5. Syaikh Dr. Yusuf al-Qardhawi.
Dalam kitab al-Islam wal-‘Ilmaniyyah (73) mengatakan, “Seorang sekuler yang menolak penerapan syari‘at dari awal itu tidak memiliki hubungan apapun dengan Islam kecuali nama saja. Ia telah murtad dari Islam secara pasti, dan wajib diminta untuk bertaubat, dijauhkan dari syubhat dan diajukan argumen kepadanya. Kalau di atidak bertaubat, maka mahkamah memutuskannya murtad dan melepas statusnya sebagai muslim, dipisahkan dari istri dan anak-anaknya, dan berlaku padanya hukum orang-orang murtad, baik semasa hidup atau sesudah mati.”
Sebagian sarjana, atau orang yang telah menjual agama mereka dengan duniawi, mengklaim bahwa memutuskan perkara tidak berdasarkan wahyu Allah asalkan tidak menghalalkan sesuatu yang haram itu termasuk dosa dan maksiat yang tidak mengeluarkannya dari Islam. Jawaban atas pernyataan ini akan kami ambil dari buku Dr. Abdurrahman bin Shalih al-Mahmud, guru besar fakultas Ushuluddin, Riyadh, yang berjudul al-Hukmu bi Ghairi ma Anzalallah. Ia menulis, “Para ulama menyepakati kekafiran orang yang memutuskan perkara tidak dengan apa yang diturunkan Allah meskipun ia tidak menghalalkannya, sebagaimana yang dikemukakan banyak ulama. Di antara mereka adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnu Katsir, Ibnu Qayyim. Umat Islam tidak mengenal adanya perubahan atas syari‘at dan keputusan berdasarkan hukum positif sebelum kedatangan Tartar dengan membawa hukum mereka yang bernam Yasiq. Kemudian datanglah era modern ketika bangsa Nasrani dan selainnya menyerang umat Islam. Di antara peninggalkan mereka yang paling besar adalah hukum positif ini.
6. Ibnul Qayyim.
Disebutkan dalam al-Qur’an dan ijma’ yang shahih bahwa agama Islam menghapus setiap agama sebelumnya, dan bahwa barangsiapa yang mengikuti ajaran Taurat dan Injil dan tidak mengikuti al-Qur’an maka hukumnya kafir.” (Ahkam Ahlidz-Dzimmah, 1/259) Jika demikian, maka apalagi dengan mengikuti hukum positif.
7. Ibnu Katsir.
“Barangsiapa meninggalkan syari‘at yang muhkam yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah Penutup para Nabi, lalu ia bermahkamah kepada syari‘at lain yang telah dihapus, maka ia telah kufur. Lalu, bagaimana dengan orang yang mengikuti hukum Yasa dan lebih mengedepankannya daripada al-Qur’an?” (al-Bidayah wan-Nihayah, 13-119)
Inilah kesepakatan yang dituturkan ulama mengenai kufurnya orang yang mengikuti hukum selain syari‘at Islam. Undang-undang kontemporer itu bukan syari‘at yang dihapus al-Qur’an, melainkan lebih menyerupai Yasiq milik bangsa Tartar yang terhimpun dari syari‘at-syari‘at yang ada dalam agama Yahudi, Nasrani dan Islam.
Muhammad bin Hamid al-Hasani dalam bukunya ath-Thariq ilal-Khilafah (56) menjelaskan syarat-syarat untuk tidak menghukumi kafir orang yang memutuskan perkara tidak menurut wahyu Allah. Ia mengatakan,
1. Ia komit dan menerima secara lahir dan batin setiap hal yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
2. Ia mengakui bahwa dengan tidak memutuskan perkara sesuai dengan wahyu Allah dalam perkara-perkara yang diajukan kepadanya itu berarti ia berdosa, dan bahwa keputusannya tersebut keliru, dan keputusan Allah saja-lah yang benar. Apabila ia berkata dengan bahasa verbal atau bahasa kondisi bahwa keputusannya lebih baik daripada keputusan Allah dan Rasul-Nya, atau bahwa keputusannya sama dengan keputusan Allah dan Rasul-Nya, bahwa keputusan Allah dan Rasul-Nya itu lebih sesuai untuk masa lalu, bahwa apa yang diputuskannya itu lebih tepat dan lebih baik untuk masa kini, bahwa hukum Allah dan Rasul-Nya itu lebih tepat dan lebih sesuai untuk setiap tempat dan waktu tetapi ia boleh memutuskan dengan apa yang dilihatkannya sesuai meskipun bertentangan dengan hukum Allah, seandainya ia mengatakan ini semua atau sebagiannya, maka ia telah menjadi kafir murtad.
3. Keputusan yang tidak menurut wahyu Allah itu berkaitan dengan kasus-kasus khusus dan tertentu, bukan dalam perkara-perkara universal dan umum. Seperti seorang pencuri dihadapkan kepada hakim yang merupakan kerabat pencuri. Sebenarnya hakim tersebut mengakui bahwa hukuman pencuri adalah potong tangan, tetapi ia membela kerabatnya dan menjatuhinya hukuman selain potong tangan. Lalu hakim tersebut ketika dihadapkan kasus pencurian lain dimana pelakunya bukan kerabatnya, maka ia akan menjatuhkan hukuman potong tangan. Hakim dengan perbuatannya seperti ini disebut kafir di bawah kafir, dengan syarat ia mengakui kekeliruan dan dosanya. Maksudnya, ia melakukan perbuatan kufur amali—bukan i‘tiqadi—yang tidak mengeluarkannya dari agama.
Raksasa Paman Sam Vs Si Kurus Somalia
Tiga tahun setelah menciptakan "krisis kemanusiaan terparah" di Afrika, dengan mendukung penuh Ethiopia untuk menginvasi Somalia, Amerika Serikat sekarang menggunakan makanan sebagai senjata menghadapi orang-orang Somalia yang kelaparan.
Pemerintah Amerika Serikat melancarkan "perang kelaparan" terhadap rakyat Somalia. Menurut pejabat PBB, Washington telah mengganggu penyaluran bantuan makanan yang sangat dibutuhkan Somalia, dengan alasan makanan itu akan jatuh ke tangan Shahab, kelompok perlawanan Muslim Somalia yang disebut AS sebagai "teroris".
Empatpuluh juta pound makanan sumbangan -- yang katanya berasal dari AS, hanya dibiarkan menumpuk di gudang kota Mombasa, Kenya. Para pejabat AS tidak memperbolehkan petugas kemanusian menyalurkannya kepada rakyat Somalia yang sangat membutuhkan.
Sangat jelas sekali Amerika menggunakan makanan sebagai senjata politik. Mereka menyandera orang-orang yang kelaparan dengan memanfaatkan tujuan-tujuan politiknya. Taktik yang serupa digunakan oleh tentara-tentara jaman kuno, dengan sengaja mengepung dan membiarkan penduduk sebuah kota kelaparan, hingga akhirnya menyerah.
Hampir tiga tahun sudah, sejak Amerika mengubah kehidupan rakyat Somalia menjadi neraka. Bulan Desember 2006, AS mendukung penuh Ethiopia untuk menyerang Somalia, guna mengulingkan pemerintahan Islam yang telah membawa kedamaian di Somalia.
Invasi itu menciptakan keadaan yang dsebut PBB sebagai "krisis kemanusian terparah di Afrika", yang bahkan lebih parah dari krisis Darfur di Sudan.
Krisis parah yang diciptakan Amerika di Somalia, bertambah parah dengan kekeringan yang melanda seluruh negeri. Sebagai akibatnya, separuh populasi harus bergantung secara penuh pada bantuan makanan dari luar negeri.
Dengan mengunci persediaan makanan di gudang-gudang Kenya, "pemerintah AS menahan bantuan untuk Somalia ... disandera untuk kepentingan kebijakan kontra-terorismenya," demikian tulis majalah Foreign Policy (30/10).
"Amerika tidak bisa memenangkan peperangan dengan menggunakan cara militer yang konvensional, maka mereka mengambil jalan perang dengan memanfaatkan kelaparan," lanjutnya.
Pemerintahan boneka AS di Somalia sekarang ini hanya mengendalikan beberapa perkampungan di ibukota Mogadishu dan bandara udaranya saja.
Menurut sebuah artikel di New York Times, para orangtua melaporkan, anak-anak mereka yang selama ini bertahan hidup dengan bantuan makanan sekarang sekarat, karena Amerika menghentikan penyaluran bantuan.
Kondisinya sangat mengerikan, karena hanya gudang-gudang makanan AS di Kenya saja yang bisa masuk ke Somalia saat ini. Tidak ada sumber lain yang bisa dimanfaatkan.
Kekeringan di Afrika Timur telah mempengaruhi sekutu-sekutu dan juga musuh-musuh AS.
Ethiopia telah mengajukan permohonan bantuan atas nama 23 juta rakyatnya yang terancam kekeringan di berbagai daerah.
Kekeringan terburuk dalam sepuluh tahun terakhir ini di Somalia, diperparah dengan kenaikan harga bahan makanan yang melonjak sangat tinggi, yang sengaja diciptakan oleh para spekulator asal AS dan negara-negara kaya lainnya.
Dengan demikian rakyat Somalia yang kelaparan semakin babak belur, karena dihantam dari tiga sisi. Kenaikan harga yang diciptakan para spekulator, kekeringan, dan pemerintah Amerika yang sengaja menjalankan taktik "perang kelaparan".
Pemerintahan Obama benar-benar sengaja ingin membuat orang-orang Somalia menjerit, sebagai hukuman atas perlawanan mereka terhadap kungkungan Paman Sam.
Tapi bayi-bayi Somalia yang kelaparan tidak bisa menjerit, mereka bahkan tidak mampu untuk meneteskan air mata. [di/un/Hdytllah/Iqraku]
Berjanji ( Bai'at ) Kepada Siapa?
Kenyataan memilukan yang kita saksikan dan rasakan ini, tidak bisa lain, hanya merupakan salah satu saja dari akibat perpecahan kaum muslimin. Merelakan diri hidup berfirqah-firqah, menyuburkan jamaah minal muslimin, yang masing-masing merasa lebih benar. Anehnya dalam keadaan berpecah belah seperti itu, masing-masing dari golongan itu mengaku sudah kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Padahal Rasulullah dan para sahabat beliau, yang senantiasa beramar ma'ruf nahi munkar itu, tidak pernah membenarkan adanya pola hidup berpecah menjadi bergolongan dalam Islam. Sebaliknya mereka semua tunduk dan patuh di bawah kendali seorang Imam atau Khalifah.
Kita bersyukur ke hadirat Allah rabbul jalil, bahwa atas rahmat-nya para sabiquna awwalun, dari kalangan Muhajirin wal Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka. Sekalipun terjadi perbedaan Visi, bahkan bertengkar dan bersitegang urat leher di dalam memilih imam mereka, dengan berbagai argumentasi masing-masing yang mereka anggap benar, ternyata tiada sudi memperpanjang debat yang berakibat masing-masing golongan berdiri sendiri tanpa imam. Sebab mereka faham betul akan makna firman Allah :
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar ( QS.8:46 )
Cobalah bayangkan, sekiranya masing-masing "firqah" dari jama'ah minal Muhajirin, jamaah minal Anshar dan lain-lain. tetap bertahan dan dengan niat masing-masing ber'amar ma'ruf nahi mungkar, kembali kepada Al Quran dan Sunnah Rasul tanpa adanya kesatuan jama'ah dan imamah, serta masing-masing merasa benar dengan sikapnya itu. Apa gerangan yang bakal terjadi bagi kelanjutan perjuangan Islam, jika mereka membiarkan diri tanpa Imam?
Sekiranya hal itu terjadi, niscaya Ummat Islam kebingungan untuk memilih jama'ah manakah yang lebih afdhal. Apakah memilih jama'ah Muhajirin lebih utama ataukah mengikuti jama'ah Anshar? atau memilih alternatif lain, mengikuti jama'ah Muhajirin di tahun pertama dan ditahun berikutnya menyatakan diri keluar dari kelompok Muhajirin untuk bergabung ke dalam jama'ah Anshar. Dan misalkan masing-masing jama'ah membai'at anggotanya, maka bai'atnya pun tidak berarti apa-apa, karena mereka berpandangan boleh keluar masuk jama'ah secara bebas tanpa konsekuensi sam'an wa tha'atan. Bai'at yang seperti itu hanyalah permainan belaka dan tidak sesuai dengan sunnah Rasul, karena hakekat bai'at itu adalah berbai'at kepada Allah swt.
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. ( QS.48:10 )
Pantaskah Ummat Islam yang diwajibkan bersatu dan diharamkan berpecah belah oleh Allah dan Rasul-nya, hanya akan menampilkan organisasi-organisasi sempalan yang tidak nyunnah itu tengah percaturan dunia yang serba canggih dewasa ini? Ummatun yad'auna ilal khairi...dari contoh siapakah, bahwa keluar dari jamaah ataupun berdiri sendiri tanpa adanya Imam yang wajib didengar dan dita'ati?
Seharusnya timbul kesadaran dan keberanian dari sejumlah jama'ah minal muslimin dewasa ini. Bila mereka yakin bahwa sekarang ini tidak ada Jama'ah Ummat Islam , setelah kekhilafan Turki Utsmani hilang pada tahun 1924 dan tiada berkelanjutan (Estafeta perjuangan), mengambil alih permasalahan dami kelanjutan kekhalifahan bagi seluruh ummat islam.
Hendaknya ada yang tampil memroklamirkan kembali berdirinya sistem tersebut, walaupun hanya menguasai sekeping wilayah di permukaan bumi ini. Sekiranya dihancurkan musuh dan kalah lagi, maka ummat islam tetap berkewajiban melanjutkan meskipun dalam keadaan sembunyi dan dalam situasi darurat, sehingga secara terus menerus ummat Islam tidak kehilangan jama'ah dan Imamah.
Pemilihan seorang imam dapat berlanjut melalui musyawarah ahlul halli wal aqdi dari para warga yang telah menggabungkan diri ke dalam jama'ah. Bagaimana teknik pelaksanaanya, bisa dipikirkan kemudian; yang penting adanya kemauan yang kuat untuk maksud di atas terlebih dahulu. Sebab jika tidak berlanjut berarti hilanglah jamaah dan imamah untuk kesekian kalinya. Dalam keadaan demikian ummat Islam dihadapkan pada alternatif, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya:
"Dari Hudzaifah bin al-Yaman berkata: Bahwasanya orang banyak bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedang aku menanyai beliau tentang kejelekan karena khawatir akan menimpa diriku. Maka aku berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada dalam kejahiliyahan dan kejelekan, lalu Allah mendatangkan kebaikan (sekarang ini), maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan ?" Rasulullah bersabda: "Ya". Aku bertanya lagi, "Dan apakah sesudah kejelekan itu akan datang kebaikan lagi?" Rasulullah menjawab: "Ya, akan tetapi di dalamnya terdapat dakhonun (kerusakan)". Akupun bertanya, "Apakah kerusakan itu? "Beliau menjawab: "Suatu kaum yang mengambil sunnah bukan dari sunnahku dan menerima petunjuk buka dari petunjukku. Kamu mengenal mereka tapi kamu mengingkarinya". Aku bertanya, "Apakah sesudah kebaikan ada lagi kejelekan? "Beliau menjawab: Ya, Yaitu para penyeru di atas pintu neraka jahannam. Barang siapa memenuhi seruan mereka, maka terjerumuslah ia ke dalam jahannam itu". Aku berkata,"Wahai Rasulullah, Beritahukanlah sifat-sifat mereka kepada kami". Beliaupun bersabda: "Mereka itu adalah orang-orang dari bangsa kita sendiri dan berbicara dengan bahasa kita". Aku bertanya, "Apakah yang anda perintahkan kepadaku jika yang demikian itu aku dapati? "Beliaupun bersabda: "Hendaklah engkau senantiasa berada dalam jama'ah kaum muslimin dan imam mereka". Aku bertanya, "Bagaimana jika tidak ada jama'ah dan imam bagi kaum muslimin? " Beliau menjawab: "Maka hendaklah engkau terpaksa memakan akar kayu, sehingga maut merengut jiwamu sedangkan engkau tetap dalam keadaan demikian". ( HR. Bukhari Muslim )
Di dalam hadist tersebut hanya ada dua alternatif, yaitu mempertahankan jama'ah muslimin dan Imam mereka. ataukah menyingkir dari keterlibatan diri dari semua golongan yang ada karena kesesatab, sekalipun terpaksa hidup menderita hingga ajal tiba. Hal ini berarti penekanan, agar ummat Islam waspada jangan sampai kehilangan jama'ah dan imamah, sehingga mereka tidak perlu uzlah (mengisolir diri).
Adapun orang-orang beriman, ketika membaca hadist di atas, tidak mungkin berkata bahwa wawasan Rasulullah kurang luas dan miskin informasi. Mengapa beliau tidak mengatakan: "Jika jama'ah dan Imam bagi keseluruhan kaum muslimin sudah tidak ada, maka cukuplah dengan jama'ah-jama'ah minal muslimin (golongan-golongan dari ummat islam)". Ucapan demikian hanya dimiliki oleh otak orang-orang yang ada penyakitnya.
Jama'atum minal muslimin yang sadar akan tugas dan tanggung jawabnya terhadap Ad-Dienul Islam, niscaya akan segera bersatu dalam satu kesatuan jama'ah dan imamah, bukan justru mempertahankan statusnya yang berada diluar jamaah, tanpa Imam atau Khalifah. Islam tidak mengenal jalan buntu dalam menjawab problem ummatnya, kecuali bagi orang-orang yang sesat. Karena solusi bagi setiap persoalan senantiasa diberikan Allah kepada hamba-hambanya yang bertaqwa dan bersungguh-sungguh di dalam berfikir. Allah berfirman:
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ( QS.29:69 )
Patutlah kita bersyukur kepada Allah, bahwa para intelektual muslim dari berbagai bidang ilmu dan keahlian dewasa ini. Setelah menyaksikan kebobrokan mental manusia disegala tingkatan dan penindasan atas sesama yang terus merajalela, baik oleh mereka yang super kuat maupun yang bersembunyi di balik demokrasi serta tirai hak asasi, sebagai hasil binaan dan pengarahan dari konsepsi berdasarkan rekayasa otak manusia semata, tanpa iman dan perhitungan keselamatan akhirat.
Bukankah telah cukup banyak kita mendengar dan menyaksikan bahwa diantara para penguasa yang mengaku beragama Islam, ternyata tanpa segan-segan menganggap orang-orang yang beriman yang hendak menegakan hukum Allah dan Rasulnya sebagai penjahat dan pengacau, yang membuat keresahan di masyarakat? Apakah kita tidak berpikir, siapakah sesungguhnya mereka yang mengusir, memenjarakan dan membunuh orang-orang beriman yang sadar terhadap dien mereka? Layakkah mereka mendapatkan dukungan ummat Islam, justru untuk menghancurkan hukum Islam itu sendiri?
Maka kemanakah kita akan melangkah mempertanyakan adanya jama'ah dan imamah? belum pernahkah ada sekolompok muslim di muka bumi yang luas ini, yang dengan gagah berani memproklamirkan sistem kekhilafahan Islam setelah tahun 1924 tidak berlanjutnya kekhilafahan turki? ataukah buat selama-lamanya tidak akan pernah ada?
Adalah sangat mengherankan jika ummat Islam yang telah diwajibkan Allah dan Rasulnya untuk hidup dalam satu kesatuan jama'ah, justru hidup berpecah belah, berfirqah-firqah dan tiada sudi bersatu. Kenyataan yang mengherankan tersebut sesungguhnya hanya akibat dari apa yang telah dinyatakan Allah : Kullu hizbim bima ladaihim farihun (Setiap kelompok bangga dengan kelompoknya sendiri), disamping penyakit Al Wahn (Cinta dunia tapi takut mati) yang telah merajalela menyakiti batang tubuh kaum muslimin.
Ironisnya lagi, pertengkaran dan pertikaian antara sesama kelompok muslim dewasa ini justru di damaikan oleh penguasa-penguasa non Islam. Mengapa justru juru damai datang dari orang-orang kafir dan bukan dari kalangan ummat Islam sendiri? memang sangatlah menggelikan hati, Akankah kita terus menerus mengumandangkan slogan bersatu dan bersatu....sementara kita tetap statis dalam perpecahan? Belumkah tiba waktunya jama'ah-jama'ah minal muslimin keluar untuk memenuhi kewajiban berjama'ah dan menta'ati Ulil Amri minkum? dimanakah sikap kal bunyan yasuddu ba'dhuhum ba;dha (seperti bangunan yang kokoh, saling menguatkan diantara mereka) itulah pertanyaan serta agenda permasalahan yang mestinya di jawab oleh setiap muslim yang tulus dan mengharap keridaan Allah Malikurrahman.
(Abul Hasan/Mdnh/Iqraku)
sumber : http://iqraku.blogspot.com/
Senin, 30 November 2009
Ba’asyir: Sebutan Tokoh Muslim Berpengaruh adalah Definisi Amerika
Disebut sebagai muslim berpengaruh dunia versi The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Ustad Abubakar Ba’asyir justru merasa dirugikan. Pasalnya, pencatutan dirinya itu lantaran sebagai tokoh Islam radikal.
“Dimasukkanya saya sebagai tokoh muslim radikal berpengaruh dunia, merupakan salah satu cara pembunuhan karakter (character assassination),” ujarnya kepada www.hidayatullah.com.
Mantan Amir Majelis Mujahidin (MMI) ini menjelaskan dengan mengatakan Islam garis keras yang disandarkan pada dirinya hanya karena citra yang sudah diberikan oleh Amerika dan sekutunya. Padahal menurutnya, dia tidaklah seperti itu.
Sepengetahuan dia, dalam buku The 500 Most Influential Muslims in The World itu penulis membagi dua tokoh Islam, moderat dan radikal. Tokoh Islam moderat sebagaimana dimaksudkan Amerika adalah tokoh Islam yang tidak setuju syariat Islam diberlakukan. Mereka juga tidak setuju jika perjuangan adalah jihad. Sedang tokoh Islam radikal adalah golongan yang berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah dan berusaha menegakkan syariat Islam.
“Tokoh inilah yang oleh Amerika dinamakan garis keras,” tegasnya. “Dan karena saya ingin syariat Islam diberlakukan, maka saya dinamakan tokoh garis keras,” imbuhnya.
Mengenai penokohan itu terlepas radikal maupun moderat, menurutnya, dirinya tak layak ditokohkan.
“Saya ini nggak pantes dijadikan tokoh, apalagi sekaliber dunia,” ungkapnya. Namun lagi-lagi, menurutnya, Amerika memiliki kebiasaan membesarkan namanya di mata dunia sebagai cara pembunuhan carakter seperti itu.
Sebagaimana diketahui, dalam buku The 500 Most Influential Muslims in The World yang diterbitkan oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), terdapat delapan nama tokoh Indonesia yang masuk kategori muslim paling berpengaruh.
Diaantaranya Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan Abubakar Ba’asyir. Hasyim Muzadi disebutkan sebagai pemimpin NU, organisasi Muslim di Indonesia dan salah satu organisasi Islam paling berpengaruh di dunia.
Sementara itu, Din Syamsudin disebutkan sebagai pemimpin organisasi sosio-religius terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, dan Wakil Ketua MUI. Ia disebutkan sebagai tokoh yang sering melawan pluralisme agama serta tokoh yang membawa Muhammadiyah ke dalam jalur yang lebih konservatif dengan penegasan pada ijtihad dan hadits. Ia juga disebutkan sebagai seorang reformis.
Sementara itu, dalam kategori wanita, terdapat empat tokoh wanita Indonesia termasuk tokoh liberal Siti Musdah Mulia. Sementara nama Abubakar Ba'asyir dimasukkan tokoh radikal. [ans/hdytlh/Iqraku]
Minggu, 29 November 2009
Pengalamanku Betemu Syekh Usamah bin Ladin
Inilah kisah seorang ikhwan yang berjihad di bumi Afghanistan dan mendapatkan kesempatan langka bertemu langsung dan bertatap muka dengan Syekh Usamah bin Ladin. Seperti apa Syekh Usamah bin Ladin ketika berada di bumi jihad ? Bagaimana akhlak dan perilaku beliau ? Berikut penuturannya...!
Di Medan Pertempuran
Ada beberapa jabhah (front) yang pernah saya terjuni dan adapula beberapa kali operasi perang yang saya ikuti, tetapi rasanya tidak ada faedahnya sama sekali jika saya ceritakan disini, terutama bagi saya sendiri.
Saya disini hanya akan menceritakan sedikit kenangan manis saya, semasa di Front Joji Paktia Afghanistan, terutama perjumpaanku dan perkenalanku dengan Asy-Syekh Usamah bin Ladin rhm pada sekitar pertengahan tahun 1987.
Joji adalah suatu tempat pegunungan atau perbukitan yang letaknya di wilayah Paktia, wilayah bagian selatan Afghanistan, perbatasan dengan wilayah Pakistan tempatnya sangat indah dibandingkan dengan tempat-tempat lain yang pernah saya kunjungi karena dipenuhi dengan pepohonan sejenis cemara atau pinus, sedang di tempat lain hanya terlihat bebatuan belaka, tempatnya sangat dingin lagi sejuk, jika datang musim dingin saljunya tinggi bisa mencapai dua meter atau lebih.
Pegunungan dan perbukitan ini sangat strategis baik untuk pertahanan maupun penyerangan bagi kedua belah pihak baik bagi mujahidin maupun bagi pasukan kafir komunis Rusia.
Strategis bagi mujahidin karena ia merupakan pintu masuk utama untuk pengiriman logistik, amunisi, pasukan dan sebagainya dan sangat strategis untuk penyerangan sebab tempatnya tinggi, sangat membantu para mujahidin untuk menyerang tempat-tempat di sekitarnya yang belum dikuasai baik dengan pasukan infantri maupun artilerinya.
Adapun bagi tentara kafir komunis Rusia, tempat ini sangat berharga lagi mahal, mereka siap membeli tempat ini seandainya dijual dengan berapapun bayarannya, sebab dengan menguasai Joji, akan dapat mengunci mati pergerakan mujahidin di daerah ini, dengan kata lain, mujahidin tidak bisa memasuki wilayah Afghan, jika hendak memasuki akan dengan mudah disekat dan dipatahkan, maka dengan terpaksa mujahidin akan meletakkan basenya di daerah wilayah Pakistan.
Jika para mujahidin tidak dapat memasuki wialyah Afghanistan, maka mereka tidak dapat melancarkan serangan, khususnya dengan senjata-senjata Artilery, sebab serangan tidak mungkin dilancarkan dari negeri tetangga, sebab ketika itu tentunya sangat sensitif sekali disamping menjaga hubungan saudara sesama muslim dengan Pakistan terutama dengan Almarhum Dhiya-Ul-Haq selaku Presiden Pakistan pada saat itu dan pada saat itu boleh dikata beliau adalah bapak asuh para Mujahidin.
Karena begitu strategisnya Joji bagi kedua belah pihak yang sedang bertempur, maka tempat ini sering sekali menjadi ajang pertempuran baik daratnya maupun udaranya, hingga dikuasai oleh mujahidin sepenuhnya dan menjadi aman dari serangan musuh karena tempat-tempat lain di sekitarnya telah dapat ditaklukan semuanya kalau tidak salah pada akhir 1987 atau awal 1988-an.
Di medan Joji juga terkenal dengan bunker-bunkernya (rumah bawah tanah) hampir seluruh mujahidin yang berada di front tersebut, camp mereka berada di dalam tanah, ada satu terowongan raksasa di bawah gunung yang dibuat oleh Mujahidin yang mana ribuan senjata bisa masuk bahkan berpuluh-puluh kendaraan berat bisa sampai di dalamnya.
Bertemu Syekh Usamah bin Ladin
Ikhwah mujahidin Arab mencatat sejarah rekor yang gemilang dalam peperangan Afghanistan dari melawan tentara kafir beruang merah dan bonekanya, kemudian memerangi kaum bughot dan munafikin hingga perang melawan tentara Salibis kafir yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
Sungguh jasa mereka besar sekali dalam membangun jabhah (front pertempuran) dan pertahanan di Joji, mereka membuat bunker-bunker dan trenche-trenche (parit perlindungan), bekerjasama dengan tandzhim-tandzhim Mujahidin Afghanistan terutama dengan Ittihad Al-Islamyyah yang dipimpin oleh Asy-Syekh AbdurRabbi Rasul Sayyaf pada saat itu, mereka tidak hanya berjasa dalam menyediakan fasilitas bahkan dalam setiap penyerangan ditempat tersebut, merekalah yang menjadi ujung tombaknya.
Hampir setiap petahanan terdepan Joji yang berdekatan dengan musuh diduduki oleh Ikhwah Arab ada satu-dua camp yang diduduki oleh mujahidin Afghanistan termasuk dari tandzhim Hizbul Islam pimpinan Al-Muhandis Ghulbuddin Hikmatyar, mereka berhasil menggali trenches dan membuat bunker di daerah paling depan yang menjorok ke daerah musuh, di daerah dan tempat ini mereka namakan "Ma'sadah" (tempat berkumpulnya para singa), maksudnya tempat berkumpulnya para mujahidin yang senantiasa siap menerkam dan mengganyang musuh-musuhnya, di tempat inilah Asy-Syekh Usamah bin Ladin hfz berada, beliau adalah komandan umum bagi seluruh mujahidin Arab yang ada di tempat itu, beliaulah yang memimpin pertempuran secara langsung.
Di ma'sadah inilah saya diperkenalkan oleh Allah swt dengan beliau yaitu di sebuah bunker bawah tanah yang tertutup dengan salju yang sangat tebal dalam keadaan gelap gulita hanya ada pelita kecil yang menyinarinya.
Semula saya tidak menyangka sama sekali kalau beliau itu Asy-Syekh Usamah bin Ladin, karena sebelumnya saya belum mengenali secara pasti atau dari dekat, memang saya pernah melihat sekilas saja lagi pula hanya dari kejauhan, disamping itu saya tidak mendengar seorangpun dari ikhwah Arab yang memanggil beliau dengan namanya pada saat itu, semuanya memanggil dengan nama Kuniyah yaitu : Abu Abdullah, sedangkan pada begitu banyaknya nama kuniyah dengan nama depan Abu, termasuk Abu Abdullah.
Tetapi alhamdulillah ada salah seorang mujahid Arab pelan-pelan membisikkan di telinga saya, katanya : "Ta'rif Anta ya Akhi?" (Kenalkah anda wahai saudaraku?), sayapun bertanya kembali, "Maaza?" (Apa?), Akhi itu mengatakan, "Haaza...Huwa Asy-Syekh Usamah Ibnu Ladin." Saya ketika itu merasa kurang percaya, lalu akh tersebut menambahkan "Uqsimu Billah" (Saya bersumpah demi Allah), begitulah kebiasaan orang Arab untuk mempercayai apa yang disampaikan.
Dengan informasi ini saya tidak menyia-nyiakan kesempatan dan peluang yang berharga ini, sayapun mulai memperkenalkan nama kuniah saya kepada beliau dengan tambahan ucapan-ucapan yang bersifat familier seperti : "Kaifa Hallukum?", "Kaifa Shihatukum", "Kaifa Akhbarukum?" (bagaimana keadaanmu, kesehatanmu, berita-beritamu), maka beliaupun menanggapi dengan senyum dan pandangan matanya yang khas sambil bertanya juga, "Kaifa Hallukum?", "Kaifa Shihatukum", "Kaifa Akhbarukum?
Hanya sebatas inilah perkenalanku dengan beliau, memang begitulah adab-adab perkenalan yang biasa dilakukan oleh mujahidin, masing-masing menjaga kerahasiaan satu dengan yang lain, sehingga satu sama lain saling tidak mengenali berasal dari negara mana ia datang, paling-paling sebatas terka-menerka, kecuali orang-orang tertentu saja yang mengetahui, jadi tidak ada seorang mujahidpun yang menyibukkan diri dengan bertanya, misalnya, Anda dari mana?, dengan siapa? Naik apa? dan lain sebagainya.
Biasanya orang yang menyibukkan diri dengan hal ini adalah para intel yang ditugaskan meskipun tidak semuanya, ada juga yang karena kebiasaan dan pembawaan sehingga sukar merubahnya, biasanya kalau ternyata dia seorang intel atau munafikin yang ditugaskan, pasti tidak betah untuk tinggal lama berada di Front bahkan ada juga yang baru satu atau dua hari, karena serangan bom musuh yang bertubi-tubi dia seperti cacing kepanasan ingin kembali ke negerinya atau ke tempat yang aman, bahkan ada yang akhirnya mengaku bahwa sebenarnya dirinya itu adalah seorang intel sembari merajuk dengan penuh kehinaan.
Dari masa-ke masa dari waktu-ke waktu dari hari-kehari saya dengan diam-diam memperhatikan kepribadian beliau sebab pada saat itu saya punya satu keyakinan bahwa Allah swt telah memberkati umur saya dengan dipertemukan bersama sosok hamba Allah yang memiliki keutamaan, dengan kelebihan yang tidak diberikan kepada yang lainnya.
Jika melihat beliau seolah-olah saya dipertemukan dengan salah seorang sahabat Nabi saw, yaitu Utsman bin Affan r.a atau Abdurrahman bin Auf, r.a karena pada beliau-beliau r.a ada salah satu sifat yang menyamainya, yaitu terjun ke medan perang dengan harta dan jiwanya.
Asy-Syekh Usamah bin Ladin hfz, sebagaimana yang telah dimaklumi umum bahwa beliau adalah seseorang yang boleh dikatakan bukan hanya sebagai millioner saja tetapi billioner atau lebih dari itu, namun beliau tidak menggunakan kekayaannya seperti kebiasaan orang kaya menggunakan hartanya, malah beliau terjun ke medan perang dnegan harta dan jiwanya dan siap hidup zuhud di medan perang sebagaimana mujahidin yang lain, maka ketika itu bisikan hati saya mengatakan orang seperti ini bukan mansuia sembarangan belum tentu dalam jutaan manusia ada satu orang dan sayapun hingga hari ini belum menemukan orang yang menyamainya.
Memang ada satu tabiat pada diri saya mudah-mudahan tabiat ini baik menurut Allah swt yaitu, saya dengan hamba allah yang punya kelebihan dan keutamaan, khususnya dalam urusan dien, meskipun orang tersebut dalam pandangan orang lain tidak ada kedudukan apa-apa bahkan dipandang remeh, sebab sangat sulit untuk mencari seseorang yang mempunyai satu kelebihan kemudian dengan kelebihannya itu berperan penting dalam suatu program yang sesuai sehinga dengan kehadirannya menambah kemajuan besar bagi Isalm dan kaum muslimin.
Rasulullah saw bersabda :
"Manusia itu bagaikan unta, dalam seratus unta anda tidak mendapati satu ekorpun darinya yang bisa dijadikan tunggangan yang baik."
Maka kalau kita perhatikan sepanjang sejarah perjalanan manusia sebenarnya tidak banyak orang-orang yang diberi kelebihan oleh Allah swt. Manusia yang dipilih menjadi Rasul-Nya hanya 25 orang saja, Ash-Shodiqin, Asy-Syuhada', Ash-Sholihihnnyapun terbatas jika dibandingkan dengan jumlah mayoritasnya.
Ulama' fuqoha', pakar-pakar tafsir (mufassirin) dari zaman sahabat r.a, hingga tabi'ut-tabi'in pun sangat terbatas, perawi-perawi hadits khususnya yang bertitel mukhorrij hanya beberapa orang saja, tidak sampai seratus jumlahnya.
Bersambung...
sumber : www.ar-rahmah.com
Kamis, 26 November 2009
Jejak-Jejak Iblis
"Maka setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya untuk menampakkan aurat keduanya yang tertutup kepada keduanya, dan setan berkata: 'Tuhanmu tidak melarangmu dari mendekati pohon itu melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)'. Dia bersumpah kepada keduanya, 'Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.' Dia membujuk keduanya dengan tipu daya...." (Al-A'raf: 20--22).
Adam dan Hawa tinggal di surga. Iblis iri dibuatnya. Ia menyimpan dendam kesumat terhadap keduanya. Iblis pun berjanji akan mendongkel mereka dari surga. Tidak hanya itu, iblis juga berjanji menggelincirkan anak cucu Adam sampai kiamat. Demi ambisinya, iblis bahkan meminta dispensasi kepada Allah untuk bisa hidup sampai akhir zaman. Ia pun mencari celah untuk menggoda Adam dan Hawa. Celah itu akhirnya ia temukan. Iblis membujuk keduanya agar mendekati pohon larangan. Pohon yang Allah melarang keduanya untuk mendekati dan memakan buahnya. Keduanya tertipu, mereka mendekati dan memakan buahnya. Iblis tertawa terbahak. Akhirnya, mereka semua dikeluarkan dari surga.
Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya untuk menampakkan aurat keduanya yang tertutup kepada keduanya.... Setan tahu jika keduanya mendekati pohon larangan, aurat mereka akan tampak, karena mendekatinya adalah larangan dan melanggar larangan adalah maksiyat kepada Allah. Fawaswasa lahuma? (Iblis kemudian membisiki keduanya). Waswasah adalah bisikan hati dan suara yang pelan. Artinya, iblis melakukannya secara halus, melalui bisikan hati, dan kadang tidak terdeteksi.
Setan berkata, "Tuhanmu tidak melarangmu dari mendekati pohon itu, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal di surga."
Pintu tipu daya terbesar adalah ketika iblis berhasil mengidentifikasi keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di surga. Demikian dikatakan oleh Ibnu Qoyyim. Keinginan?, itulah yang banyak menjadi pintu tipu daya setan. Seperti maklum, setan menggoda Anak Adam melalui aliran darah. Ia mencapai nafsu manusia dengan merasuk dan menanyainya, termasuk menanyai apa yang disukai dan apa yang tak disukai; apa yang diingini dan apa yang tak diingini. Anak Adam banyak terperdaya melalui pintu ini.
Setelah iblis berhasil mengendus keinginan moyang kita, ia menerapkan politik berikutnya. Apa itu? ia berkedok menjadi penasihat bagi keduanya. Tidak tanggung-tanggung, untuk meyakinkan Adam dan Hawa, ia harus bersumpah dengan nama Allah. Untaian kalimatnya pun dibuat simpatik, Waqaasamahumaa innii lakumaa la-minan-naasihiin (Dia bersumpah kepada keduanya, 'Sesungguhnya saya termasuk orang yang memberi nasehat kepada kalian berdua....').
Sebuah ungkapan yang membuai, Ada penegasan dengan sumpah (waqaasamahumaa) , ada penegasan dengan kata sesungguhnya (inni), unsur objek dikedepankan dari subjek (lakumaa sebelum naasihin) yang mengandung makna pengkhususan, sehingga ayat tersebut bisa bermakna, "Nasihatku kuberikan khusus untuk kalian berdua, dan manfaatnya kembali kepada kalian berdua, bukan kepadaku."
Pekerjaan menasihati juga diungkapkan dengan isim fa'il yang menunjukkan sifat, dan bukan fi'il yang menunjukkan kejadian yang baru terjadi, sehingga ia dapat dimaknai: memberikan nasihat adalah sifat, watak, dan profesiku, bukan hal yang bersifat insiden.
Iblis juga menggambarkan dirinya sebagai salah satu dari banyak penasihat (laminan-naasihin), dengan begitu seolah dia berkata, "Banyak orang menasihatimu dalam hal ini, sedangkan aku hanya salah seorang dari mereka." Ini serupa dengan ungkapan, "Semua orang sependapat denganku dalam masalah ini, dan aku hanyalah salah seorang yang menyuruhmu berbuat begitu."
Singkatnya, iblis menggunakan politik meyakinkan, membesarkan hati, dan memberikan solusi untuk sebuah tindakan membohongi, menipu, dan memperdaya. Untuk meyakinkan, ia tampil sebagai pemberi nasihat atau konsultan profesional, yang pendapatnya diklaim mewakili pendapat kebanyakan. Bahkan, untuk menipu Adam dan Hawa, Iblis perlu menjuluki pohon larangan dengan pohon kekekalan, seperti dalam firman Allah, "Setan berkata: 'Wahai Adam, maukah kutunjukkan kepadamu pohon kekekalan (syajaratul khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa'?" (Thaha: 120).
Politik Iblis banyak ditiru pengikut-pengikutnya. Termasuk pengikutnya dari golongan manusia. Ada politik "penghalusan" semacam di atas. Kemungkaran banyak dijuluki dengan nama cantik. Judi dinamakan adu ketangkasan. Dahulu, judi bahkan dinamakan sumbangan dana sosial; pelacur dijuluki wanita idaman; riba disebut bunga; pengingkaran terhadap ayat dinamakan kontekstualisasi; penyelewengan Alquran diklaim membumikan Alquran; pembantaian penduduk sipil disebut penegakan demokrasi. Memerangi Islam disebut memerangi teroris, dan seterusnya.
Mendompleng keinginan orang juga lazim digunakan para pengikut setan. Jika mereka bermaksud mempengaruhi orang, agar maksud jahatnya terwujud, mereka memulai menyinggung keinginan, kemauan, dan kebutuhan orang yang dipengaruhi, seperti keinginan Adam dan Hawa untuk kekal di surga. Kadang "singgungan" itu berupa rangsangan untuk menuju keinginan, kadang keinginan itu sendiri yang dipenuhi sebagai semacam "suapan". Betapa banyak misionaris yang membujuk umat Islam dengan kedok bantuan-bantuan kemanusiaan, terutama saat mereka tertimpa musibah atau terdesak kebutuhan. Juga betapa sering bangsa Barat memperalat pemerintahan negeri-negeri Islam untuk memerangi orang Islam dengan iming-iming yang menggiurkan atau yang lazim disebut dengan politik stick and carrot.
Sebagaimana iblis berkedok menjadi penasihat profesional, para pengikutnya di era modern juga demikian. Penasihat yang memberikan arahan dan solusi. Jika iblis melegalisasi profesionalismenya dengan sumpah atas nama Allah, dan dengan penguatan-penguatan lain, para penasihat modern tampil dengan performa yang meyakinkah, kredibel, bonafid, dan sejenisnya karena sebelumnya memang telah diopinikan demikian. Maka, ketika sebuah negara sakit, mereka tampil menjadi dokter. Orang sakit tentu susah dan kurang etis jika membantah sang dokter, tak peduli diagnosanya keliru, juga tak peduli obat yang diberikan racun sekalipun. Betapa banyak negeri yang sami'na waata'na didikte oleh lembaga semacam IMF dengan dalih penyelamatan, meskipun sesungguhnya penjerumusan.
Jika setan suka mengatasnamakan orang banyak (sesungguhnya aku salah satu pemberi nasihat), setan modern demikian juga. Untuk menjustifikasi kemauannya, ia perlu menyatakan bahwa ia didukung oleh banyak pihak. Meski kadang dukungan tersebut lebih bersifat klaim, misalanya penganugerahan nobel perdamaian dan sejenisnya. Bukankah pada era modern opini media massa yang membentuk fakta dan bukan fakta yang membentuk opini? Contoh menarik dewasa ini adalah daftar kelompok teroris versi PBB yang diklaim atas masukan banyak negara, seolah daftar tersebut mewakili aspirasi mayoritas penduduk dunia.
Akhirnya, marilah kita berlindung kepada Allah dari tipu daya setan, seperti diajarkan Allah dalam Alquran, "Katakanlah: 'Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahaan bisikan setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari golongan jin dan manusia'." (An-Naas: 1--6). (Abu Zahrah).
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Surga itu Tidak Gratis
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: 'Bilakah datangnya pertolongan Allah.' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat." (Al-Baqarah: 214).
Khabbab bin Arat ra, berteriak lantang: "Memang, ia (Muhammad) adalah utusan Allah kepada kita, untuk membebaskan dari kegelapan menuju terang benderang." Sebuah deklarasi keimanan justru saat dakwah Rasulullah baru pada fase sirriyah dan lemah. Pernyataan itu diperdengarkan di depan segerombol kafir Quraisy. Kontan, mereka murka mendengarnya. Khabbab, si pandai besi itu sadar akan resiko yang ia hadapi. Tak ayal, mereka memukuli dan menyiksanya. Ia terhuyung tak sadarkan diri. Tubuhnya bengkak-bengkak. Seluruh tulang persendiannya terasa nyeri. Darah mengalir membasahi pakaian dan tubuhnya.
Ini bukan akhir Khabbab menuai siksaan. Onggokan besi, bahan baku pedang, di rumahnya menjadi senjata makan tuan. Kafir Quroisy mengubahnya menjadi alat siksa yang mengerikan. Mereka masukkan besi ke dalam api hingga merah membara. Dililitkannya besi menyala itu pada kedua tangan dan kaki Khabbab. Sakit tiada terkira. Namun, semua itu tak menjadikan ia bergeming dari keimanan.
Derita Khabbab belum usai. Ummi Anmar, bekas majikannya, turun tangan. Wanita jalang itu menyiksa dan menderanya. Ia mengambil besi panas yang menyala dan meletakkannya di ubun-ubun Khabbab. Ia menggeliat kesakitan. Nafas tetap ditahan agar tak keluar keluhan, karena keluhan hanya akan menjadikan para algojo bersorak-sorak.
Sampai suatu ketika Khabbab datang menghadap Rasulullah saw di bawah naungan Ka'bah. "Wahai Rasulullah! tidakkah Anda memohonkan pertolongan bagi kami? Usul Khabbab. Rasulullah duduk, raut mukanya memerah seraya bersabda: "Dahulu sebelum kalian, ada orang disiksa dengan dikubur hidup-hidup. Ada yang kepalanya digergaji menjadi dua bagian. Ada pula yang kepalanya disisir dengan sikat besi hingga kulit kepalanya terkelupas. Tetapi siksaan-siksaan itu tidak memalingkan mereka dari agamanya. Demi Allah, Allah pasti akan mengakhiri persoalan ini, sehingga orang berani berjalan dari Shan'a ke Hadramaut tanpa rasa takut kepada siapa pun selain Allah, walaupun srigala ada di antara hewan gembalaannya, tetapi kalian tampak terburu-buru."
Itulah sepenggal episode kehidupan Khabbab r.a. Pada awal dakwah Islam, penyiksaan bahkan dialami oleh Rasulullah saw sendiri beserta para sahabat yang lain. Mungkin kita bertanya, mengapa Rasulullah saw dan para sahabatnya harus merasakan penyiksaan, sedangkan mereka berada pada pihak yang benar? Mengapa pula Allah Ta'ala tidak melindungi mereka, padahal mereka adalah tentara-tentara Allah, bahkan kekasih-Nya berada ditengah-tengah mereka?
Manusia dicipta bukan tanpa tujuan. Allah bermaksud mencipta manusia untuk beribadah kepada-Nya. "Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat: 56). Beribadah itulah tujuan utama penciptaan manusia.
Sifat dasar ubudiyah adalah taklif (beban). Dalam Islam, orang yang akil baligh biasa disebut mukallaf, artinya, orang yang dibebani. Dengan demikian ubudiyah mengharuskan adanya taklif, sedang taklif menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan terhadap hawa nafsu dan syahwat. Taklif tersebut, tersimpul dalam kalimat laailaaha illallah, yang bermakna tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain hanya Allah. Meski kalimat tersebut singkat, namun ia bermakna padat. Ia mengandungi totalitas penetapan (itsbat) atas obyek peribadatan, meliputi tujuan (qasd), niat, pengagungan (ta'dhim), pengharapan (raja'), dan takut (khauf) hanya tertuju kepada Allah semata. Kalimat tersebut juga mengandungi totalitas pengingkaran (nafyu) atas obyek peribadatan kepada selain Allah yang meliputi sesembahan yang diyakini dapat mendatangkan manfaat dan madharat (aalihah), makhluk yang rela diibadahi, diikuti, dan ditaati (taghut), fatwa atau jalan hidup yang menyelisihi Islam (arbaab), dan segala yang dapat memalingkan manusia dari Allah, seperti harta, tempat tinggal, dan keluarga (andaad).
Dengan demikian, berislam memang (seharusnya) menumbuhkan sikap revolusioner. Konsekuensi berislam, adalah tuntutan memenuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik menyangkut ubudiyah mahdlah atau ghairu mahdlah. Juga, ubudiyah harus murni hanya kepada Allah. Dus, harus menolak beribadah kepada selain-Nya, baik dari golongan jin maupun manusia. Hal ini tentu membawa potensi ancaman yang beragam, terutama dari unsur-unsur yang diingkari untuk diibadahi, baik dari golongan jin maupun manusia. Di sinilah maksud taklif menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan.
Jadi, memang sejak semula manusia diciptakan untuk siap menanggung beban, ujian, dan cobaan. Karena jannah yang dijanjikan Allah tidaklah gratis, melainkan harus ditebus dengan berislam, lengkap dengan segala konsekuensi yang harus dipenuhi dan resiko yang harus dihadapi.
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: 'Bilakan datangnya pertolongan Allah.' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat." (Al-Baqarah: 214).
Lantas apa maksud Allah? bukankah bagi-Nya segala sesuatu mudah jika mengendaki? hanya dengan kalimat kun fayakun(Jadilah! maka akan terjadi), termasuk mudah bagi Allah jika Dia menghendaki Islam tegak di muka bumi, juga mudah bagi-Nya jika mengendaki seluruh manusia memeluk Islam...?
Sengaja Allah tidak membuat semuanya berjalan mulus, Dia bermaksud menguji hamba-hambanya hingga dapat dibuktikan siapa yang mukmin dan siapa yang munafik, siapa yang jujur dan siapa yang dusta? Berislam secara lisan belaka, tanpa ada konsekuensi-konsekuensi tertentu, tentu akan sulit membedakan antara yang sungguh-sungguh dengan yang berpura-pura. Di sinilan relevansi mekanisme ujian dan cobaan bagi seorang hamba.
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: 'Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?' Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar, dan sungguh Allah mengetahui orang-orang yang dusta." (Al-Ankabut: 2--3). Wallahu a'lam.
Solidaritas
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Al-Hujuraat: 10).
Seorang muslimah Arab pergi ke pasar Yahudi bani Qainuqa. Ia mendatangi seorang tukang-sepuh untuk menyepuhkan perhiasannya. Muslimah itu bermaksud menunggu sampai selesai, tiba-tiba beberapa orang Yahudi datang mengerumuninya. Dengan nada mengejek, mereka meminta kepada si wanita untuk membuka purdahnya. Permintaan itu ia tolak mentah-mentah.
Namun, secara diam-diam, si tukang sepuh menyangkutkan ujung pakaian yang menutupi seluruh tubuh itu pada bagian punggungnya. Ketika si wanita berdiri, terbukalah aurat bagian belakangnya. Melihat pemandangan itu, orang-orang Yahudi bersorak riang. Si wanita pun menjerit meminta tolong.
Kegaduhan segera terjadi. Seorang mukmin yang kebetulan berada di lokasi segera bereaksi. Secepat kilat ia menyerang tukang sepuh dan membunuhya. Orang-orang Yahudi menjadi murka karenanya. Mereka balas mengeroyok si mukmin hingga terbunuh.
Insiden itu sebagai awal pengkhianatan Yahudi Qainuqa. Sebelumnya, mereka terikat perjanjian untuk hidup damai berdampingan dengan umat Islam. Nyatanya, kedengkian yang memuncak membuat mereka tidak bisa mengendalikan diri. Akibatnya, Rasulullah beserta para sahabat mengepung mereka selama beberapa hari. Mereka kemudian menyerah dan siap menerima hukuman sesuai nota perjanjian. Keputusunnya, mereke diusir dan tidak boleh hidup berdekatan dengan kota Madinah. Ini terjadi pada bulan Syawal tahun kedua hijriah, seperti diriwayatkan Ibnu Hisyam dalam Shirahnya.
Insiden ini menjadi sebuah peristiwa bersejarah. Ia bahkan menjadi pemicu bagi perubahan peta politik Madinah saat itu. Qainuqa mendapat keadilan dengan diusir dari Madinah. Meski ada faktor lain sebelum insiden ini, yaitu kedengkian kaum Yahudi atas kemenangan umat Islam di Badar. Seperti statement mereka ketika menyambut seruan Rasulullah: "Wahai Muhammad, apa kamu mengira kami seperti kaummu? Janganlah kamu membanggakan kemenangan terhadap suatu kaum yang tidak mengerti ilmu peperangan. Demi Allah, seandainya kami yang kamu hadapi dalam peperangan, niscaya kamu akan mengetahui siapa sebenarnya kami ini." (Al-Buthy, Fiqhus Shirah).
Melihat harga diri saudaranya dilecehkan, begitu besar solidaritas seorang sahabat. Begitu juga kecintaan sahabat terhadap Islam, tidak sudi melihat ajarannya diolok-olok. Begitu besar keputusan yang ia ambil, yang berisiko kematian bagi dirinya. Ia mencintai karena Allah, Ia membenci karena Allah. Dalam Islam, membela kehormatan ('irdl) adalah sebuah kemuliaan.
"Barang siapa terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid, dan barang siapa yang terbunuh karena membela darahnya maka dia syahid, dan barang siapa terbunuh karena membela agamanya maka dia syahid, dan barang siapa terbunuh membela keluarganya maka dia syahid." (HR Tirmidzi dan Nasa'i).
Ubadah bin Shamith, yang memiliki persekutuan dengan Qainuqa, secara tegas menyatakan kepada Rasululullah saw., "Sesungguhnya aku memberikan loyalitas kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin, dan aku melepaskan ikatan persekutuan dengan orang-orang kafir tersebut." (Al-Buthy, Fiqhus Shirah).
Apa yang melatarbelakangi sikap-sikap itu? Tak lain adalah cinta. Seperti perkataan Ibnu Qoyyim, "Pangkal perbuatan dan pergerakan di alam ini adalah cinta dan keinginan. Cinta melahirkan pengorbanan. Cinta memunculkan rasa cemburu dan benci terhadap lawan yang dicinta. Karena itu, kata Rasulullah, Autsaqu 'urol iimaani alhubbu fillahi wal bughdhu fillahi (Ikatan iman yang paling kuat adalah kecintaan karena Allah dan kebencian karena Allah) (R Abu Dawud dan Ahmad). Benci dan cinta adalah setali mata uang.
Karena cintanya terhadap Islam, keimanan sang sahabat terusik manakala menyaksikan pelecehan terhadap saudara muslimahnya. Ubadah bin Shamit demikian juga langsung memutuskan hubungan perlindungan dengan mereka. Mereka ditautkan rasa solidaritas persaudaraan, karena sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Sikap mereka menggambarkan seakan mereka satu bangunan yang saling menguatkan, satu tubuh yang jika ada organ tubuh lain sakit, ia turut merasakannya, seperti pernyataan Rasulullah saw., "Permisalan orang mukmin dalam mereka saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menaruh simpati adalah laksana satu tubuh, yang jika salah satu dari anggota tubuh merasa sakit, seluruh anggota tubuh lainnya turut merasakan dampaknya dengan panas atau tidak bisa tidur." (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah saw. juga bersabda, "Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain laksana sebuah bangunan yang sebagaian yang lain dengan sebagian yang lainnya saling menguatkan." (HR Bukhari dan Muslim).
Antara lain karena hal Itulah, mengapa dalam Asy-Syarhul Kabir dijelaskan bahwa ketika seseorang mempunyai kelebihan makanan, sedangkan ia membiarkan orang lain kelaparan hingga mati, maka wajib atasnya membayar diyat (penebus) kematian dengan hartanya sendiri dan harta keluarga dekatnya. Itu jika ia tidak sengaja membiarkannya mati kelaparan, jika ia sengaja, maka ada perbedaan pendapat. Sebagian Ulama berpendapat ia harus membayar diyat dari hartanya sendiri dan tidak boleh dibebankan kepada keluarga dekatnya. Sebagian yang lain berpandangan ia harus diqishas.
Juga karena sebab ini, disebutkan dalam Al-Bahrur Ra'iq, "Jika ada seorang muslimah di bagian timur ditawan musuh, maka wajib bagi kaum muslimin yang berada di bagian barat bumi untuk membebaskannya."
Cuplikan fatwa ini menggambarkan betapa solidaritas sesama mukmin merupakan hal yang sangat urgen dalam Islam. Muslim laksana satu bangunan yang saling menguatkan. Muslim laksana satu tubuh dan satu jiwa. Derita mereka derita kita, kesulitan mereka kesulitan kita. Jika seorang muslimah saja yang ditawan di belahan timur menjadikan wajib bagi muslimin di belahan barat untuk membebaskannya, maka bagaimana dengan ribuan muslimah yang tidak hanya ditawan, melainkan dianiaya, diperkosa, dibunuh seperti dialami muslimah Bosnia Herzegovina? Bagaimana pula dengan pembantaian yang menimpa muslim Afghanistan, Kasymir, Moro, Maluku, Poso, Irak dan kini palestina?
Sebagaimana penilaian banyak pihak bahwa pemerintah Indonesia hanya basa-basi dalam menyikapi invansi AS ke Irak dulu dan sekarang israel di palestine, penilaian serupa tertuju pada masing-masing pribadi, adakah dalam ukhuwah kita juga hanya berbasa-basi? Sudahkah solidaritas kita selama ini--apapun bentuknya--merupakan perwujudan maksimal dari apa yang kita miliki dan usahakan? Masing-masing kita yang mengetahui jawabannya. Nastaghfirullahal adhim. Wallahu a'lam. (Abu Zahrah)
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)