Kamis, 12 Agustus 2010

Hak-Hak al-Bara'


Adapun hak-hak al-bara' adalah sebagai berikut.
Pertama, membenci syirik, kufur, penganut-penganutnya, dan senantiasa menyimpan rasa permusuhan terhadap mereka, sebagaimana Ibrahim telah menyatakan secara terang-terangan. Firman Allah SWT yang artinya, "Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: 'Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku'." (Az-Zukhruf: 26 -- 27).

"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiranmu) dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja'." (Al-Mumtahanah: 4).

Kedua, tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dan selalu membenci mereka. Firman Allah SWT, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhku dan musuhmu sebagai teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena kasing sayang...." (Al-Mumtahanah: 1).

Ketiga, meninggalkan negeri-negeri kafir dan tidak bepergian ke sana, kecuali untuk keperluan darurat dan dengan kesesanggupan memperlihatkan syiar-syiar agama dan tanpa pertentangan. Sabda Rasulullah saw. yang artinya, "Aku melepaskan diri dari tanggung jawab terhadap setiap muslim yang bermukin di antara kaum musyrikin." (HR Abu Daud).

Keempat, tidak menyerupai mereka pada apa yang telah menjadi ciri khas mereka dan masalah dunia (seperti gaya makan dan minum) dan agama (bentuk syiar-syiar agama mereka). Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka." (HR Abu Daud).

"Berbedalah dengan orang-orang musyrik, tipiskanlah kumis kalian dan lebatkanlah janggut kalian." (HR Al-Bukhari).

Kelima, tidak memuji, membantu, dan menolong orang-orang kafir dalam menghadapi kaum muslimin.

Keenam, tidak meminta banuan dan pertolongan dari orang-orang kafir, dan menjadikan mereka sebagai sekutu-sekutu yang dipercaya menjaga rahasia dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan penting. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (Ali Imran: 118).

Ketujuh, tidak terlibat dengan mereka dalam hari raya dan kegembiraan mereka, juga tidak memberi ucapan selamat. Sebagian ulama menafsirkan kalimat syahadatuz zuur pada QS Al-Furqan ayat 72 dengan arti menyaksikan hari-hari raya orang kafir. (Dari riwayat Ibnu Abbas, Tafsir al-Qurthubi).

Kedelapan, tidak memohon ampunan bagi mereka dan juga tidak merasa kasihan terhadap mereka. Firman Allah SWT, "Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam." (At-Taubah: 113).

Kesembilan, tidak bersahabat dan meninggalkan majelis mereka. Firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan...." (Huud: 113).

Kesepuluh, tidak berhukum (tahakum) kepada mereka dalam menyaksikan perkara, tidak setuju dengan putusan mereka serta meninggalkan hukum Allah dan Rasul-Nya. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah SWT, "Dan barangsiapa yang tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir." (Al-Maidah: 44).

Kesebelas, tidak berbasa-basi dan bercanda dengan mereka dengan merugikan agama. Firman Allah SWT, "Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)." (Al-Qalam: 9).

Kedua belas, tidak menaati arahan dan perintah mereka. Firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi." (Ali Imran: 149).

Ketiga belas, tidak mengagungkan orang kafir dengan perkataan atau perbuatan, sebab bagaimana mungkin orang yang dihinakan Allah, kita hormati, Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kamu berkata kepada seorang munafik, 'Tuan,' karena seandainya ia benar tuan, sungguh kamu telah membuat Allah Azza wa Jalla murka." (HR Ahmad). Orang kafir dalam kaitan ini tentu lebih utama.

Keempat belas, tidak memulai salam waktu berjumpa dengan mereka. Sabda Rasulullah saw., "Janganlah kamu memulai dengan salam terhadap orang-orang Yahudi atau Nasrani, maka jika kamu melihat salah seorang di antara mereka di jalanan, maka deseklah ia ke tepi yang paling sempit." (HR Muslim). Kecuali, jika ada orang-orang muslim di tengah orang-orang kafir, maka hendaklah ia memberi salam, sebagaimana diriwayatkan muslim dari Usamah bin Zaid bahwa Rasulullah saw. melewati suatu majelis yang di dalamnya bercampur-baur antara Yahudi dan muslim, maka ia pun memberi salam kepada mereka. (HR Bukhari).

Kelima belas, tidak duduk bersama mereka ketika membuat pelecehan terhadap agama. Firman Allah SWT, "Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Alquran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena, sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka." (An-Nisa: 140). (Katib).

Sumber: Al-Madkhal li Dirasat al-Aqidah al-Islamiyyah 'ala Madzhai Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah, Dr. Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah al-Buraikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar