Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya." Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci. (QS.As-Shaf:8-9)
Minggu, 15 November 2009
Menegakkan Islam dengan Cara Islam
Judul diatas menggambarkan upaya sungguh-sungguh untuk memahami dan mempraktekkan dengan benar penegakan syareat Islam dengan cara yang sesuai dengan Islam.
PENDAHULUAN
Meskipun kenyataan factual banyak upaya yang dilakukan ummat Islam dalam menegakan kalimat Allah itu dengan berbagai cara. Adakalanya Islami tapi parsial, ada pula yang tidak Islami tetapi berusaha melegitimasi dengan dalil-dalil syar'i dengan lebih banyak bersifat ijthadi pada saat ada dalil, sebab ijtihad dilakukan pada saat tidak ada dalil atau dalil bisa difahami lebih dari satu pengertian.
Karenanya kita dapati berbagai corak perjuangan yang dilakukan ummat Islam satu sama lain menekankan pentingnya bidang garapan yang digelutinya. Para politisi muslim umpamanya, menekankan perjuangan Islam yang paling efektif adalah melalui jalur politik. Sementara para ekonom muslim menganalisa, mana mungkin perjuangan Islam bisa berhasil kalau ummat Islam lemah ekonominya. Demikian pula para juru dakwah mengemukakakan bahwa perjuangan Islam yang paling dominan adalah ummat Islam ini kembali berpegang kepada Islam agar mereka jaya, tanpa memperinci lebih jauh apa dan bagaimana merealisasikannya?dst?dst.
Maka dari itu tema ini menjadi penting untuk dibahas dalam rangka merekonstruksi perjuangan ummat Islam dalam menegakkan dienullah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta perjalanan salafus Sholeh sepanjang sejarah perjuangan ummat Islam.
TUJUAN
Kita menyadari bahwa tanggung jawab yang akan dipertanyakan kelak di hari akherat adalah tanggung jawab personal. Artinya Allah tidak membebankan tanggung jawab pihak lain kepada kita, kecuali kalau kita punya andil dalam persoalan tersebut. Karenanya banyak ayat yang menekankan tanggung jawab ini,
Allah SWT telah berfirman yang artinya:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
(Q. S. Al-Baqarah: 286)
"Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri."
(Q. S. An-Nisa: 84)
"Hai orang-orang yang beriman selamatkanlah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka."
(Q. S. At-Tahrim : 6)
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
"Mulailah dengan diri kalian sendiri atau mulailah dengan keluargamu"
Sehingga dengan demikian prioritas kita adalah menyelamatkan diri sendiri dari segala kemungkinan penyimpangan terhadap misi utama kehidupan kita yaitu :
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."
(Adz-Dzariyat : 56)
Apabila kita sadari hal itu, kita akan memahami arti ibadah seluas-luasnya, yaitu :
"Segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan kita sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhoi Allah SWT"
"Segala apa yang dicintai dan diridhoi Allah baik berupa perkataan, perbuatan yang nampak maupun yang tersembunyi." (Ibnu taimiyah, Al-'Ubudiyah hal 1)
Ini mengandung pengertian bahwa seluruh aktivitas kita harus sesuai dengan syareat Islam. Jadi fokusnya adalah kita sementara acuannya adalah syareat Islam.
Karenanya tidak benar seseorang yang belum mengerti ajaran Islam dalam membangun kepribadiannya, tetapi sudah sibuk bagaimana menegakkan Islam. Tidak berarti menegakkan Islam tidak penting, tetapi prosesnya salah. Sesudah seseorang dalam sekup individu melaksanakan tanggung jawab dirinya sebagai hamba Allah, dia akan melangkah menempati posisi dimasyarakatnya sesuai dengan kapasitas masing-masing. Disinilah terjadi interaksi dan kooperasi antara anggota masyarakat muslim sesuai dengan firman Allah SWT :
"Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."
(Q. S. Al-Maidah: 2)
Dan tanggung jawabnya semakin luas sesuai dengan kapasitas kemampuannya, sehingga dengan posisi masing-masing itu akan dimintai pertanggung jawabannya seperti sabda nabi SAW :
"Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah penanggung jawab dan setiap kalian akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Imam yang ada ditengah manusia adalah penanggung jawab dan dia akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya dan dia akan ditanyai tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dan seorang isteri bertanggung jawab terhadap rumah suaminya dan anaknya dan dia akan ditanya tentang mereka."
(HR. Bukhori, Muslim dan selain keduanya)
Dan apabila setiap individu tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah yang berkewajiban melaksanakan syareat Islam sesuai dengan kemampuannya, berarti dia telah berkhianat :
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui."
(Q. S. Al-Anfal : 27)
Dalam istilah fiqih bahwa tanggung jawab personal itu fardhu 'ain sedangkan tanggung jawab kolektif adalah fardhu kifayah. Adalah salah besar kalau ada orang yang mengutamakan fardhu kifayah (tanggung jawab kolektif) daripada tanggung jawab fardhu 'ain (individu). Tetapi menjadi sangat baik kalau dia mengerjakan fardhu 'ainnya juga melaksanakan fardhu kifayahnya. Kalau tidak maka seluruh ummat berdosa.
TAULADAN RASULULLAH SAW
Gambaran diatas akan lebih jelas pada personifikasi Rasulullah SAW sebagai taudalan bagi perjuangan ummat Islam. Dan mempelajari perjalanan perjuangan nabi SAW tidak boleh sepotong sepotong seperti mereka yang terperangkap dengan mengkotak-kotakan masa Makkah dan masa Madinah. Karena Islam sudah lengkap dan Nabi saw telah mempraktekkannya secara sempurna. makanya kewajiban kita adalah memahami sirah Nabi SAW itu secara komperehensif dan mempaktekkannya sesuai dengan kapasitas dan kondisi kita seperti firman Allah SWT, yang artinya:
"Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian ....."
(Q. S. Ath-Thaghobun : 16)
Dan Rasulullah saw memberikan arahan atas kelengkapan syareat Islam yang harus kita pedomani :
"Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan hal-hal yang wajib maka janganlah kalian meninggalkannya dan telah memberikan batasan-batasan maka janganlah kalian melanggarnya. Dia mengharamkan sesuatu maka janganlah kalian melanggarnya dan mendiamkan banyak hal sebagai rahmat bagi kalian, maka janganlah kalian mencari-cari (hukum)nya."
(HR. Daruqutni, hadits Hasan)
Dan beliau menekankan pegangan yang harus di pedomani pada saat terjadi perbedaan atau perselisihan :
"Maka barang siapa yang hidup diantara kalian, niscaya akan melihat perbedaan yang banyak. Maka hendaklah kalian (mengikuti) sunnahku dan juga sunnah Khulafa Ar-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk dan gigitlah dengan gigi geraham dan hendaklah kalian menjauhui perkara-perkara yang diciptakan karena sesungguhnya setiap bid'ah adalah sesat. "
(HR. Abu daud dan Tirmidzi , hadits Hasan)
Secara ringkas kita melihat praktek nabi SAW dalam membangun kekuatan Islam:
Nabi SAW ketika berada di Makkah beliau membuat kader yang difokuskan di rumah-rumah dan terutama di rumah Arqam bin Abi Arqom. Diantara kader yang matang ditugasi menyampaikan dakwah seperti Mushab bin 'Umair yang dikirim ke madinah.
Nabi SAW mencari tempat yang kondusif untuk mengembangkan dakwah dan kekuatan Islam. Beliau pergi ke Thoif tetapi tidak cocok. Kemudian beliau lebih memilih ke Madinah karena mendapat sambutan disana. Kemudian beliau membangunn masjid sebagai pusat kegiatan ummat Islam dan penempaan para kader.
Langkah berikutnya beliau mempererat hubungan sesama muslim dengan mempersaudarakan antara Muhajirin (dari makkah) dan Anshor (dari Madinah). Beliau membuat piagam madinah untuk membentengi ummat Islam dan memberikan hak-hak non muslim.
Nabi Saw mempersiapkan kekuatan untuk menghadang segala upaya ofensif kaum kuffar sampai 27 kali belaiu berperang antara perang defensif dan ofensif (seperti perang Tabuk).
Disini menjadi jelas bahwa kesatuan visi yaitu membangun akidah yang benar sampai kesatuan langkah yaitu kepada tegaknya kekuatan jihad merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. (lihat, DR. Robi' bin Hadi Al-Madkhal, Minhajul Anbiya, hal : 87)
Karena itu Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah menggunakan istilah perjuangan menegakkan Islam dengan cara Islam yaitu dengan ungkapan Jihad. Beliau membagi jihad ini menjadi 4 bagian:
Jihad menundukkan hawa nafsu meliputi 4 tahap:
Berjihad dengan mempelajari ajaran agama Islam demi kebahagiaan dunia dan akherat.
Jihad melaksanakan Ilmu yang diperolehnya itu, karena ilmu tanpa amal adalah tidak berarti dan bahkan membahayakan.
Jihad dengan berdakwah berdasarkan Ilmu yang benar dan praktek nyata.
Jihad menekan diri agar sabar terhdap cobaan dakwah berupa gangguan manusia (Empat hal inilah makna yang terkandung dalam surat Al-Ashr, yang kata Imam syafi' seandainya Allah tidak menurunkan ayat kecuali Al-'Ashr, niscaya cukup bagi manusia).
Jihad melawan syaithon meliputi dua hal:
Jihad melawan pemikiran syaithon berupa syubhat dan keragu-raguan yang dapat merusak keimanan. Perlawanannya adalah dengan keyakinan.
Jihad melawan syaithon yang membisikan agar terjerumus kepada syahwat hawa nafsu. Caranya dengan sabar dan menahan diri dengan berpuasa. (Lihat ,QS. As-Sajdah : 2)
Jihad melawan kaum kufar dan munafikin, melalui 4 tahap:
Dengan Kalbu
Dendan lisan
Dengan harta
Dengan tangan
Jihad melawan kaum kuffar lebih utama dengan tangan, sementara terhadap kaum munafikin dengan lisan.
Jihad melawan kedholiman, kemungkaran dan bid'ah ditempuh melalui tiga
tahap :
Dengan tangan kalau mampu, kalau tidak
Dengan lisan, kalau tidak mampu
Minimal dengan hati
(HR.Muslim)
Demikian 13 tingkatan jihad yang telah dilaksanakan secara sempurna oleh Rasulullah SAW . (Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, Zaadul Ma'ad, Juz 3 hal 6-12)
PENUTUP
Demikian uraian kami atas topik yang diberikan kepada kami. Semoga kita menjadi jelas sebagai pejuang-pejuang Islam yang meniti jalan salafus sholeh dan tidak terjerumus kepada methode perjuangan lain yang terbukti secara faktual telah gagal berulang kali baik lewat prioritas politik, apalagi perjuangan parlementer melalui demokrasi yang telah gagal lebih lima kali didunia Islam. Atau lewat metode sufi yang sedang marak digabung ekonomi atas nama manajemen kalbu, atau semacamnya. Tetapi kita perlu menempuh semua aspek integral baik aqidah, ibadah, akhlak, ekonomi, politik dan bahkan militer.
Benar kata Umar bin Khottob dalam ungkapan spektakulernya, yang artinya:
"Kami adalah kaum yang dimuliakan Allah dengan Islam, seandainya kami mencari selainnya, niscaya kami akan dihinakan oleh Allah."
Juga ucapan Imam Malik :
"Tidaklah urusan ummat ini akan menjadi baik kecuali dengan mengikuti hal-hal yang telah menjadikan ummat terdahulu menjadi baik."
Wallohu A'lam. (Farid Achmad Okbah)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar