Sabtu, 09 Januari 2010

AS PENJAJAH NYATA UMAT ISLAM


Selama periode pertama kepemimpinannya, Bush secara brutal menjadikan umat Islam sebagai obyek penjajahannya. Menurut laporan majalah kesehatan Inggris The Lancet, sekitar 100 ribu warga sipil Irak mungkin telah tewas sejak serbuan yang dipimpin Amerika atas negara mereka. (BBC online, 29/10/2004).

Setelah terpilih kembali, Bush menegaskan lagi politik luar negeri Kapitalismenya yang barbar. Bush akan menggunakan demokrasi dan terorisme sebagai alat untuk membenarkan tindakannya membunuhi kaum Muslim di dunia untuk mengeksploitasi kekayaan alamnya. Demokrasi, sistem kufur, yang ditawarkan AS tidak lebih untuk kepentingannya sendiri. Dalam jumpa pers yang pertama setelah terpilih Bush mengatakan, “Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi.” (Kompas, 6/11/2004).

Setelah itu, Bush segera menyerang Fallujah habis-habisan. Atas perintah Bush, yang didukung Inggris dan anteknya Allawi, Fallujah, daerah yang dikenal dengan banyak masjid, dibombardir. Dunia disuguhi kesadisan tentara AS yang membunuhi kaum Muslim yang sudah tidak berdaya di masjid. Untuk membungkam perlawanan, AS pun membunuh para ulama terkemuka di Irak yang tidak setuju dengan AS dan Allawi. Al-Quran pun mereka hinakan dengan cara dicampakkan dan dikoyak-koyak.

Apa yang terjadi pada kaum Muslim sekarang ini tidak lepas dari agenda penjajahan negara-negara kapitalis. Penjajahan—dalam segala bentuknya—bahkan merupakan tharîqah (metode) yang baku dalam politik luar negeri mereka. Negara-negara kapitalis-imperialis adalah seperti AS Inggris, Prancis, dan Jerman. Tujuan politik luar negeri mereka juga jelas, yakni menyebarluaskan ideologi Kapitalisme ke seluruh penjuru dunia.

Negara-negara imperialis ini jelas tidak akan membiarkan sedikitpun ada kekuatan lain yang dapat mengganggu misi mereka dan lestarinya penjajahan mereka. Ini berlaku dari dulu hingga sekarang. Perkara ini tampak jelas dalam perencanaan pertahanan AS yang dikemukakan oleh Pentagon pada Februari 1992, yang mempertegas kebijakan luar negeri AS untuk menghalangi munculnya pesaing baru Amerika dari mana pun.

Islam Musuh Nomor Satu Kapitalisme

Persatuan negeri-negeri Islam jelas merupakan ancaman besar bagi negara-negara imprialis Barat. Apalagi kalau persatuan itu dibangun di atas dasar ideologi yang sahih, yakni ideologi (mabda’) Islam; ideologi yang didasarkan pada akidah Islam dan diemban oleh institusi politik Islam yang menerapkan syariat Islam, yakni Daulah Khilafah Islam; sebuah negara yang akan membebaskan negeri-negeri Islam dengan jihad. Tidak aneh jika tiga perkara tersebut—akidah Islam, syariat Islam yang ditegakkan oleh Daulah Khilafah Islam, dan jihad—menjadi sasaran penghancuran oleh AS.

Sesungguhnya Islam telah dinominasikan oleh AS menjadi musuh utamanya, terutama setelah robohnya Komunisme. Negeri-negeri Islam menjadi sasaran terpenting AS dalam perang melawan terorisme. Tujuannya adalah untuk mengokohkan dominasi dan penjajahan AS di negeri-negeri Islam. Salah satu alasannya karena kaum Muslim di seluruh dunia sedang merintis jalan menuju kebangkitannya melalui upaya penegakan kembali Daulah Khilafah Islam. AS dan sekutu-sekutu imperialismenya sangat tahu persis, bahwa Daulah Khilafah itulah satu-satunya negara yang berkemampuan untuk meluluhlantakkan ideologi Kapitalisme yang dipimpin oleh AS.

Tidak aneh pula jika saat ini kita menyaksikan para pejuang syariat Islam dan Daulah Khilafah Islam dihalang-halangi dan ditindas. Mereka dituduh teroris, mengganggu stabilitas, dan memecah-belah. Menhan AS Rumsfeld, misalnya, pernah mengingatkan bahaya kaum ‘teroris’, “Tujuan mereka (para ekstremis) adalah menghancurkan pemerintahan yang ada di dunia, menegakkan Khilafah, menjadikan dunia di bawah tangan teroris, dan menentukan bagaimana tiap orang hidup. (thestar.com.my)

Agenda Penjajahan Negara Imperialis

A. Politik.
Di bidang ini tiga perkara yang menonjol adalah demokratisasi, disintegrasi, dan war on terrorism. Tiga isu ini menjadi alat untuk mengokohkan imperialisme AS di Dunia Islam.

1. Demokratisasi
Demokratisasi Dunia Islam menjadi agenda penting AS. Dalam pidatonya pada Kamis 6/11/2003 di depan The National Endowment for Democracy pada ulang tahun badan itu yang ke-20, Bush kembali menekankan pentingnya demokratisasi Timur Tengah. Dalam kesempatan itu, Bush mengungkap strategi ke depan bagi ‘pembebasan’ Timur Tengah. Ada beberapa argumentasi yang dilontarkan Bush tentang pentingnya demokratisasi di Timur Tengah. Menurutnya, selama kebebasan (freedom) belum tumbuh di Timur Tengah, kawasan itu akan tetap menjadi wilayah stagnan (jumud), ‘pengekskpor’ kekerasan, termasuk menjadi tempat penyebaran senjata yang membahayakan negara AS. Hal ini dipertegas lagi dalam pidato pertama terpilihnya kembali dirinya baru-baru ini.

Jelas, argumentasi demokratisasi ini penuh dusta dan kebohongan. Munculnya kekerasaan di Dunia Islam, terutama Timur Tengah selama ini, karena dipicu oleh tindakan zalim AS sendiri terhadap umat Islam. Berbagai krisis dan konflik di dunia saat ini merupakan reaksi keras kekejaman AS. Mungkinkah muncul perlawanan terhadap pasukan AS kalau mereka tidak menduduki Irak? Mungkinkah pula muncul perlawanan Hamas dengan aksi-aksi syahidnya kalau AS tidak terus-menerus mendukung penjajah Israel di bumi Palestina?

Lagi pula, mengapa AS baru memunculkan isu demokratisasi belakangan ini saja, padahal selama ini AS banyak berkolaborasi dengan pemerintahan diktator di Timur Tengah; AS juga telah lama bekerjasama dengan pemerintah Saudi yang diktator dan jelas-jelas tidak demokratis. Sebelumnya juga, AS pernah lama bekerjasama dengan rezim Saddam Hussein saat AS mendukung Irak dalam perang melawan Iran. AS juga, hingga saat ini, tetap saja mendukung penguasa Mesir Husni Mubarak yang dikenal diktator dan bertindak kejam terhadap para pejuang Islam. Dari sini jelas, isu demokratisasi tidak lain adalah untuk mengokohkan kedudukan penjajahan mereka di Timur Tengah.

2. Disintegrasi
Upaya disintegrasi negeri-negeri Islam tampak jelas dari campur tangan AS dalam setiap konflik yang berbau disintgerasi. Di Indonesia perkara ini tampak jelas dalam kasus Aceh, Ambon, Papua, dan Poso. Disintegrasi juga dilakukan lewat usulan dan kebijakan desentralisasi, otonomi daerah, isu putra daerah, Indonesia Timur-Barat, dsb.

Di belahan dunia lain, hal yang sama dilakukan di Irak dengan memunculkan isu Syiah-Sunni, negara federal, dsb. Di Sudan, beberapa perundingan dilakukan dengan pemberontak John Garang yang mengisyaratkan pengakuan terhadap pemisahan dan pemberontakan di Sudan Selatan. AS dan Eropa demikian semangat mengangkat krisis di Sudan Barat sebagai bentuk pembantaian etnis. Di sisi lain, AS diam seribu bahasa terhadap tindakan kejam para pemberontak di Sudan Selatan dan Barat tersebut.

Kenyataan sesungguhnya, negara-negara imperialis itulah—yang didukung oleh antek-anteknya—yang merekayasa konflik di negeri-negeri Islam. Mereka memunculkan konflik horisontal agar umat ini tetap terpecah-belah. Muncullah konflik Pakistan-Bangladesh, Iran-Irak, Irak-Kuwait, Filipina-Moro, Thailand-Pattani, Irak-Kurdi-Turki, Sudan Selatan, Timor Timur, Aceh, Papua, Poso, Ambon, dan lain-lain. Sudah banyak bukti, bahwa AS secara langsung atau tidak langsung membantu—dengan dana maupun persenjataan—pihak-pihak yang menghendaki disintegrasi.

Politik disintegrasi ini secara ‘klasik’ telah dijadikan AS untuk memecah-belah Dunia Islam. Politik disintegrasi juga dijadikan alat untuk menimbulkan konflik yang menjadi alasan AS untuk melakukan intervensi.


3. War on Terrorism
War on terorism masih menjadi isu yang dipelihara AS untuk kepentingan nasionalnya. Atas dasar perang melawan terorisme, AS mengintervensi negara-negara lain. Perang melawan terorisme juga mereka perkuat dengan isu agama seperti Perang Salib. Bush pernah mengatakan bahwa perang ini merupakan lanjutan dari Perang Salib. “This Crusade, this war on terrorism, is going to take a along time. (Perang Salib, perang melawan terorisme, akan memakan waktu yang lama),” katanya. (BBC, 16/9/2001).

Wakil Menhan AS urusan intelijen, Letjen William Boykin, juga pernah mengatakan, “The U.S. battle with Islamic terrorists as a clash with the devil (Perang melawan teroris Islam sama dengan perang melawan setan).” (VOA, 22/10/2003).

Upaya mempertahankan isu ini antara lain dengan pembentukan opini bahwa para teroris mengancam kepentingan AS dan dunia, jaringan teroris sangat kuat dan meluas, pemberian warning (peringatan-peringatan) tentang adanya ancaman terorisme, dll. Dalam konteks ini, beberapa tindakan teror sangat mungkin didalangi oleh AS, langsung atau tidak, untuk memperkuat anggapan adanya ancaman terorisme dunia. Bahkan, dalam forum ekonomi APEC (yang tidak berhubungan langsung dengan masalah politik) di Chile baru-baru ini, AS memaksakan agenda perang melawan terorisme ini.


B. Ekonomi: Liberalisasi, Privatisasi, dan Utang Luar Negeri
Negeri-negeri Islam masih menjadi obyek dari agenda ekonomi AS dan negara-negara imperialis kapitalis kufur lainnya. Hal ini tidaklah aneh karena negara-negara kufur itu sangat bergantung pada kekayaan alam negeri-negeri Islam, terutama minyak, seperti di Irak dan Saudi Arabia. Di Indonesia, secara rakus Freeport mengeksploitasi tambang emas di Papua. Agenda ekonomi ini juga penting bagi AS untuk menimbulkan ketergantungan Dunia Islam pada Barat, meskipun negeri-negeri Islam adalah negeri yang kaya. Program-program kapitalisasi ekonomi pun masih berlanjut hingga kini seperti privatisasi, utang luar negeri, investasi asing, pasar modal, mata uang dolar, dan lain-lain. Program ini dirancang oleh badan-badan penjajahan ekonomi seperti IMF, Bank Dunia, WTO, organisasi ekonomi regional, dan lain-lain.


C. Sekularisasi Pendidikan
Upaya AS yang paling menonjol adalah melakukan perbaikan kurikulum pendidikan agama di negeri-negeri Muslim yang tidak sejalan dengan kepentigan penjajahnnya. Di beberapa negeri Islam pelajaran yang memuat kejelasan tentang kekufuran, kejahatan Yahudi dan Nasrani, syariat Islam yang kâffah, dan jihad diintervensi untuk diganti. Hal ini terjadi di Indonesia, Mesir, Saudi Arabia, Yordania, dan negeri-negeri Islam lainnya.

Kedubes AS di Indonesia, misalnya, secara terbuka mengirimkan buku-buku ‘propaganda’ AS ke pesantren-pesantren di Indonesia. Di Saudi dilakukan operasi besar-besaran untuk memantau dan memeriksa para penceramah agar tidak bertentangan dengan kepentingan AS. Korbannya, lebih kurang 1000 khatib dipecat karena dianggap tidak memenuhi syarat. Untuk mencegah munculnya teroris, Maroko menutup 600 masjid. Di Mesir dan Yordania, para ulama anti Barat dan zionis Israel dilarang muncul di TV dan berceramah. Semuanya di bawah tekanan untuk memenuhi kepentingan AS.

Maksud AS dengan perubahan kurikulum ini adalah jelas, yakni menghilangkan tiga kekuatan utama kaum Muslim: akidah, syariat yang diterapkan oleh Khilafah, dan jihad. Sebab, selama tiga kekuatan ini masih hidup di dalam benak dan sanubari kaum Muslim, AS akan mengalami banyak hambatan untuk memuluskan penjajahannya atas kaum Muslim.


D. Budaya dan Gaya Hidup
Tidak ada satu aspek pun yang tidak diserang oleh negara-negara imperialis, tak terkecuali dalam hal budaya dan gaya hidup. Penduduk negeri-negeri Islam pun diformat pemikiran dan perasaannya dengan budaya dan gaya hidup Barat yang najis. Semua itu dipropagandakan oleh negeri-negeri Barat dengan sungguh-sungguh serius.

Target Barat dalam hal ini adalah jelas, menjauhkan kaum Muslim dari budaya dan gaya hidup Islam, meninabobokan mereka dengan kesenangan semu, merusak moral pemuda Islam, dan juga untuk kepentingan ekonomi.


E. Militer: Pendudukan Irak, Afganistan, Palestina
Tidak puas dengan menjajah lewat ekonomi, budaya, atau pendidikan, negara-negara imperialis penjajah kufur pun menyerang negeri-negeri Islam, dan mendudukinya secara langsung. Dengan berbagai alasan yang penuh kebohongan mereka membunuhi rakyat yang tidak berdosa, memperkosa para wanitanya, dan melanggar kehormatan rumah-rumah kaum Muslim. Inilah yang terjadi di Irak, Afganistan, Palestina, dan negeri-negeri Islam lainnya.

Negara-negara imperialis melakukan ini setelah mereka melihat bahwa kepentingan mereka tidak bisa dimaksimalkan oleh agen-agen mereka di negeri-negeri Islam. Mereka pun turun langsung dengan alasan mengganti rezim yang diktator (padahal merekalah yang membentuk, mendukung, dan mempertahankannya selama ini).


F. Pemikiran

1. Penghancuran akidah dan syariat Islam
Hal ini dilakukan dengan mengaburkan akidah Islam sebagai satu-satunya agama yang benar. Di bidang akidah, mereka mengusung ide persamaan agama, dialog antaragama, pluralisme, dll. Di bidang syariat, mereka melakukan upaya liberalisasi Islam, desakralisasi ajaran Islam, dan penjungkirbalikkan hukum-hukum Islam atas nama kontekstualisasi. Hermeneutika pun kemudian dijadikan metode utama untuk menafsirkan al-Quran.

Semua itu dilakukan Barat karena mereka sangat sadar, bahwa penjajahan mereka terhadap negeri-negeri Islam bisa terhambat karena pemikiran dan perasaan Islam yang dianut oleh kaum Muslim. Selama mereka masih berpegang teguh dengan akidah dan syariat Islam, memperjuangkan tegaknya kembali Daulah Khilafah Islam, dan memandang bahwa jihad adalah kewajiban, mereka tidak akan bisa ditaklukkan.

Penjajah Barat antara lain menggunakan anak-anak kaum Muslim sendiri untuk menghancurkan masyarakatnya. Muncullah kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Muslim, tetapi dengan bangga menyebarkan ide-ide yang rusak. Atas nama liberalisme, demokrasi, dan pluralisme mereka menjadi agen Barat yang menghancurkan kaum Muslim sendiri dengan mengokohkan sekularisme di negeri-negeri Islam.

Untuk itu, AS dan negara imperialis lainnya mendukung secara penuh upaya dekonstruksi akidah dan syariat Islam ini, seperti lewat bantuan dana. Bantuan ini bisa secara resmi lewat pemerintah atau organisasi-organisasi asing yang sejalan dengan kepentingan AS seperti LSM dan yayasan (foundation). Seperti diketahui, The Asia Foundation banyak memberikan bantuan dalam penyebaran ide-ide yang menghancurkan Islam. Salah satu hasilnya adalah Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang sebagian besar isinya justru bertentangan dengan syariat Islam.

2. Membentuk citra negatif Islam
Dari segi pemikiran, Barat berikut antek-anteknya—baik dari kalangan intelekual maupun yang mengklaim ulama—berupaya untuk menyesatkan, mengaburkan, dan memberikan citra negatif ide-ide Islam. Tujuannya adalah agar kaum Muslim jauh dari nilai-nilai Islam, terutama syariat Islam. Ide-ide syariat Islam pun dijelek-jelekkan. Dikatakan, misalnya, poligami menindas wanita, potong tangan tidak manusiawi, jilbab menindas wanita, dll.

Menarik rekomendasi yang diusulkan oleh Ariel Cohen, Ph.d yang diterbitkan oleh The Heritage Foundation, yang dikenal dekat dengan pemerintah AS. Menurutnya, AS harus menyediakan dukungan pada media lokal untuk membeberkan contoh-contoh negatif dari aplikasi syariat, seperti potong tangan untuk kejahatan ringan atau kepemilikan alkohol di Chechnya, keadaan Afganistan di bawah Taliban atau Saudi Arabia, dan tempat lainnya. Perlu juga diekspos perang sipil yang dituduhkan kepada gerakan Islam di Aljazair. (Hizb ut-Tahrir: An Emerging Threat to U.S. Interests in Central Asia).

Hal yang sama diusulkan Cheryl Benard yang diterbitkan oleh the Rand Corporation. (Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies, hlm. 1-24).

Jadi, jangan heran kalau isu-isu di atas paling getol dikampanyekan oleh Barat, termasuk jaringan pendukungnya dari kaum Muslim sendiri.

3. Membuat dikotomi dalam Islam dan kelompok Islam: fundamentalis-modernis, kultural-struktural, militan-moderat, dan lain-lain
Dengan membuat dikotomi ini AS berharap terjadi pertentangan antar kelompok Islam, yang jelas akan menghambat bangkit dan bersatunya umat Islam. Konflik pemikiran yang diturunkan dari dikotomi ini diharapkan menguras energi intelektual kaum Muslim dari pembahasan yang sebenarnya. Umat Islam pun diharapkan lupa bahwa musuh mereka yang sebenarnya adalah ideologi Kapitalisme yang dipimpin AS.


Khatimah

Itulah beberapa agenda penjajahan Barat atas Dunia Islam, yang sebetulnya sudah lama dilancarkan, tetapi semakin menguat dalam beberapa tahun terakhir ini.

Bagaimanapun, Barat dengan kekuatan negaranya yang dibangun atas dasar ideologi Kapitalisme yang mengglobal harus dilawan dengan kekuatan negara yang dibangun di atas ideologi yang juga mengglobal. Negara tersebut adalah Daulah Khilafah Islam. Daulah Khilafah Islam akan menghimpun potensi kaum Muslim dan menyatukan Dunia Islam untuk kemudian berjihad melawan penindasan negara-negara Barat kapitalis.

Jihad berperang melawan negara-negara Barat kapitalis—termasuk melalui perang propaganda—tentu saja akan dapat dilakukan secara seimbang jika kaum Muslim bersatu di bawah naungan Daulah Khilafah Islam. Allah Swt. berfirman:
Oleh sebab itu, siapa saja yang menyerang kalian, seranglah dia, seimbang dengan serangannya terhadap kalian. (QS al-Baqarah [2]: 194).

Oleh: Farid Wadjdi
syabab muslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar