Kemana Kalian Akan Pergi?
* Wajib militer … engkau dapatkan seorang pemuda, ia pergi dari satu tempat ke tempat yang lain, supaya diberi stempel, dipercaya dan diberi tanda tangan untuk dapat pergi ke Yordan, kenapa?! Atau ke Saudi atau ke tempat lain, atau ke Tunis atau ke Al Jaza-ir, untuk apa?! Hanya supaya mereka ditangguhkan untuk mengikuti wajib militer..?
Kalian berbuat seperti ini terhadap wajib militer yang ditetapkan oleh pemerintah? Namun terhadap wajib militer yang ditetapkan oleh robb-nya para penguasa, seluruh manusia bukan hanya meminta diundur akan tetapi mereka meninggalkannya sama sekali. Saya katakan kepadanya: Apakah engkau tinggalkan wajib militer yang ditetapkan oleh robbul 'alamin namun engkau mau mematuhi wajib militer yang ditetapkan oleh pemerintah?! Apakah ini perbuatan orang berakal?! Bagaimana?! Kemana akal kalian?! Kalian wajib berangkat berperang?! Wajib sebagaimana sholat?!
* Adapun nerakan jahannam dan kematian yang lebih dekat daripada tali sandalnya, ia tidak memperdulikannya sama sekali. Bahkan sebagian orang dengan sukarela memberikan nasehat supaya engkau meninggalkan apa yang diwajibkan Alloh kepadamu!!!
Ia mengatakan kepadamu: Wahai saudaraku, selesaikan sekolahmu!
Wahai saudaraku, ke mana engkau akan pergi?!
Wahai saudaraku engkau berada di dalam salah satu benteng Islam di sini, di negerimu!
Wahai saudaraku, keberadaanmu di sini di universitasmu akan bermanfaat untuk negaramu!
Apabila engkau pergi meninggalkan negaramu untuk orang-orang sosialis, komunis, nasionalis dan freemasonry (zionis)!!
Ya .. memang jihad itu wajib, bukan hanya di Afghanistan saja, akan tetapi jihad itu wajib di setiap tempat, berjihadlah di sini, berjihadlah di Palestina. Mereka mengatakan: Wahai saudaraku, pergilah ke selain Afghanistan --- sedangkan lisannya sepanjang lima jengkal --- kenapa engkau tidak pergi ke Palestina saja?! Saya tidak tahu .. karena dia tahu bahwa dia tidak akan bisa pergi ke Palestina dan juga orang yang menasehatinya itu juga tidak dapat pergi ke Palestina.
* Oleh karena itu, ini semua adalah kewajiban yang terlupakan dan terabaikan. Kewajiban yang telah hilang dari kita sebagai kaum muslimin. Telah hilang dari benak manusia. Engkau dapatkan seseorang tinggal di negerinya dalam keadaan sejahtera, sehat tubuh dan akalnya, fisiknya utuh, muslim, mengerjakan sholat, qiyamullail dan puasa, namun ia tidak datang ke bumi jihad. Sedangkan dia adalah orang yang dihormati ditengah-tengah kaumnya. Di sisi lain, jika kaumnya melihat dia tidak berpuasa pada bulan romadlon, pasti akan jatuh martabatnya di pandangan mereka. Seandainya mereka melihatnya meninggalkan sholat pasti akan mereka campakkan, mereka tinggalkan dia. Namun jika dia tidak berjihad mereka tidak mencampakkannya dan tidak meninggalkannya … apa bedanya?! Sesungguhnya dosa orang yang tidak berpuasa itu lebih ringan --- wallohu a'lam --- di sisi Alloh daripada orang yang tidak berjihad fi sabilillah .. kenapa?! Karena orang yang tidak berpuasa hanya akan membahayakan dirinya sendiri, sedangkan orang yang tidak berjihad itu membahayakan dirinya dan umat Islam secara keseluruhan:
Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Alloh dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo'a:"Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau". (An Nisa':75)
Petikan dari Wasiat Syaikh Abdulloh 'Azzam
Sungguh kecintaan kepada jihad benar-benar telah menguasai hidupku, jiwaku, perasaanku, serta hati dan inderaku. Ayat-ayat muhkamat dalam surat at taubah yang menerangkan syariat terakhir mengenai jihad dalam Islam, benar-benar telah memeras kesedihan hatiku untuk mencabik-cabik duka jiwaku, sedangkan aku sadar akan kekuranganku dan kekurangan kaum muslimin dalam melaksanakan kewajiban perang di jalah Alloh ini.
Sesungguhnya ayatus saif (ayat tentang kewajiban mengangkat pedang) telah memansukh (menghapus hukum) lebih dari 120 (atau 140) ayat sebelumnya yang berbicara tentang jihad. Ini benar-benar merupakan bantahan yang telak dan jawaban yang tuntas bagi orang yang mau bermain-main dengan ayat-ayat Alloh yang berkenaan dengan perang di jalan Alloh. Juga buat orang yang begitu berani mentakwilkan ayat-ayat muhkamat atau berani membelokkan arti dhohir yang telah qoth’iy baik maksud maupun keabsahannya. Dan ayatus saif (ayat tentang kewajiban mengangkat pedang) itu adalah:
“ ….. dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah bahwasannya Alloh beserta orang-orang yang bertaqwa “. (QS. At Taubah [9]: 36).
Atau:
“ Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “. (QS. At Taubah [9]: 5).
Sungguh mencari-cari alasan untuk tidak berangkat berjihad dengan alasan yang bermacam-macam itu akan mengotori jiwa. Karena merelakan diri untuk tidak berperang fii sabilillah merupakan sendau gurau dan main-main bahkan mempermainkan diin (agama) Alloh. Padahal kita diperintahkan agar berpaling dari orang-orang seperti mereka, berdasarkan nash Al Qur’an:
“ Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikabn agama mereka sebagai main main dan sendau gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia “. ( QS. Al An’am : 70).
Sesungguhnya mencari-cari alasan dengan angan-angan tanpa melakukan i’daad (mempersiapkan kekuatan) adalah kondisi jiwa yang kerdil yang tidak mempunyai semangat untuk mencapai puncak gunung.
Jika memang jiwa itu besar
Tentu badan itu akan bersusah payahlah untuk memenuhi cita-citanya …
Duduk-duduk berdampingan dengan masjidil harom dan memakmurkannya dengan berbagai amal ibadah tidak mungkin dapat dibandingkan dengan jihad di jalan Alloh. Dalam Shohiih Muslim disebutkan bahwa ayat:
“ Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian serta berjihad di jalan Alloh. Mereka tidak sama di sisi Alloh; dan Alloh tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zhalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Alloh dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Alloh; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan. Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan jannah, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalanya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Alloh-lah pahala yang besar “. (QS. At Taubah [9]: 19-22)
… ayat ini turun ketika para shahabat berselisih pendapat tentang amal apakah yang paling utama sesudah iman. Di antara mereka ada yang mengatakan: “ Meramaikan Masjidil Harom (adalah amalan yang paling utama)“. Yang lain lagi berkata: “ Bukan, tapi (amalan yang paling utama setelah iman itu adalah) memberi minum orang-orang yang beribadah haji “. Yang lain lagi berkata, “ Bukan, tapi (amalan yang paling utama setelah iman itu adalah) jihad di jalan Alloh “.
Dengan demikian maka ayat-ayat tersebut adalah merupakan nash yang menetapkan bahwa jihad di jalan Alloh itu lebih besar (derajat dan pahalanya) darin pada meramaikan Masjidil Harom, sebab peristiwa yang menjadi penyebab turunnya ayat ayat-ayat tersebut adalah adanya perselisihan pendapat di antara para shahabat seputar masalah ini. Padahal peristiwa yang menjadi sebab turunnya ayat itu tidak boleh dikhususkan atau dita’wilkan, sebab peristiwa yang menjadi penyebab turunnya suatu ayat itu masuk ke dalam apa yang dimaksud oleh ayat tersebut secara qoth’iy.
Dan semoga Alloh merahmati ‘Abdulloh Ibnul Mubaarok. Suatu ketika beliau berkirim surat kepada Al Fudloil bin ‘Iyaadl, yang berbunyi :
Wahai orang yang beribadah di dua masjid harom, seandainya engkau melihat kami …
Tentu engkau akan mengerti bahwa engkau dalam beribadah itu hanya bermain-main …
Kalau orang pipinya berlinangan air mata …
Maka sesungguhnya leher kami berlumuran dengan darah …
Tahukah anda pendapat seorang yang ahli fiqih, ahli hadits dan sekaligus mujahid ini (yaitu ‘Abdulloh bin Mubaarok) tentang orang yang duduk-duduk bersanding dengan Masjidil Harom, beribadah di dalamnya, sedang pada saat yang sama kesucian Islam dilecehkan, darah kaum muslimin ditumpahkan, kehormatan mereka diinjak-injak dan dihinakan serta Diin (agama) Alloh dicabut sampai akar-akarnya! Saya katakan bahwa beliau berpendapat, “…. itu adalah bermain-main dengan Diin (Agama) Alloh ….. “.
Benar, membiarkan kaum mulimin disembelih di muka bumi, sedangkan kita hanya membaca Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilaihi Rooji’uun dan Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaahil ‘Aliyyil ‘Adziim sambil membuka telapak tangan kita dari kejauhan tanpa terdetik di hati kita untuk tampil membela mereka, sungguh ini adalah bermain-main dengan Diin (agama), gelitikan dusta perasaan yang dingin yang senantiasa menipu dirinya sendiri.
Bagaimana tetap tinggal diam, dan bagaimana seorang muslim bisa tenang …
Sedang kaum muslimat bersama musuh yang kejam …
Saya berpendapat sebagaimana yang telah saya tuliskan dalam buku Ad Difaa’ ‘An Aroodhil Muslimiin Ahammu Furuudhul A’yaan (Terj. Mempertahankan Bumi Kaum Muslimin Adalah Fardhu ‘Ain yang Paling Utama). Dan sebelum saya berpendapat seperti ini Ibnu Taimiyah telah berpendapat seperti ini. Beliau mengatakan: “Jika musuh menyerang dan merusak seluruh urusan Diin (agama) dan dunia, maka tidak ada saat itu yang lebih wajib setelah iman selain melawan mereka.”
Saya berpendapat – walloohu a’lam – pada hari ini tidak ada bedanya antara orang yang meninggalkan jihad dengan orang yang meninggalkan sholat, puasa dan zakat ?
Saya berpendapat semua penduduk bumi sekarang ini memikul tanggung jawab besar di hadapan Alloh kemudia di hadapan sejarah.
Sungguh saya berpendapat tidak ada alasan yang bisa diterima untuk meninggalkan jihad, baik alasan berda’wah, menulis buku, tarbiyah (pendidikan) dan lain sebagainya.
Sungguh saya berpendapat pada hari ini setiap muslim di dunia ini memikul tanggung jawab disebabkan mereka meninggalkan jihad (perang di jalan Alloh). Dan semua orang Islam memikul dosa karena tidak memanggul senjata. Dan semua orang yang menghadap Alloh, selain ulidl dloror (orang-orang cacat, sakit) tanpa membawa senjata ditangannya, maka sesungguhnya ia menghadap Alloh dalam keadaan berdosa karena dia meninggalkan perang. Karena hukum perang sekarang ini adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim di muka bumi --- selain orang-orang yang mempunyai udzur ---, sedangkan orang yang meninggalkan kewajiban itu berdosa karena kewajiban itu definisinya adalah suatu amalan yang mana orang yang melakukannya mendapat pahala dan orang yang meninggalkannya akan dihisab atau berdosa.
Sesungguhnya saya berpendapat – walloohu a’lam – sesungguhnya orang yang dimaafkan Alloh dalam meninggalkan jihad adalah orang buta, orang pincang, orang sakit dan orang-orang lemah dari kalangan laki-laki, perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak tahu jalan. Maksudnya adalah tidak bisa berpindah ke medan perang dan tidak tahu jalan menuju ke sana.
Maka sekarang ini semua orang berdosa lantaran mereka tidak berperang, baik berperang di Palestina atau Afghanistan atau di belahan bumi manapun yang diinjak dan dinodai oleh orang-orang kafir dengan najisnya.
Dan saya berpendapat pada hari ini tidak ada seorangpun yang berhak untuk dimintai ijin untuk berperang atau berangkan berjihad di jalan Alloh. Seorang anak tidak wajib untuk ijin orang tua, seorang istri tidak wajib ijin kepada suaminya, orang yang berhutang tidak wajib iijin kepada orang yang menghutanginya, seorang murid tidak wajib ijin kepada syaikhnya, dan seorang yang dipimpin tidak wajib ijin kepada pemimpinnya.
Ini adalah ijma’ seluruh ulama di sepanjang sejarah. Bahwa dalam keadaan seperti ini seorang anak pergi berperang tanpa ijin orang tuanya dan seorang perempuan pergi berperang tanpa ijin suaminya, barangsiapa berusaha menyalahkan permasalahan ini benar-benar ia telah melampaui batas dan berbuat dholim, serta mengikuti hawa nafsu tanpa berdasarkan petunjuk dari Alloh.
Masalah ini sudah cukup gamblang dan tegas yang di dalamnya tiada lagi kekaburan atau kerancuan. Karena itu tidak ada peluang bagi siapa pun untuk membelokkan, menyelewengkan, atau bermain-main dengannya dan menta’wilkannya.
Sesungguhnya seorang amiirul mu’minin itu tidak dimintai ijin untuk berjihad dalam tiga keadaan :
1. Bila ia menihilkan jihad
2. Bila ijin itu akan mengakibatkan tujuan jihad itu terabaikan.
3. Bila sebelumnya telah diketahui bahwa ia melarang.
Saya berpendapat bahwa kaum muslimin pada hari ini bertanggung jawab atas setiap kehormatan yang dinodai di Afghanistan dan sertiap darah yang tertumpah di sana. Sesungguhnya – wallohu a’lam – mereka semuanya mempunyai andil dalam menumpahkan darah di Afghanistan lantaran mereka kurang mempunyai kepedulian. Karena mampu untuk mengirim senjata untuk melindungi mereka, atau dokter untuk mengobati mereka, atau harta untuk membeli makanan, atau buldoser untuk menggalikan parit.
Dalam Haasyiyah Ad Dasuuqiy / As Syarhul Kabiir II/111–112 dikatakan:
“ Sesungguhnya orang yang memiliki kelebihan makanan dan melihat seseorang kelaparan (tapi) ia tinggalakan sampai mati, kalau orang yag memiliki makanan itu sebelumnya mengira bahwa orang yang kelaparan itu tidak mati, maka ia harus mambayar diyatnya (denda) dari harta kerabatnya. Namun jika ia sengaja membiarkannya mati maka ada dua riwayat dalam madzhab kita, pertama dia harus membayar diyat dari hartanya sendiri, dan riwayat kedua dia harus diqishos, karena (hakikatnya) dia telah membunuhnya “.
Maka, hisab dan siksa macam apakah yang sedang dinanti oleh orang-orang yang memiliki kekayaan dan harta benda, yang mereka hambur-hamburkan untuk memenuhi keinginan dan mereka belanjakan secara sia-sia untuk menuruti hawa nafsu dan kemewahan itu?
WAHAI KAUM MUSLIMIN
Hidup kalian adalah jihad, kemuliaan kalian adalah jihad, serta wujud dan eksistensi kalian terikat erat dengan jihad.
WAHAI PARA JURU DAKWAH !
Tiada nilainya kalian kecuali jika kalian memanggul senjata kalian, untuk membabat para thoghut, dan orang-orang dholim. Sesungguhnya orang-orang yang mengira bahwa Islam ini bisa menang tanpa jihad dan perang, tanpa pertumpahan darah dan serpihan-serpihan daging mereka, sebenarnya mereka itu dalam kekaburan dan tidak memahami tabiat dari Diin (agama) Islam ini.
Sesungguhnya wibawa para juru dakwah, kekuatan dakwah dan kejayaan kaum muslimin itu tidak bakal terwujud tanpa perang. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Dan benar-benar Alloh akan mencabut rasa takut dari musuh-musuh kalian, dan melemparkan penyakit wahn ke dalam hati kalian ! para shahabat bertanya : Apakah penyakit wahn itu ya Rosul Alloh ! beliau menjawab : “ Cinta dunia dan benci dengan kematian “. Dalam riwayat lain, “ …benci dengan peperangan “.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“ Maka berperanglah kamu pada jalan Alloh, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Alloh menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Alloh amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya) “. (QS. An Nisa’ [4]:84).
Sesungguhnya kemusyrikan itu akan merajalela dan berjaya jika tidak ada perang. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“ Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Alloh ”. (QS. Al Anfal : 39).
Dan yang dimaksud dengan fitnah di sini adalah kemusyrikan.
Sesungguhnya jihad itu merupakan jaminan satu-satunya bagi kebaikan di permukaan bumi ini. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“ Seandainya Alloh tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebagaian yang lain, pasti rusaklah bumi ini ”. (QS. Al Baqoroh : 251).
Sesungguhnya jihad juga merupakan jaminan satu-atunya guna memelihara syi’ar-syi’ar dan tempat-tempat peribadahan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“ Dan sekiranya Alloh tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Alloh ”. (QS. Al Haj : 40).
WAHAI PARA JURU DAKWAH ISLAM !
Kejarlah kematian, nisacaya kalian akan dikaruniai kehidupan. Janganlah kalian terpedaya oleh angan-angan, dan janganlah tertipu oleh apapun dalam mentaati Alloh. Janganlah kalian tertipu dengan buku-buku yang kalian baca, dan dengan ibadah-ibadah sunnah yang kalian tekuni. Kesibukan kalian dalam urusan-urusan kecil yang membuai hati jangan sampai melupakan kalian dari masalah-masalah yang besar dan agung,
…dan kalian menginginkan bahwa yang tanpa senjatalah yang akan kalian hadapi…
Janganlah kalian mentaati siapapun dalam urusan jihad. Tidak perlu ijin dari komandan untuk pergi berjihad. Sesungguhnya jihad itu adalah penegak dakwah kalian dan benteng agama kalian serta perisai syari’at-syari’at kalian.
WAHAI ULAMA ISLAM !
Majulah kalian untuk memimpin generasi yang sedang kembali kepada jalan Robbnya ini. Janganlah mundur dan jangan gandrung serta cinta kepada dunia. Jauhilah hidangan-hidangan dari thoghut, karena hal itu akan menjadikan hati kalian gelap dan mati, serta akan menjadi dinding pemisah bagi kalian dari generasi ini, serta penutup antara hati kalian dan hati mereka.
WAHAI KAUM MUSLIMIN !
Telah lama tidur kalian. Burung-burung pipit telah menjelma menjadi burung-burung Elang di bumi kalian. Alangkah indahnya makna bait-bait puisi ini :
“ Kian panjang tidur terlena dalam kehinaan….
Dimanakah gerangan barisan singa itu….
Sementara burung-burung pipit telah menjelma menjadi Elang…
Sedangkan kita kehinaan bak budak….
Belenggu perbudakan itu berupa buhul nestapa….
Bukannya rantai dari besi….
Lalu, kapan kita berontak belenggu itu?....
Kapan kita berontak belenggu itu?!....
WAHAI KAUM WANITA !
Jauhilah kemewahan, karena kemewahan adalah musuh jihad dan kemewahan itu mengkerdilkan jiwa manusia. Waspaspadalah terhadap keadaan yang berlebih-lebihan. Cukuplah dengan yang perlu-perlu saja. Didiklah anak-anak kalian dengan kesederhanaan, dengan sifat kejantanan dan kepahlawanan serta jihad. Jadikanlah rumah kalain sebagai kandang singa, bukannya kandang ayam yang mana setelah gemuk dijadikan sembelihan penguasa durhaka. Tanamkanlah dalam jiwa anak-anak kalian kecintaan berjihad, mencintai lapangan pacuan kuda dan medan-medan pertempuran. Ikutlah kalian dalam merasakan segala kesulitan kaum muslimin. Usahakan dalam satu minggu sekali minimal untuk merasakan kehidupan kaum muhajirin dan mujahidin, yaitu hanya dengan makan sepotong roti kering dengan lauk yang tidak berlebihan dan beberapa teguk air teh.
WAHAI PARA REMAJA !
Tumbuhlah kalian dalam desingan peluru-peluru, dentuman meriam, raungan kapal terbang dan deru suara tank. Jauhilah kenikmatan hidup, dendangan musik dan kasur-kasur yang empuk.
Sebelum Penutup
1- Apabila musuh memasuki bumi kaum muslimin maka jihad hukumnya menjadi fardlu 'ain menurut pendapat seluruh ahli fikih, ahli tafsir dan ahli hadits.
2- Apabila jihad menjadi fardlu 'ain maka tidak ada bedanya antara jihad dengan sholat dan puasa menurut pendapat tiga imam madzhab (Hanafi, Maliki dan Syafi'i), adapun menurut madzhab Hambali sholat lebih didahulukan daripada jihad.
Dalam kitab Bulghotus Salik Li Aqrobil Masalik, kitab fikih madzhab Imam Malik, dikatakan: "Jihad fisabilillah untuk meninggikan kalimatulloh setiap tahun itu hukumnya adalah fardlu kifayah, jika sebagian orang telah melaksanakannya maka gugurlah kewajiban tersebut dari yang lain --- dan jihad itu menjadi fardlu 'ain seperti sholat dan puasa --- jika imam menunjuk atau jika musuh menyerang suatu daerah."
Sedangkan dalam kitab Majma'ul Anhar, kitab fikih madzhab Hanafi: "Apabila fardlu kifayah itu tidak dapat dilaksanakan kecuali oleh seluruh manusia, maka ketika itu hukumnya menjadi fardlu 'ain seperti sholat."
Dan di dalam kitab Hasyiyyatu Ibni 'Abidin (II/238), kitab fikih madzhab Hanafi dikatakan: "Dan Jihad hukumnya fardlu 'ain jika musuh menyerang sebuah perbatasan dari perbatasan-perbatasan Islam, sehingga hukumnya menjadi fardlu 'ain sebagaimana sholat dan puasa, mereka tidak diperkenankan untuk meninggalkannya."
3- Apabila jihad itu menjadi fardlu 'ain maka tidak ada lagi kewajiban ijin kepada kedua orang tua, sebagaimana kedua orang tua tidak perlu untuk dimintai ijin untuk melaksanakan sholat shubuh dan puasa romadlon.
4- Apabila jihad fardlu 'ain, tidak ada bedanya antara orang yang tidak berjihad tanpa udzur dengan orang yang tidak berpuasa romadlon tanpa udzur.
5- Berjihad dengan harta tidak dapat menggantikan kewajiban jihad dengan jiwa (secara fisik) meski sebesar apapun harta yang dikeluarkan, dan kewajiban jihad tidak itu tidaklah gugur dari pundaknya, sebagaimana tidak bolehnya seseorang membayar orang miskin untuk melaksanakan kewajiban puasanya atau sholatnya, begitu pula jihad dengan jiwa (secara fisik).
6- Jihad itu adalah kewajiban sepanjang hidup sebagaimana sholat dan puasa. Sebagaimana orang tidak boleh tahun ini puasa tahun depan tidak, atau hari ini sholat dan besok tidak, begitu pula jihad, seseorang tidak boleh berjihad satu tahun kemudian beberapa tahun lagi tidak berjihad, sesuai dengan kemampuannya.
7- Sesungguhnya jihad pada hari ini hukumnya adalah fardlu 'ain baik dengan jiwa (secara fisik) maupun dengan harta, di setiap tempat yang dikuasai oleh orang-orang kafir. Dan jihad hukumnya akan tetap fardlu 'ain sampai seluruh wilayah yang pernah menjadi wilayah Islam terbebaskan.
8- Sesungguhnya kata "jihad" itu apabila diungkapkan secara lepas maka yang dimaksud bukan lain adalah perang dengan senjata, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Rusydi, dan ini disepakati oleh empat imam madzhab.
9- Sesungguhnya makna yang paling nyata dari kata "fi sabillillah" adalah jihad sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (VI/22).
10- Sesungguhnya perkataan yang berbunyi: Kami telah kembali dari jihad kecil --- yakni perang --- menuju jihad besar --- yakni jihad melawan hawa nafsu ---, yang senantiasa mereka dengungkan, jika hal itu mereka anggap hadits, adalah hadits batil dan maudlu' (palsu) yang tidak ada asalnya. Akan tetapi ini adalah perkataan Ibrohim bin Abi 'Ablah, salah seorang tabi'in, dan perkataannya itu bertentangan dengan nash-nash Al Qur'an dan Sunnah, serta bertentangan dengan kenyataan.
11- Sesungguhnya jihad adalah dzirwatu sanamil Islam (puncak ketinggian Islam), yang diawali dengan beberapa tahapan. Sebelum jihad ada hijroh, kemudian I'dad (tadrib), kemudian ribath, kemudian perang. Dan hijrah itu senantiasa mengiringi jihad. Karena di dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Junadah secara marfu', disebutkan:
Sesungguhnya hijroh itu tidak akan berhenti selama masih ada jihad. (Shohih Al Jami', 1987)
Adapun ribath adalah tinggal di daerah perbatasan musuh untuk menjaga kaum muslimin, ini merupakan unsur yang sangat penting dalam perang, karena peperangan itu tidak terjadi setiap hari. Terkadang seseorang melakukan ribath dalam waktu yang lama sedangkan selama itu ia hanya terjun dalam peperangan satu atau dua kali.
12- Sesungguhnya jihad dengan jiwa (secara fisik) dan harta pada hari ini hukumnya fardlu 'ain bagi setiap muslim. Dan umat Islam akan terus menanggung dosa sampai seluruh wilayah Islam dapat diambil kembali dari tangan orang-orang kafir, dan tidak ada yang terbebas dari dosa kecuali para mujahidin.
13- Sesungguhnya jihad pada zaman Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam itu bermacam-macam. Adapun perang Badar hukumnya adalah sunnah, sedangkan perang Khondaq dan perang Tabuk hukumnya adalah fardlu 'ain bagi semua orang Islam karena Rosululloh memobilisasi seluruh umat Islam, adapun perang Khondaq sebabnya adalah karena orang-orang kafir menyerang Madinah yang merupakan bumi Islam. Sedangkan perang Khoibar (7 H) hukumnya adalah fardlu kifayah dan Rosululloh tidak mengijinkan untuk ikut di dalamnya kecuali orang-orang yang ikut dalam perang Hudaibiyah (6 H).
14- Adapun jihad pada masa sahabat dan tabi'in, rata-rata hukumnya adalah fardlu kifayah, karena peperangan-peperangan pada masa itu adalah penaklukan-penaklukan baru.
15- Adapun jihad dengan jiwa (secara fisik) pada hari ini seluruhnya hukumnya adalah fardlu 'ain.
16- Alloh tidak menerima alasan seorangpun yang tidak berjihad kecuali karena sakit, pincang, buta, anak-anak yang belum baligh, wanita yang tidak mengetahui jalan untuk jihad dan hijroh, orang yang sudah tua renta, bahkan orang yang hanya sakit ringan atau orang yang hanya buta sebelah matanya atau orang buta yang mampu datang ke kamp-kamp latihan untuk bergabung dengan para mujahidin, kemudian supaya dapat mengajarkan Al Qur'an dan hadits kepada mereka serta memberikan motivasi kepada mereka, maka lebih baik bagi mereka untuk datang sebagaimana yang dilakukan oleh Abdulloh bin Ummi Maktum dalam perang Uhud dan Qodisiyah.
Selain mereka, tidak ada udzur bagi mereka di sisi Alloh, baik seorang pegawai atau pemilik perusahaan atau pengusaha atau pedagang besar, mereka itu bukanlah orang-orang yang mendapat udzur untuk meninggalkan jihad dengan jiwa (fisik) dan untuk membayarkan harta mereka.
17- Sesungguhnya jihad itu adalah ibadah jama'iyyah, dan setiap jama'ah itu harus ada pemimpinnya, dan taat kepada pemimpin itu merupakan unsur yang sangat penting dalam jihad. Oleh karena itu jiwa ini harus dibiasakan untuk taat kepada pemimpin.
Hendaknya engkau mendengar dan taat baik ketika susah maupun ketika senang, baik dengan sukarela maupun terpaksa, dan baik ketika pemimpin itu lebih mementingkan dirinya daripada dirimu. (HR. Muslim)
Penutup
* Oleh karena itu … jujurlah kalian kepada diri kalian sendiri, kepada agama kalian dan kepada robb kalian. Hukum syar'inya jelas, dan kita tidak akan mempermainkannya. Hukum ini telah disepakati oleh seluruh ahli tafsir, ahli hadits, ahli fikih dan ahli ushul fikih. Demi Alloh, saya tidak pernah melihat ada sebuah kitab fikih atau kitab tafsir atau kitab hadits yang membahas jihad kecuali pasti menyatakan kaedah berikut ini: ”Apabila orang-orang kafir menginjak sejengkal tanah dari wilayah kaum muslimin, jihad hukumnya menjadi fardlu 'ain bagi setiap muslim yang tinggal di daerah tersebut, sampai-sampai seorang wanita harus pergi berjihad tanpa harus ijin kepada suaminya, seorang budak harus pergi berjihad tanpa harus ijin kepada tuannya, orang yang memiliki tanggungan hutang harus pergi berjihad tanpa harus ijin kepada orang yang menghutanginya, seorang anak harus pergi berjihad tanpa harus ijin kepada orang tuanya. Dan jika mereka tidak mencukupi, atau mereka melalaikannya atau mereka enggan untuk berjihad maka fardlu 'ain jihad meluas kepada orang-orang yang disekitar mereka dan begitu seterusnya, sampai fardlu 'ain jihad itu meliputi seluruh penduduk bumi ini, sehingga mereka semua tidak diperbolehkan untuk meninggalkannya sebagaimana sholat.” Ingatlah, bukanlah telah aku sampaikan, ya Alloh saksikanlan. Dan saya akan meminta kesaksian kalian pada hari qiyamat. Saya akhiri sampai di sini perkataanku, dan saya memohon ampun kepada Alloh, untuk diriku dan untuk diri kalian.
As Salamu 'Alaikum Wa Rohmatullohi Wa Barokatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar